Dunia kerja adalah dunia yang paling digemari oleh kalangan generasi masa kini. Seakan sudah terinstal dengan sendirinya, setelah lulus sekolah atau kuliah, seseorang harus bekerja untuk menopang kehidupannya agar tidak terus menerus bergantung kepada uang orangtuanya, begitu pun yang dilakukan oleh Arga Nugraha. Setelah lulus kuliah dan menyandang status sarjana bisnis, dia memutuskan untuk bekerja di perusahaan milik pamannya. Alasannya simpel, ia tak mau susah payah mencari pekerjaan di luar sana karena menyadari bahwa dirinya seringkali mengabaikan tanggung jawab. Katanya, ia menginginkan kehidupan yang bebas tanpa perintah orang lain, tapi aneh juga jika ia masih bertahan di perusahaan milik pamannya, di bawah perintah orang lain. Ternyata, meskipun ia sering sekali mangkir dari tanggung jawabnya, pamannya sangat menghargai ide-ide cemerlangnya yang membawa pamor perusahaan menjadi lebih baik. Dengan alasan itu juga, pamannya tak bisa langsung memecatnya atau memintanya resign.
“Pak, Arga belum menyelesaikan tugasnya yang sudah saya simpan di mejanya dari satu minggu yang lalu,” keluh seorang pegawai perempuan berkaca mata coklat berumur 30-an, sepertinya senior Arga di kantor. Terdengar dari nada suaranya, sedikit kesal atas kelalaian Arga.
“Kenapa Bapak tidak memecatnya saja jika pekerjaannya seperti ini?” lanjutnya mempertegas maksud kedatangannya ke ruangan bosnya tersebut. Mungkin dia salah satu pegawai yang terganggu dengan cara kerjanya Arga yang asal-asalan dan tak pernah tepat waktu.
Bosnya yang bernama Bryan tersenyum. “Saya tidak bisa memecatnya Dew.”
“Apa karena dia sepupu Bapak?” tebak Dewi setelah mendengar ucapannya disanggah mentah-mentah oleh Bryan.
“Bukan Dew. Perusahaan semakin baik dari hari ke hari adalah hasil ide-ide cemerlangnya.”
“Tapi Pak prospek kerjanya sangat buruk, dia sering mengbaikan tanggung jawabnya sebagai pegawai. Dia sering keluar ruangan sebelum waktunya dan banyak hal lainnya yang menyebabkan pegawai lain merasa terganggu.” Dewi memaparkan kesalahan-kesalahan Arga yang cukup mengganggu pekerjaannya dan rekan-rekan kerjanya.
Bryan sangat menyadari sikap sepupunya yang memang sudah sering membuat resah para pegawainya. “Memang benar. Saya akan berusaha untuk memberitahunya. Terima kasih telah menyampaikan keluhanmu sebagai pegawai Dew.”
“Iya Pak sama-sama. Saya kembali bekerja.”
“Iya.”
Setelah pegawainya keluar, Bryan mempertimbangkan keluhan pegawainya tersebut. Memang benar, ide-ide Arga yang cemerlang membawa perusahaan semakin lebih baik, tetapi sikapnya membuat beberapa pegawai lain terganggu. Ia juga harus memikirkan kenyamanan para pegawainya agar ia tak disebut pemimpin yang diskriminasi.
Setelah 30 menit berlalu, sekretarisnya mengetuk pintu. “Pak, Alessa sudah datang,” katanya setelah membuka pintu ruangannya.
“Langsung suruh masuk ke dalam ruangan ya.”
“Iya Pak.”
Sekertarisnya mengantar Alessa masuk ke dalam ruangan Bryan. “Ini ruangannya Mbak.”
“Terima kasih Mbak.”
Alessa pun masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang sedikit malu-malu. “Selamat pagi Pak!” sapanya dengan sebuah senyuman yang tampak tertahan rasa malunya.
Ternyata, selama Alessa bekerja, ia hanya ingin bekerja di perusahaan milik kakaknya. Katanya, masa lalunya yang kelam merubahnya menjadi pribadi yang dingin dan hanya berbicara kepada orang lain sebatas pekerjaan saja. Mungkin ini juga alasan kakaknya mengirimnya ke perusahaan sahabatnya tersebut agar sedikit demi sedikit ia dapat menumbuhkan kesadaran di dalam dirinya bahwa hidup bukan tentang dirinya saja melainkan tentang orang lain.
Bryan mempersilakannya duduk. “Duduk Alessa.”
Ia bisa melihat dari gerak-geriknya bahwa apa yang dikatakan sahabatnya memang benar. Alessa tampak tak nyaman berada di tempat baru selain perusahaan milik kakaknya.
Ia memulai pembicaraan, “mulai minggu ini sampai satu bulan ke depan, kamu diberi tugas di luar ruangan.”
“Tugas di luar ruangan?” tanyanya kaget. Selama bekerja, ia tak pernah mendapatkan tugas di luar ruangan karena kakaknya sangat paham dengan kehidupan pribadinya. Tapi kali ini, ia tak bisa membawa masalah pribadinya dan menolak tugas pertamanya di perusahaan barunya. Aku harus gimana Tuhan?
“Iya. Kalian akan dibentuk tim sebanyak 6 orang untuk menyelesaikan proyek tersebut. Apakah kamu sanggup?”
Alessa menguatkan hatinya, ia harus profesional dan sejenak melupakan masalah pribadinya. “Iya Pak saya sanggup.” Aku harap ini keputusan yang terbaik.
“Ini daftar nama-nama pegawai yang akan berada di timmu. Ketuanya sudah ditentukan minggu kemarin, mungkin kamu bisa menjadi sekretarisnya,” usul Bryan sambil menyodorkan berkas yang berisi data-data pegawainya yang di dalamnya ada data Arga. Ia benar-benar ingin menyatukan dua kepribdian yang berbeda dalam satu tempat. Ia harap, keduanya bisa saling membantu.