Meskipun mataku terbuka, aku tidak bisa memikirkan alasannya; jantungku berdegup kencang, pikiran kosong. Seolah-olah hipodermis adrenalin telah dikosongkan ke dalam karotidku. Aku menyaring ke dalam kegelapan total, laju pernapasan mulai stabil.
Tiba-tiba aku bangun, setiap pemikiran dalam definisi tinggi. Mataku memandang setiap sinar cahaya dan tanpa ragu aku tahu aku sudah tidur terlalu lama.
Suara berisik di jendela dapat terdengar jelas olehku, lalu lintas padat serta klakson.
Entah mengapa, aku merasa sangat berbeda hari ini.
Tubuhku tidak seberat biasanya dan aku merasa jauh lebih bugar.
Aneh.
Dalam satu lompatan, aku sudah keluar dari kasur dan menuju kamar mandi. Mungkin aku sempat bermimpi akan sesuatu dan belum sadar sepenuhnya.
Cuci muka, pikirku. Itu akan menjernihkan pikiran.
Saat aku memasuki kamar mandi, langkahku terhenti saat aku melihat cermin di samping kananku.
Mataku membelalak karena terkejut.
“AAARGGHH!” dan aku tergelincir lalu terjatuh. Persepsiku tentang waktu terdistorsi, semuanya melambat sampai tidak ada apa-apa, hanya aku dan langit-langit kamar mandi, yang sepertinya menelan seluruh tubuhku. Maju seperti air dari bendungan, menumpahkan wajahku.
Aku merasakan otot-otot daguku gemetar seperti anak kecil dan aku melihat ke arah jendela, seolah-olah cahaya itu bisa menenangkanku.
Aku berusaha bangkit dan menghadap cermin lagi.
Kudekati dan kuamati.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, sebagian besar konsentrasiku terpaku pada orang di dalam cermin.
Reaksi pertamaku adalah merasa senang. Mahkluk asing dalam cermin itu terlihat sangat cantik, bagaikan model. Dia luwes bahkan saat berdiam diri, dan wajahnya yang mulus itu seperti bulan di dalam bingkai rambutnya yang gelap dan tebal.
Kaki serta tangannya halus dan kuat, kulitnya berkilauan lembut, cemerlang bagaikan mutiara.
Reaksi keduaku adalah ngeri.
Siapa wanita itu? Saat pertama kali melihatnya, aku bisa menemukan wajahku dalam sosoknya yang sempurna dan serba halus itu.
Tapi dia terlihat sangat muda! Sedangkan aku sudah berusia nyaris 40 tahun.
Itu membuatku bergidik ngeri.
Sementara aku mengamati, wajah wanita itu ikut mengamati. Bibirku bergerak, dan bibirnya yang penuh itu juga ikut bergerak.
Otakku tergagap sesaat dan mataku menerima lebih banyak cahaya dari yang kuharapkan, setiap bagian diriku berhenti sementara pikiranku menyusul.
Dalam keheningannya yang intens aku entah bagaimana berteriak dengan seluruh tubuhku.
“AARGGHHH!!”
Mata terbelalak ngeri, mulut kaku dan terbuka, wajahku yang kapur kurus dan tak bisa bergerak, tinju mengepal dengan buku-buku jari yang pucat dan kuku-kuku yang menggali dalam-dalam ke telapak tangan.
Wanita muda di cermin itu mengikuti semua gerakanku.
“AARRGGGHHH!!”
Jeritan merobekku seperti pecahan kaca. Aku merasakan mataku melebar dan nadi semakin cepat, jantungku berdebar seperti batu yang berderak di dalam kotak.
“ARRGGGHHH!!”
Teriakan itu datang lagi, putus asa, ketakutan .... Darah mengalir dari wajahku, apa yang terjadi di sini?
Itu wajahku saat masih muda.
Ini cermin.
Aku melihat kedua tanganku, tidak ada lagi keriput, sekarang menjadi sehalus sutra.
“Ini mimpi…ini mimpi yang aneh.”
Aku mencubit dan menampar pipiku, berusaha membangunkan diriku tapi tidak terjadi apa-apa.
Dibutuhkan satu atau dua detik untuk informasi baru untuk menenggelamkanku, meskipun itu tepat di depan mataku, lebih besar dari kehidupan.
Lalu aku merasakan bibirku membentang lebih lebar menjadi seringai menganga dan alisku melengkung ke langit.
Ketakjuban tidak cukup menutupinya. Aku merasa seperti seseorang baru saja mengambil percikan keajaiban dan menuangkan kerosine.
Senyum yang aku perlihatkan di luar tidak bisa mencerminkan apa yang aku rasakan di dalam; itu seperti setiap neuron otak mencoba menembak ke dua arah sekaligus - jenis kelumpuhan terbaik.
“Wow,” seruku lalu menyentuh wajahku, dan wanita di cermin itu mengikuti gerakanku.
Itu benar-benar aku.
Aku benar-benar kembali ke wujudku saat masih muda. Ini luar biasa, sesuai yang kuinginkan.
Tanganku kembali menyentuh wajahku, masih tidak percaya akan apa yang kulihat.
Terdengar langkah kaki seseorang, langkah kaki yang mendekat memiliki suara berat seseorang di atas lantai kayu; seseorang yang belum belajar berjalan dengan tenang dan sebagai gantinya mengandalkan ambang untuk meredam langkahnya.
Setiap langkah kaki secara kacau berjarak dari yang terakhir, tidak ada ritme sama sekali. Siapa pun yang kurang percaya diri, kemungkinan takut.
Terdengar suaranya lagi di belakangku, suara langkah kaki pendek yang pasti.