Ayaiyaaaa, om joni suka jablay, ayaiyaaa om joni suka jablay....
Bunyi alarm pertanda waktu pulang milik Deni berdering.
“Den, matiin tuh alarmnya,” teriak Aldo yang duduk tepat di belakang meja kerja Deni. “Udah berisik, alay lagi!”
Sontak Deni memukul ponsel di sampingnya untuk menunda alarm tersebut, kemudian melanjutkan pekerjaan kembali. Selang beberapa menit, suara riuh itu terdengar sekali lagi.
Ayaiyaaaa, ayaiyaaaa ....
“Den, anjirlah!” Lagi-lagi Aldo protes. “Cuma elu doang kayaknya yang suara alarmnya begitu. Mending ganti jadi lagu Blackpink, deh!”
Tanpa menghiraukan Aldo, Deni mematikan pengingatnya. Baru saja mulai tenang, ruangan seketika diramaikan kembali oleh dering yang lain.
Mama mama mama yu kero, mama yu kero mama ....
Suara itu berasal dari ruangan Pak Narto.
“Shit, ternyata bos sama bawahannya sama aja!” Aldo mengumpat sembari menutup laptop. Detik berikutnya, Aldo menghampiri Deni. “Yuk, Den, balik! Udah jam segini. Elu gak berencana mau nginap di sini, kan?”
Deni tersenyum kecil, lalu bergegas memasukkan laptop ke dalam tas. Setelah membereskan meja kerja, keduanya beranjak meninggalkan ruangan kerja. Baru beberapa langkah menjauhi ruangan, Deni tiba-tiba memukul pundak Aldo yang jalan paling depan. “Bentar, Do, aku kelupaan sesuatu.”
“Apaan?” tanya Aldo serius.
Deni tampak berpikir sejenak, lalu menjawab tak kalah seriusnya. “Jejak kaki.” Melihat reaksi Aldo yang masih bingung, dia tertawa sembari melanjutkan omongan. “Bercanda.”
Aldo memilih untuk tidak menanggapi dan meneruskan langkah menuruni anak tangga. Sesampainya di lantai dasar, seorang sekuriti menegur, “Udah balik?”
“Udah, work balance,” jawab Aldo.
“Ruangan atas udah kosong?” tanya sekuriti sambil menunjuk jendela pada lantai 2.
“Belum, masih ada beberapa orang lagi,” celetuk Deni sekenanya.
“Oke.”
Aldo dan Deni melanjutkan langkah ke parkiran belakang, kemudian menghampiri kendaraan masing-masing. Keduanya pun berpisah setelah melalui pintu gerbang kantor. Namun, sebelum balik ke rumah, Deni menyempatkan diri untuk mampir di salah satu pasar yang biasa menjajakan berbagai macam cemilan. Sembari turun dari motor, Deni merogoh saku celana, mengambil ponsel untuk menelepon istrinya.
Beberapa saat terdengar nada sambung dari seberang telepon. Deni menunggu sejenak. Namun, hingga sekian detik berlalu tak ada satu pun yang menjawab telepon tersebut. Dia mencoba menghubungi istrinya kembali, tapi hasilnya tetap sama.
“Aih, ke mana aja, sih, ditelepon gak diangkat!” gerutu Deni berusaha menelepon kembali.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya panggilan itu mendapat jawaban.
“Assalamualaikum,” Lia menyahut dari seberang telepon.
“Waalaikumsalam, ke mana aja?” tanya Deni ketus.
“Baru kelar salat, Sayang.”