Kembali ke Nagari

Al Mueda Data
Chapter #1

Menyulap Padang Ilalang Untuk Arena Anak Nagari

Ilalang-ilalang itu menari kian kemari disapu angin sore yang sedang kencang, beberapa kelompok daunnya yang panjang dan rimbun bahkan sampai merunduk menghempas tanah, lalu ada beberapa dedaunan berputar-putar kian kemari tak tentu arah. Daun-daunnya yang ringan mudah sekali terbawa angin yang terbang ke segala penjuru.

Di bagian selatan area tumbuhnya ilalang-ilalang itu nampak tiga orang lelaki sedang menebas-nebas ilalang-ilalang hingga ke pangkal. Mereka sudah merambah semak-semak dan ilalang hingga sepertiga dari luas lahan.

Di dekat pondok kecil tak jauh dari lahan ilalang-ilalang dua orang anak mengejar daun ilalang yang terbang. Walau daun itu tajam di sisi kiri dan kanannya, daun-daun yang terbang itu tetap dikumpulkan dan digulung-gulung membentuk sebuah bola seukuran kepala anak balita.

Bola yang sudah selesai itu selanjutnya diletakan di hadapan keduanya yang sedang berdiri, lalu mereka saling suit satu sama lain untuk menentukan siapa yang berhak menendang bola tersebut.

“Aku yang menang!” salah satu di antara anak itu suit dengan jari kelingking yang memenangkan suit atas ibu jari temannya. Ia berteriak kegirangan membuat teman yag di sebelahnya menggerutu.

“Ayo tendang!” perintah temannya yang kalah tersebut dengan muka cemberut.

Anak itu mengambil posisi menendang bola dari ilalang-ilalang kering yang terbang tertiup angin tersebut. Sementara yang kalah nampak tak sabaran ingin mengejar bola yang ditendang.

“Taps!” bola dari bahan ilalang itu ditendang sangat kuat, melayang hingga jatuh di area ilalang yang sudah dirambah tiga orang lelaki tadi. Mereka berdua mengejar bola yang jatuh dilahan yang sudah botak, memperebutkannya dengan berlari sekencang-kencangnya di area jatuhnya bola, mendapatkan bola terlebih dahulu itulah yang menjadi pemenang dan berhak atas sebuah poin.

Kaki-kaki mereka sudah terbiasa berlarian di antara semak-semak dan ilalang, beradaptasi dengan tanaman-tanaman putri malu yang berduri atau tunggul tajam bekas tanaman yang yang dibabat para petani. Kaki tanpa alas sepatu yang hanya memakai sandal jepit beradu kekeuatan mengejar bola ilalang.

Kedua anak tersebut sebenarnya bukan sedang bermain semata, tapi membantu tiga orang lelaki yang sedang membabat ilalang mereka mengumpulkan dedaunan ilalang yang terbang berserakan.

Anak yang menendang bola tadi bernama Amdi, memiliki kulit putih dengan badan yang tegap, rambut tebal berombak, masih berumur delapan tahun. Sedangkan yang satu lagi bernama Romi, kulit hitam manis rambut agak keriting, badan besar berisi berumur sepantaran dengan Amdi.

 “Aku dapat!” seru Romi sambil menginjakan kakinya di atas bola yang dikuasai. Nafasnya terengah-engah. Dadanya turun naik sehabis berlari kencang. Di belakangnya Amdi terjajar beberapa sentimeter tersikut oleh tanganya yang besar.

Amdi juga hampir menguasai bola, ia tadi sudah berusaha mendapatkan bola sekuat tenaga, tapi sebuah tanggul kecil membuat sandalnya hampir lepas karena nyangkut, ia sebenarnya nyaris jatuh, kalau insiden itu tidak terjadi maka ia yakin mendapatkan bola. 

Tak pernah sekalipun Amdi secepat itu dikalahkan oleh Romi pada permainan bola ilalang tersebut, kemarin-kemarin ia selalu mendapat poin lebih dibanding Romi. Hari ini ia harus pasrah bila harus kalah, artinya ia akan mengumpulkan lebih banyak ialang-ilalang yang bertebaran sesuai perjanjian permainan. Sedangkan Romi akan kebagian sedikit saja plus membakar ialang kering yang sudah mereka tumpuk.

“Ayo pekerjaan mengumpulkan ilalang kita mulai!” Ujar Amdi tetap semangat.

Dengan langkah cekatan Amdi menuju tebaran-tebaran daun ilalang yang mulai tampak banyak. Romi menyusul langkah Amdi penuh kegirangan. Dalam hati Romi memuji respon cepat sahabatnya itu atas kekalahannya. Kemarin-kemarin waktu ia kalah mesti dipaksa oleh Amdi dengan banyak jurus. Salah satunya adalah dengan ancaman tak mau bermain lagi jika tidak menjalankan hukuman.

Lihat selengkapnya