KEMBALI

rizky al-faruqi
Chapter #11

Penjelasan Semua Masalah

 “Kau pernah melihatnya, Khan?” Yaz bertanya setelah menggigit roti yang barusan mereka beli di pinggir jalan. Mobil Civic Khan tengah membelah arus perjalanan menuju Shirvan. Khan mengangguk.

“Coba tebak, Yaz, bunga itu tumbuh di mana?”

Yaz berpikir sebentar, mengangkat bahu. Ia sedang tidak tertarik main tebak-tebakan.

“Bunga itu ada di sebelah makam ayah Ottmar.” Yaz hampir tersedak, buru-buru mengambil botol air mineral di depannya.

“Benarkah?”

Khan mengangguk, “Adik Ottmar yang menemukannya, saat kami sekeluarga berziarah ke sana. Warnanya memang benar-benar keemasan, tertutupi oleh salju.”

“Berarti tujuan kita sekarang ke Agdam?”

Khan menggeleng, “Tidak. Bunga itu hanya tumbuh saat musim salju tiba. Nah, kabar baiknya, nanti malam sudah musim salju. Kita akan istirahat di rumah dulu. Sekaligus melihat perkembangan keadaan Ottmar. Aku cemas sekali, tidak bisa membayangkan bagaimana mengerikannya Ottmar kalau sampai ia lepas.”

“Ia diikat? Di rumahmu?” Yaz menutup botolnya. Khan mengangguk.

“Iya. Setelah tahu efek obat itu, aku memutuskan untuk menahannya dulu. Ngeri sekali bukan kalau ia sampai bertemu dengan keluarganya?” Khan bergidik, tetap fokus dengan kemudi.

“Lantas keluargamu?” Yaz bertanya lagi. Khan melambaikan tangan.

“Tenang saja, kamarnya terkunci. Lagi pula ada ayahku yang menjaganya.”

Yaz mengangguk-angguk. Mobil Civic Khan terus membelah jalanan kota.

***

Di ruangan ICU, bibi Meryem menangis terisak di sebelah paman Alp.

“Maafkan aku, Iyem.” Ibu meminta maaf, ikut menyeka hidung melihat paman Alp yang dipenuhi perban dan belalai medis di sekujur tubuhnya. Bibi Meryem menggeleng. “Ini semua bukan salahmu, Ay, juga Ottmar. Ini kecelakaan.”

Shigeru-san yang hanya bisa menunggu di belakang menghela nafas. Orang tua itu tidak bisa ikut berbicara—karena tidak ada yang faham bahasanya. Si kecil Ahmed ikut menangis di pangkuannya.

Shigeru-san beranjak dari kursinya, tidak merasa perlu meminta izin, pergi menuju kamar Naomi dan Aysel. Di sana, hanya Naomi yang sudah siuman. Tersenyum menyambut begitu melihat ayahnya muncul dari balik pintu.

Genkidesuka[1]?” Shigeru-san menarik kursi, duduk di sebelah ranjang Naomi.

“Alhamdulillah, watashi wa genkidesu, oto-san[2].” Naomi tersenyum, nampak terlalu dipaksakan, denting kesedihan terlihat dari matanya yang menatap Ahmed. Shigeru-san menghela nafas, menyentuh ujung kasur anaknya.

“Kau ingin menggendong Ahmed, Naomi?”

Naomi menggeleng. Shigeru-san tersenyum, mengangguk kecil. Lengan Naomi memang masih belum diperbolehkan menahan beban terlalu berat.

“Kau mau mengatakan sesuatu?”

Naomi terdiam sebentar, menggeleng lagi. Shigeru-san menghela nafas.

“Kau tidak pernah seperti ini, anakku.” Shigeru-san membalas tatapan kedua mata Naomi. Orang tua itu bisa membaca semuanya di sana.

“Kau harus bisa memaafkan suamimu, Naomi. Percayalah, apa yang terjadi kemarin bukanlah seperti apa yang kau kira.”

Naomi terdiam melihat wajah ayahnya, menengadahkan kepala kemudian, menatap ke atas. Menahan air matanya yang hendak tumpah tiba-tiba. Shigeru-san menghela nafas lagi.

“Aku tidak marah padanya, Ayah.”

“Sungguh? Baguslah.” Shigeru-san tersenyum, berusaha memperbaiki suasana.

Hening beberapa saat. Naomi menoleh, kali ini air matanya meleleh.

“Apakah aku gagal menjadi seorang istri, Ayah?” lirihnya, hampir tak bersuara. Shigeru-san sempat tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi ia buru-buru tersenyum lagi, mengelus pelan rambut Naomi.

“Tidak anakku, kau adalah istri terbaik.”

Naomi menghapus air matanya yang kembali meleleh. Ia terdiam lagi, menatap kosong langit-langit kamar.

“Benarkah begitu, Ayah?”

“Benar, Naomi. Ayah sendiri yang melihat bagaimana riangnya wajah ia tiap kali berada disisimu.” Shigeru-san tersenyum, membesarkan hati. Naomi menarik nafas dalam-dalam, lamat-lamat menatap ayahnya.

“Tapi, Ayah tidak tahu kalau ia kecewa dengan Naomi.” Air mata Naomi kembali mengalir, ia sesenggukan. Shigeru-san menelan ludah. Tidak mengerti apa maksud anaknya.

“Maksudmu apa, anakku?”

Naomi menghapus air matanya lagi, menarik nafas dalam-dalam, menceritakan soal Ahmed.

“Naomi yakin malam itu Ottmar-kun marah pada Naomi. Naomi tidak bisa memberikan mata keturunan itu padanya. Naomi.... Naomi takut sekali malam itu, Yah. Ottmar ingin menyerang Ahmed. Ottmar ingin membunuh Ahmed karena ia tidak seperti yang Ottmar-kun inginkan.” Katanya di akhir cerita, mulai terisak. Shigeru-san mendekap pelan kepalanya anaknya.

“Tenanglah, Naomi. Ottmar-kun tetap mencintaimu, juga Ahmed. Tidak ada orang tua yang tega membunuh anaknya hanya karena masalah sepele seperti itu.” Bujuk Shigeru-san. Tapi Naomi tetap menggeleng.

Lihat selengkapnya