"Latisha, kau jangan lupa ya balas suratku nanti!" Diana memegang tangan Latisha dengan kedua tangannya. Latisha tidak mengiyakan dan tidak juga mengangguk, Latisha hanya menatap gadis bermata hijau di hadapannya.
"Latisha?" Diana merasa Latisha mengabaikannya setelah perayaan ulang tahunnya, Latisha juga tidak mendatangi kamarnya seperti biasa untuk bercerita beberapa hari ini.
"Diana, sudah saatnya kita kembali pulang." Ibunya Diana menarik Diana dan berpamitan dengan keluarga utama Hildegard.
Kediaman Diana sangat jauh dari ibukota kerajaan, dengan kereta kuda perlu menempuh perjalanan hingga 3 hari lamanya. Hari ini baru hari kedua perjalanan mereka, tujuan mereka berikutnya adalah kota kecil untuk beristirahat, tapi mereka harus melalui hutan belantara dulu. Hari masih siang, Diana masih berada di dalam kereta kuda bersama kedua orang tuanya yang sedang mengobrol.
"Diana, apakah kau sedang bertengkar dengan Latisha?" Tanya Ibu Diana mengingat kejadian kemarin.
"Tidak, Ibu."
"Berarti dia saja yang sombong! Diana, bagaimana pun juga kau harus mendekati Latisha, apalagi sekarang beredar gosip bahwa Pangeran Mahkota jatuh hati kepadamu, kamu harus memanfaatkan Latisha!" Ayah Diana tersenyum licik mengingat gosip yang Ia dengar di ibukota.
"Ayah, itu hanya kesalahpahaman saja."
"Kesalahpahaman? Bukannya kau juga suka dengan Pangeran Mahkota sejak dulu?" Ibunya mendukung ucapan Ayah Latisha, kedua orang tuanya berharap Diana dapat menikah dengan keluarga bangsawan terhormat, keluarga kerajaan bila perlu.
"Betul! Kau harus mengambil kesempatan ini! Ayah sudah muak tinggal di daerah terpencil! Lagipula kau lebih cantik, lebih anggun, dan lebih mudah bergaul daripada Latisha itu, keponakan yang arogan!"
"Ha! Benar suamiku, keluarga kakakmu itu memandang kita sebelah mata saja, pelayanan yang mereka berikan juga biasa saja, lihat saja kita tidak diberikan hadiah perhiasan apapun!!"
"Lihat saja nanti istriku, suatu saat kita dapat menghancurkan keluarga mereka!"
"Apakah kau punya rencana khusus, suamiku?"
Diana mendengarkan ayah dan ibunya berbicara, lalu tersenyum. Setelah itu, Diana menutup buku dan meletakkannya di pangkuannya, lalu Ia menatap keluar jendela. Diana merasa mengantuk lalu menunduk dan memejamkan mata.
Tiba-tiba.. Kereta kuda itu berhenti dan kereta berguncang hebat.
-----------------------------
Latisha baru saja selesai mandi setelah latihan yang diberikan ayahnya, ketika keluar dari kamar untuk pergi ke ruang minum teh, kepala pelayan berjalan ke arah ruang kerja Duke Hildegard dengan wajah yang pucat. Latisha mengernyitkan dahinya, Ia pun ikut berjalan ke arah ruang kerja Duke Hildegard. Di depan pintu ruang kerja sudah ada ibunya dengan ditemani para pelayan dan kepala pelayan.
"Ada apa Ibu?"
Duchess Hildegard menengok ke arah suara yang memanggilnya, wajahnya terlihat panik.
"Apakah ayahmu masih berada di tempat latihan?"
"Tidak, ayah bilang ayah mau ke ruang kerja sebentar melihat beberapa berkas, sepertinya ayah di dalam."
"Ada apa?" Duke hildegard membuka pintu ruang kerjanya dan mendengar suara ramai di depan pintu kerjanya.
"Mari kita bicarakan di dalam," Duchess Hildegard menarik Latisha ke dalam ruangan dan kepala pelayan turut masuk ke dalam ruang kerja, "Kepala Pelayan, tolong kau ceritakan apa sebenarnya yang terjadi."
"Tuan Duke, Tuan Owen dan Nyonya Olivia diserang oleh para bandit di hutan perbatasan."
"Apa?! Apakah mereka baik-baik saja?" Duke Hildegard kaget mendengar berita tersebut, walaupun Owen von Hildegard memiliki ibu yang berbeda dengannya, Owen tetaplah adiknya.
"Para bandit itu sangat keji, mereka menghabisi seluruh penjaga dan pelayan, Tuan Owen dan Nyonya Olivia sekuat tenaga melindungi Nona Diana. Nona Diana berhasil lari dengan pelayan pribadinya ke rumah warga terdekat, tetapi...." Kepala Pelayan merasa suaranya tidak dapat keluar dan menahan diri agar emosinya tidak terlihat.
"Tetapi?" Tidak hanya Kepala Pelayan yang menahan diri, Latisha juga menahan wajah bahagia dan senyum di wajahnya, Ia tidak sabar mendengar berita bahagia itu. Latisha tidak menyangka bahwa Einhard mengabulkan permohonannya dengan sangat cepat dan natural.
"Tuan Owen dan Nyonya Olivia meninggal dunia."
Duchess Hildegard memalingkan wajahnya, mengeluarkan saputangan dan menangis, sedangkan Duke Hildegard menatap Kepala Pelayan dengan tidak percaya. Latisha juga mengeluarkan saputangan berpura-pura sedih dan menutup mulutnya, Latisha tersenyum.
"Kepala pelayan, tolong siapkan pemakaman untuk Owen dan Olivia, lalu persiapkan kamar untuk kedatangan Diana."
Latisha menatap ayahnya, ayahnya sungguh baik hati kepada ketiga orang itu. Seandainya ayahnya tahu apa yang dilakukan mereka bertiga kepada dirinya, ayahnya pasti tidak akan sebaik ini. Latisha menghela napas.