Kembali Lagi

Bla
Chapter #15

Kenangan

“Ada kencan, ya?” godaku.

Dia tertawa. “Tidak, tidak ada. Saya tetap mencintai istri saya, dan jujur saja saya merindukannya. Rasanya sepi tanpa kehadirannya di rumah ini.”

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

Dia tertawa gugup, merasa canggung. “Entah mengapa saya malah menceritakannya padamu. Maaf, Gita.”

Aku menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa, om.”

Mendengarnya akan pergi berkencan, aku jadi teringat dengan momen kencan kami sehari sebelum dia melamarku.

Kami mengendarai mobil untuk sesaat dalam keheningan yang tenang, udara sejuk malam meniup helai rambutku yang lembut.

Aku menatap wajah Hindra dengan kagum dan berpikir betapa beruntungnya aku bisa memiliki pacar sesempurna dia.

Sesampainya kami di sebuah restoran mewah, Hindra menuntunku ke sebuah meja kecil di sebuah restoran yang tenang. Suasananya sangat kosong, jelas Hindra telah memesan seluruh restoran untuk kami berdua. Dia menarik keluar kursinya untukku dan menunggu hingga aku sudah merasa nyaman lalu duduk di seberangku.

Satu-satunya cahaya adalah dari beberapa lilin yang ditempatkan dengan baik. Seorang pramusaji mendekat dan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, menyajikan es teh.

Tidak ada menu. Hindra telah memesan untuk kami terlebih dahulu.

Kuraih gelasku dan menyesapnya, membuat Hindra menatapku dengan lembut. Dia memperhatikanku, membuat pipiku memerah dan tersipu malu.

Dia bagaikan seorang pengintip melihat ke dunia rahasia. Dia tersenyum hangat kembali seolah-olah untuk menghiburku. Itu membuatku mulai menikmati tatapannya. Merendamnya. Merasakan matanya bergerak di atasku. Dari mataku ke hidungku, pipiku, bibirku. Lagi-lagi, wajahku memerah dan kali ini, dia juga.

Kami mengunci mata di seberang meja. Segala sesuatu di sekitar kami memudar. Kami berada di alam semesta milik kami sendiri. Hilang di kedalaman mata masing-masing. Aku bisa merasakan keinginanku sendiri, ingin memilikinya. Tapi itu bukan nafsu. Tenang, lembut, terkontrol. Dengan rasa rindu untuk melarikan diri selamanya ke alam semesta di sekitar kami.

Kami nyaris tidak memperhatikan pramusaji ketika dia menempatkan hidangan di hadapan kami. Sepiring nasi berwarna kecokelatan dengan beberapa potongan daging yang ditusuk dengan lidi serta sayuran.

“Apa ini?” tanyaku penasaran, semuanya terlihat lezat.

“Itu nasi goreng, kesukaanmu,” jelas Hindra sambil tersenyum.

Lihat selengkapnya