Kembali ke Rahim

Faiz el Faza
Chapter #12

Titip Rindu Buat Ayah

Masa putih abu-abu itu akan segera usai. Masa indah itu akan selalu terkenang. Bahkan telah terkenang sebelum benar-benar menjadi kenangan.

Nabila duduk di depan meja belajar. Di depannya ada sebuah foto berbingkai. Di dalamnya termuat fotonya bersama Lina yang sedang memakai baju putih abu-abu. Foto itu diambil setahun lalu ketika ia dan kawan-kawan study tour ke Pangkalan Angkatan Laut Surabaya..

Ia menghentikan berhenti membaca buku. Wajahnya barpaling memandangi foto itu. Pupil matanya tertuju pada baju yang dikenakannya. Sebentar lagi, baju itu tak akan dikenakan lagi. Hanya akan menjadi pajangan, saksi atas suka duka selama tiga tahun menjalani masa SMA. Ia teringat pada yang lain, teman-temannya yang menyenangkan, selalu meramaikan hari-harinya di sekolah. Tak hanya itu. Guru-gurunya yang memberikan segenap ilmu tiada tara, ia tak tahu bagaimana harus membalas jasa-jasanya.

Ia menopang dagu, teringat ia pada gedung-gedung SMA Negeri I Bululawang tercinta. Bunga-bunga yang mekar di depan kelas. Pohon-pohon yang berdiri rindang di sana. Lapangan basket yang luas dipenuhi genangan jika hujan turun. Lorong-lorong sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa-siswi. Perpustakaan yang selalu menjadi markasnya. Semua hal itu akan menjadi kenangan tak terlupakan. Ia tersenyum sendiri mengingati semuanya.

Beberapa hari lagi akan segera diadakan perpisahan kelas XII yang akan dihadiri oleh seluruh siswa-siswi. Acara dipanitiai oleh anak OSIS SMANEBA dan anak kelas angkatannya, akan bahu-membahu menyelenggarakan acara pepisahan yang dibuat dan direncanakan serapi mungkin.

Ia sendiri kebagian tugas melantunkan sebuah lagu. Dalam rapat tadi pagi ketika Ketua Penyelanggara sedang membagi tugas pengisi acara, saat sampai pada pembagian acara menyanyi, ia ditunjuk oleh teman-temannya. Ia sempat menolak. Ia ragu dengan suaranya. Tapi teman-temannya mendukungnya. Ia pun tak kuasa menolak.

Sore itu ia mulai mencari lagu. Setelah membaca buku dan termenung, ia duduk santai di atas tempat tidur, memutar MP3 yang ia pinjam dari Lina tadi pagi. Jempolnya memencet tombol ganti lagu berkali-kali. Lama ia mencari. Ia belum juga menemukan lagu yang cocok. Ia memang tak berpengalaman dengan lagu-lagu. Ia juga tak mempunyai MP3. Apalagi, tidak terlalu gemar mendengarkan lagu. Ia pun juga jarang sekali menonton televisi untuk bisa mengetahui perkembangan musik di MTV. Ia lebih menghabiskan waktunya di depan atas dunia datar 100 x 55 cm.

Ia pun menyerah. Ia beranjak pergi dari rumah menuju kediaman Lina. Ia mendapati ibunya Lina sedang menyiram bunga. Ia menganggukan kepalanya sambil menyapa Bu Hajah itu. Setelah itu, ia masuk menuju kamar Lina. Seketika memasuki kamar Lina, ia melihat si penghuni kamar sedang usai mandi rupanya. Lina sedang menyisir rambutnya yang tampak basah dan segar. Ia mendekat ke arah Lina sambil membawa MP3 yang ia pinjam.

“Sudah ketemu Bil?” tanya Lina sembari menyisir rambut.

“Belum Lin, nggak ada yang cocok kayaknya.”

“Kok bisa ratusan daftar lagu di situ tak ada yang cocok.”

“Nggak tahu Lin.”

“Hm, Nabila, kamu itu terlalu rajin. Tiap hari menghabiskan diri di meja belajar.”

Keesokan harinya di sekolah. Hari itu sudah tak ada lagi pelajaran. Hanya diisi dengan latihan untuk acara perpisahan.

Ia dengan Bintar di depan kelas. Saat itu Bintar sedang berdiri di ambang pintu. Lina dan teman-teman yang lain sedang berada di dalam kelas. Mendiskusikan rencana-rencana. Bintar hendak masuk kelas. Ia berbalik badan dan masuk.

Seketika Nabila memandang pemuda itu. Bintar pun juga demikian. Keduanya saling melempar senyum. Bintar menangkap senyum Nabila, menghentikan langkah dan bertanya padanya, “Kamu mau nyanyi ya di pentas nanti?”

“Iya Tar, kamu kebagian apa?”

“Aku drama.”

“Memerankan apa?”

“Aku tidak memerankan apa-apa, aku tim pendekor.”

“Semoga sukses, Tar.”

Lihat selengkapnya