Selama beberapa hari terakhir aku memberikan berbagai macam latihan soal untuk Mikha. Awalnya dia seperti malas untuk mengerjakannya, namun lambat laun dia mulai ketagihan.
Mikha selalu mengerjakan PR atau belajara di kamarnya bersamaku dan jauh sebelum teman-temannya datang untuk berlatih. Dia mengizinkanku menghempaskan tubuh di kasur, bahkan telah menyiapkan cemilan dan minuman.
Sementara dia mengerjakan soal, dia masih saja sempat mengobrol dengan gembira, hanya membutuhkan dorongan ringan dariku untuk menjaga percakapan bergulir.
Dia memberi tahuku tentang kemajuan belajarnya, membahas tentang kelasnya dan dua sahabatnya.
"Temanmu laki-laki semua, ya?" aku menyela. "Kau persis ibu."
“Apa?” tanyanya bingung.
Aku menepuk jidat. “Maksudku, kau persis ibuku. Ibuku juga memiliki banyak teman laki-laki.”
Mikha terkekeh. "Entahlah. Tapi teman-temanku ini juga dekat dengan Kevin. Sebelum aku berpacaran, kami berteman dengan baik.”
"Teman baik." Aku mengangkat satu alis.
"Tidak, benar kok. “
"Jadi kau dekat dengan mereka, ya?" tanyaku sambil mengesap jus jeruk.
Mikha tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. "Lumayan. Entah mengapa aku nyaman bergaul bersama mereka. Terutama dengan Kevin, "dia menatapku."Aku bahagia bersamanya walaupun terkadang dia sedikit kasar dan menyebalkan. Tapi dia yang paling mengerti diriku." Wajahku terlihat cukup khawatir, jadi dia mengalihkan pembicaraan. "Um, lalu ini bagaimana?"
Aku mengeluarkan suara erangan yang keras, menggigit bagian bawah bibirku, dan memutar mataku. "Kau harus menguraikan numerusnya.” Jariku menunjuk jawaban yang sedang dia kerjakan. “Usahakan kita ubah ke bentuk yang sudah ada pada soal.”
“Maksudnya?”
“Begini, di soal diketahui 2log 8 dan 2log 7. Karena numerusnya 8 dan 7, kita uraikan 14 menjadi 7 × 2 dan 16 menjadi 8 × 2 agar kita bisa ketahui hasil akhirnya.”
Aku menuliskan jawabannya di samping jawaban miliknya.
Mikha mengangguk lalu melanjutkan.
Hari yang sangat aneh.
Aku menikmatinya. Bahkan di rumah ini, di kamar anakku, hanya mempelajari sesuatu yang kupelajari dulu saat masih SMA. Harus kuakui sudah sangat lama sejak terakhir kali aku mempelajari hal-hal seperti ini, sehingga membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Tapi, syukurlah aku bisa membantunya dengan baik.
Dan nilai kuisnya kemarin sudah membaik, dari yang awalnya 45 sekarang menjadi 70.
Aku ingin agar dia bisa secerdas aku dulu dan mengambil kesempatan yang aku buang dulu. Malah dia seperti memiliki kehidupan yang jauh lebih seru daripada aku.
Dulu aku tidak pernah bermain dalam sebuah band, aku benar-benar seorang anak kutu buku. Tapi anakku ini, walaupun berusaha belajar dengan baik, dia tetap menikmati waktu bersama teman-temannya dan menemukan passionnya.
Benar-benar membuatku bangga. Aku harap suamiku juga mengetahui hal ini.
Awalnya aku bertanya-tanya mengapa aku merasa jauh berbeda sekarang, apakah ada pengaruh dengan berubah seperti ini?
Aku mulai berpikir bahwa itu kebanyakan dari Mikha. Bukan hanya karena dia selalu senang melihatku, atau bahwa dia senang menghabiskan waktu bersamaku, atau bahkan senang curhat padaku. Tidak ada yang berhubungan denganku sama sekali.
Itu adalah Mikha sendiri. Mikha hanyalah orang yang selalu bahagia –saat dia berada di rumah- dan ia membawa kebahagiaan itu bersama dia seperti aura, membaginya dengan siapa pun yang ada di dekatnya.
Seperti matahari yang membumi, kapan pun seseorang berada dalam tarikan gravitasinya, Mikha menghangatkan mereka.
Itu wajar, bagian dari siapa dia.
Tidak heran aku sangat ingin melihatnya.
Sayang sekali, dengan adanya Kevin di sekolah, itu mengubahnya menjadi orang yang berbeda 180 derajat.
Keesokan harinya, aku memutuskan mengajaknya untuk belajar di rumah Putri. Sayangnya, Putri sibuk bekerja sehingga dia meminta supir untuk menjemput kami.
Saat dalam perjalanan, Mikha mengomentari lubang menganga di dasbor mobilku, itu tidak membuatku panik seperti seharusnya.
"Apakah stereo rusak?" dia bertanya-tanya.