Kemarin: The Man In The Moon

tavisha
Chapter #2

#2

Aku baru saja pulang dari supermarket yang berada di luar lingkungan asrama kampusku. Saat itu aku harus melalui monumen—akuarium itu. Meskipun rumor akuarium yang berisi ikan-ikan cantik itu angker, itu tidak menjadikan orang-orang takut mendekati mobil yang pernah dijadikan tempat bunuh diri.

 

Saat ini masih jam 19.48, aku sudah mengatakan kepada teman sekamarku agar tidak melewati akuarium yang terbuat dari mobil itu—sebenarnya aku belum menceritakan sama sekali tentang penglihatanku tentang orang—arwah—itu di hari kejadian, setahun lalu, ataupun mimpi dan arwahnya yang selalu menerorku setiap kali—aku paling benci saat malam mulai menyapa, karena saat itu bayangan arwah itu pasti semakin jelas kulihat.

 

Apa yang kubilang ....

 

Saat kami melewati kawasan itu, lagi-lagi aku melihatnya duduk di bangku penumpang, di mobil itu. Dia tidak melihat ke arahku, namun wajah sendunya itu membuat tubuhku seketika membeku ... sosoknya jelas-jelas manusia— manusia yang berada di dalam air. Aku menutup mataku dengar erat, sambil berpegangan dengan lengan temanku agar bisa tetap bisa berjalan kembali ke asrama—namun bayangannya malah jelas terlihat di mataku yang tertutup. Aku membuka mataku ... aku tidak tahu kenapa arahku lagi-lagi mengarah ke arah mobil itu.

 

Dia menatapku dengan sendu—tatapannya sangat mendalam. Aku tidak tahu apa arti dalam tatapan itu.

 

Tuhan ... apa salahku, sampai-sampai aku dihukum bisa melihat arwah orang yang tidak pernah kulihat semasa hidupnya.

 

Seketika bayangan lampu mobil bersinar di mataku— ingatan kecelakaan malam itu tergambar jelas lagi di depanku. Aku terduduk, mencoba menutup wajahku—menghilangkan segala jenis gambaran di depan mataku akan masa lalu itu, agar tidak lagi datang mengangguku—aku menyadari bahwa teman-temanku panik melihatku yang tiba-tiba menjadi aneh.

 

Saat aku membuka mata ... beberapa tetes air mengalir jatuh dari atas kepalaku.

 

Dia sedang berdiri depanku. Aku bisa melihatnya sangat jelas.

 

Dia memakai celana jeans dan baju berlengan panjang berwana biru tua. Sama seperti di mana terakhir aku melihatnya ... matanya sendu menatapku. Dia menjulurkan tangannya ke arahku—aku tidak tahu apakah dia ingin membawaku atau ingin membantuku berdiri kembali.


Sosok yang berdiri di depanku adalah arwah seorang

 

laki-laki. Wajahnya pucat, tubuhnya basah ....

 

“Berhenti mengkutiku ....” Aku menangis di depan

 

arwahnya yang masih menatapku. Sungguh dia tidak menakutkan ... tapi, tentu saja itu sangat menakutkan bagiku yang berbeda dimensi dengannya.

 

Temanku tidak ada satu pun yang melihatnya. Mendengar aku berbicara seperti itu, temanku menjadi semakin panik. Saking paniknya mereka mencoba menyadarkanku, karena aku tidak merespons karena telalu lemah mereka akhirnya memanggil security agar bisa membantu, membawaku kembali ke asrama ... namun saat aku baru saja di tarik berdiri oleh seorang security aku malah jatuh pingsan.

 

Aku baru bangun besok harinya, dan membolos untuk pergi kuliah. Sepertinya arwah itu membuat badanku kelelahan karena terus-terusan di teror.

 

Saat aku sudah sepenuhnya baikkan. Aku pergi ke ruang sekretariat yang konon katanya merupakan ruang organisasi tempat semasa hidupnya dihabiskan di sana.

 

Aku menjadi penasaran apa alasan sebenarnya dia selama ini selalu mengikutiku—Aku mencoba mencari tahu bagaimana dia semasa hidupnya. Jadi aku mencoba mencari tahu terlebih dahulu ke tempat yang paling dekat dengan kehidupannya sebelum dia dinyatakan bunuh diri.

 

Lihat selengkapnya