Kembali ke Akar

Sayidina Ali
Chapter #4

Tempat Pertemuan Pertama untuk Akhir yang Menyakitkan

Kutipan: "Andai suatu ketika kita harus bersua untuk melukai, sebaiknya dihindari. Terkadang, lebih bijaksana untuk menyimpan rindu dalam-dalam ketimbang mengekspresikannya dalam bentuk yang merusak."


Di malam itu, kami berkumpul dalam sebuah acara yang penuh nostalgia di sebuah kafe di pusat kota. Semua orang hadir dengan semangat tinggi, dan suasana pun menjadi meriah. Kami saling berbagi cerita mengenai pengalaman kami di masa sekolah.

Di antara kami, ada aku, Nirmala, Novi, Julianti, dan beberapa orang lainnya yang turut bergabung dalam acara tersebut. Kami duduk bersama di sebuah meja panjang yang dihiasi dengan bunga-bunga segar dan lilin kecil yang menambahkan sentuhan romantis pada malam itu.

Julianti membuka percakapan dengan penuh kegembiraan. Aku menunggu momen yang tepat untuk berbicara, dan ketika giliranku tiba, aku menceritakan tentang hal-hal yang paling aku rindukan dari masa lalu. Namun, pandanganku tertuju kepada Nirmala yang terlihat sedang berdiam diri. Perubahan sikapnya itu sungguh tidak biasa, dan aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Mungkin saja itu hanya pikiranku yang berlebihan.

Kami terlarut dalam percakapan kami masing-masing selama waktu yang lama. Tidak ada satupun dari kami yang memperhatikan sekitar, kecuali mungkin aku dan Lala. Meskipun tempat ini tidak memiliki daya tarik yang istimewa, namun mataku seolah-olah tidak ingin berhenti menatap sekeliling.

Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada seorang laki-laki yang mengenakan pakaian rapih. Dia masuk ke dalam kafe melalui pintu depan, dan mulai menatap sekeliling mencari tempat untuk duduk. Tidak lama kemudian, dia memilih tempat untuk duduk bersama dengan beberapa temannya. Jumlah mereka lumayan banyak. Kegantengan laki-laki itu membuatku terdiam sejenak, sebelum akhirnya aku tersadar dan berusaha untuk tidak membuatnya menyadari bahwa aku memperhatikannya dari jauh.

Dalam benakku terbersit sebuah pikiran. Entah mengapa, aku ingin melihatnya lebih dekat lagi, mungkin hanya untuk memastikan apakah laki-laki itu benar-benar setampan itu? Siapa tahu saja, aku hanya salah lihat. Namun, aku tahu dengan pasti bahwa dia telah mengetuk pintu hatiku untuk pertama kalinya. Hanya melalui rupa, namun cukup untuk membuat hatiku bergemuruh dan aku tidak sabar untuk menjelajahinya lebih dalam lagi.

Aku berdiri dari kursiku dan berjalan menuju toilet yang hampir berdekatan dengan meja laki-laki itu. Aku berjalan perlahan-lahan, memandangi sekeliling sebagai alasan agar tidak terlihat terlalu memperhatikannya. Namun, ketika sudah dekat, dia terlihat sangat tampan. Tatapannya yang sendu dan senyumnya yang sempurna membuat hatiku berdebar-debar. Tidak ada keraguan lagi, mungkin tempat ini akan menjadi awal dari kisah cinta sejatiku.

Akhirnya, aku tiba di toilet. Dia tetap tampan dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikannya. Aku segera mengambil air dan membasuh wajahku yang masih merah. Tidak tahan melihat senyum manisnya, mungkin jika pabrik gula bangkrut, itu karena senyumnya yang menyebar ke seluruh penjuru negeri. Dia adalah ciptaan Tuhan yang sungguh sempurna.

Lihat selengkapnya