"Ya..., baik pak, saya akan segera sampai, mungkin sekitar 5 menit lagi, saya sedang menyebrangi jalan!"
Ya... ampun nggak sabaran banget sih.
Di ujung Telepon itu, Suara seorang pria. Dia sungguh tahu bagaimana caranya untuk membuat Mauren senewen di pagi hari karena terus saja menanyakan posisinya. Pasalnya semua pihak investor yang akan turut menyumbang dana untuk film yang akan di angkat dari kisah novel Mauren, sudah datang.
Kan jadwal interviewnya besok, kenapa mendadak harus pagi ini juga? Gerutu Mauren sambil bersiap menyebrangi zebra cross yang terbentang di hadapannya.
Pagi ini harusnya menjadi pagi yang berjalan tenang dan damai seperti biasanya. Sebelum sebuah mobil yang melaju dari arah kanannya dengan kecepatan kencang hampir menyentuh badannya.
"Aaaa...," Mauren seketika berteriak sembari menutup wajahnya.
Tapi tiba-tiba saja keadaan menjadi hening, waktu seolah berhenti berputar. Mauren mencoba membuka matanya perlahan.
Sebuah slide ingatan di masa lalu kembali menghinggapi kepalanya.
Harusnya saat itu, Mauren sudah terkulai di tengah jalan, itu sebabnya interviewnya gagal karena ia harus segera di larikan ke rumah sakit.
Tapi kali ini...
Tak terjadi sesuatu apapun terhadapnya. Mauren memeriksa sebentar keadaan dirinya. Perlahan ia meraba wajahnya, utuh, tak ada sedikit pun darah saat ia juga dengan sadar mulai memeriksa tubuhnya. Semua mata menatap ke arahnya heran. Mobil yang hendak menabrak tubuhnya tadi, seolah lewat begitu saja melewati tubuh Mauren yang tiba-tiba berubah transparan dalam sekejap. Kemudian kembali ke keadaan semula saat mobil sudah mulai menjauh.
Tanpa ingin banyak berpikir, Mauren mulai menghela nafas lega, memejamkan matanya sejenak lalu kembali melangkah menyeberangi jalan dengan berlari-lari kecil.
Mauren masih terus berlari lari kecil saat mulai memasuki lobby kantor sambil melirik terus ke arah jam tangan hitam yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.
Suara sepatu hills Mauren menggema ke seluruh koridor menuju lift. Langkahnya terhenti saat tepat di depan pintu lift yang masih tertutup. Mauren berdiri disana dengan gelisah, ia tak mau pria yang terus menelponnya tadi kembali menelpon dan menyuruhnya untuk buru-buru. Itu menyebalkan sekali. pikir Mauren.
Ting...
Pintu lift terbuka. Mauren segera menghambur masuk ke dalamnya saat seorang pria juga baru keluar dari lift tersebut. Dari celah pintu lift yang belum sempat tertutup dengan sempurna, tiba-tiba sebuah tangan sigap menghalangi, membuat pintu lift kembali terbuka.
Mata Mauren terbelalak. Tubuhnya seolah membeku di tempat, laki-laki yang baru saja keluar dari lift kembali masuk ke dalam.
"Alvaro?"