KEMBALI PULANG

Nussaiba Zahra
Chapter #2

Membangun Rumah

Ini adalah rumah ketiga yang akan Annisa kunjungi selama tiga minggu terakhir.

Tidak mudah memang menemukan sebuah rumah yang cocok untuk ditinggali. Dengan anggaran dana terbatas serta deretan daftar kelayakan rumah yang harus dipenuhi. Jujur saja Annisa tidak terlalu optimis dapat menemukan satu rumah pun. Energi dan fikiran prempuan berusia 24 Tahun itu sudah hampir habis terkuras. Dirinya mulai merasa lelah atas pencarian yang tidak nampak juga ujungnya. Terlebih lagi semua proses melelahkan itu harus dia lalui sendirian. Delapan rumah sebelumnya yang selama beberapa bulan terakhir sudah Annisa kunjungi sangat jauh dari definisi layak. Jemari tangannya secara refleks terangkat untuk menyentuh kerut diantara kedua alisnya yang tertaut, mulutnya pun perlahan menghembuskan helaan nafas yang dalam. Perempuan disebelah Annisa yang sedari tadi diam dan hanya berkonsentrasi pada lalu lintas jalan ikut menolehkan sedikit pandangannya ke arah Annisa.

“Apakah semua baik-baik saja?” tanya perempuan tersebut,

“Ah ya tidak apa-apa, semua baik-baik saja. Tidak usah khawatir” tukas Annisa, senyum lembut yang dipaksakan kini terlukis diwajahnya yang tampak sedikit pucat,

“Jika ada sesuatu yang salah, jangan sungkan untuk memberitahu saya” perempuan tersebut melanjutkan. Merasakan sebuah kekhawatiran dalam suara perempuan itu, Annisa dengan tanggap menjawab,

“Tentu saja, terimakasih banyak” Annisa kembali tersenyum meskipun perempuan itu tidak lagi memperhatikannya. Perempuan di samping Annisa sangatlah ramah. Wajahnya terlihat muda, meskipun terdapat kerutan-kerutan halus disudut-sudut mata dan garis senyumnya. Beberapa helai rambutnya pun sudah terhiasi pudar warna abu-abu muda.

Setelah memastikan penumpang yang mengenakan kerudung navy itu baik-baik saja, perempuan itu kembali menoleh kearah depan. Perhatiannya kini sudah kembali fokus menyusuri jalanan beraspal yang tidak begitu ramai. Sejak berangkat dari kantor pemasaran 30 menit lalu, kedua tangannya selalu mengendalikan kemudi setir dengan cermat. Tidak sedetik pun perhatiannya terbagi pada hal lain.

“Apakah ada orang lain yang akan ikut bergabung hari ini? Selidik perempuan itu,

“Seharusnya suami saya akan ikut bergabung dengan kita hari ini, saya sudah memberitahukan informasi dan alamat rumah ini kepadanya” Annisa menjelaskan,

“Ah bagus sekali! Jujur saja saya sedikit khawatir sebelumnya, rumah ini cukup jauh dari mana-mana. Diperlukan berkendara sekitar kurang lebih tiga puluh menit dari area pinggiran kota. Kendaraan umum pun sayangnya hanya tersedia di jalan utama. Selain itu hanya ada beberapa rumah lain di area ini yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Tetangga terdekat rumah ini saja berjarak tiga ratus meter jauhnya…pokoknya benar-benar deh, sangat sepi dan agak sedikit merepotkan” ucap perempuan itu dengan runtun menjelaskan.

“Kalau begitu, mungkin itulah alasan kenapa harga rumah ini relatif murah” Annisa menimpali,

Meskipun tidak terucap, Annisa mampu menangkap maksud sebenarnya dari perkataan perempuan tersebut. Sepertinya dia lebih khawatir jika ada seorang perempuan seperti Annisa yang tinggal sendirian di tengah area sepi seperti itu. Sangat masuk akal, apalagi perempuan tadi berasumsi bahwa si calon pembeli rumah tidak memiliki kendaraan pribadi. Sebelum Annisa sempat menjelaskan lebih lanjut, perempuan itu sudah kembali berbicara,

“Harganya memang sangat murah, saat pertama kali berkunjung untuk keperluan pemasaran, jujur saja saya sedikit kaget ketika melihat kondisi rumah ini. Awalnya saya mengira rumah ini akan sangat buruk, tetapi justru sebaliknya, selain cat dasar dan furnishing kayu pada beberapa bagian rumah, semua kondisi lain di rumah ini baik-baik saja, fondasi lantai, dinding, dan atap nya masih seperti baru. Jalur listrik, lampu, gas dan air juga sudah terpasang dan dipastikan berjalan, mereka tidak ada masalah.” perempuan itu terdengar lebih bersemangat dari sebelumnya.

Lihat selengkapnya