Tadi malam, langit tak berawan. Bintang-gemintang yang berkerlap-kerlip di angkasa tampak seperti lampu-lampu. Dan pagi ini, cerahnya langit kebangetan. Birunya mengingatkan pada tepi Pantai Balekambang.
Di timur rumah, burung-burung emprit bermanuver, menangkap buruan atau hanya sekadar bergurau dengan kawanan, atau mungkin saja sedang mau kawin, sehingga mencari pasangan, karena di dahan-dahan pohon alpukat dan nangka, burung-burung yang hinggap sahut-menyahut menyanyikan nada perkawinan. Syukur rasanya, melodi alam di Dusun Demang Jaya masih dapat dirasakan, mengingat dusun itu kini telah ramai penduduk. Sebentar lagi, pohon-pohon, ribang, dan lain sebagainya, akan ditebang untuk di-kavling-kan.
Bunga-bunga bugenvil berwarna merah muda di depan rumah Nabila, tampak seperti bunga-bunga sakura, anggun dan bergairah. Mereka bersemi di awal April ini. Beberapa kupu-kupu warna-warni hinggap di atasnya. Mereka diundang secara cuma-cuma.
Di dalam rumah, Nabila duduk di depan cermin. Perias meninggalkannya sebentar. Pintu kamarnya terbuka. Tak berapa lama berselang, Pak Zaid berada di belakangnya dengan memakai setelan jas berwarna abu-abu. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya melihat ayahnya bisa setampan itu. Pak Zaid mendekatinya dan meletakkan kedua tangan di kedua pundaknya. Mereka saling menatap satu sama lain melalui cermin Dalam cermin itu, tampak seorang tua yang gagah dan seorang gadis jelita yang amat cantik.
Namun di mata Pak Zaid, yang tampak di cermin hanyalah seorang ayah dan putri kecilnya yang manis. Bagaimanapun keadaannya, seorang perempuan tetaplah anak kecil di mata ayahnya.