Kemarin: The Man In The Moon

tavisha
Chapter #11

#11

Aku terbangun dari tidurku. Cahaya pagi sudah menyusup masuk ke dalam kamarku. Hari ini hujan, aku bisa melihat dari sela-sela gordenku tetes-tetes hujan yang jatuh dari atap.

 

Aku terbangun penuh kebingungan, dan mendapati kakakku berdiri di sela pintuku yang terbuka.

 

Better?” katanya saat kami bertemu pandang. “Hmm ...,” gumamku masih belum beranjak. “Tumben tidur gak berselimut ...” katanya, dan aku

 

baru menyadari hal itu. Aku orang yang tidak bisa tidur tanpa selimut. “Aku berangkat kerja sekarang,” katanya lagi, saat itu jam bekerku baru menunjukkan setengah tujuh. Kurasa dia tidak tahan, untuk tidak cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya.

 

“Apa aku pernah keluar negeri sebelumnya?” tanyaku tiba-tiba dengan suara parau baru bangun tidur. Aku bertanya tanpa memandangnya. “Apa aku punya paspor?”

 

“Sampai paspor sendiri kau tidak ingat?”

 

“Sama sekali, tidak ingat,” kataku dengan suara lemah memandang kembali tetes-tetes hujan yang jatuh.

 

“Kau ingin keluar negeri?”

 

“Tidak ... hanya bertanya.”

“Baiklah, kalau butuh apa-apa. Beri tahu aku saja.” “Kau tidak akan membantu ....”

 

Dia tidak menjawab.

 

“Aku pergi kerja kalau begitu,” katanya di tengah keheningan yang lama dan dia pergi meninggalkanku kembali menyendiri di kamar.

 

Aku masih binggung, memandang tetesan air yang

jatuh.

 

Katanya, kita mudah sekali bermimpi buruk kalau kita tidur dengan suasana kamar yang dingin.

 

Aku tidak tahu apakah yang barusan kulalui adalah mimpi buruk atau mimpi yang indah.

 

Mimpi itu terasa seperti masa laluku, tapi aku tidak yakin. Jika itu masa lalu, bagaimana saat aku terbangun aku masih tidak ingat, kalau Mark adalah orang yang pernah ada di masa laluku?

 

Mimpi itu terasa jelas sekali, aku masih bisa merasakan emosi yang sama seperti di dalam mimpi itu.

 

Mimpi itu terasa begitu hangat di tengah musim yang dingin. Kenangan itu masih membeku.

 

Seseorang menghilang dari masa laluku, tanpa meninggalkan kunci untuk membuka ingatanku. Aku seperti tersesat di sebuah pulau terpencil. Tempat seharusnya aku kenali. Tak peduli seberapa kerasnya aku berlari, aku selalu berada di tempat yang sama.

Lihat selengkapnya