Mujur bagi Kamini, atasannya berkenan memberinya izin pulang meski topik utama rapat belum tuntas diselesaikan. Kendati beroleh lega, namun tetap saja suasana batinnya resah. Sementara isi kepalanya riuh memikirkan keberadaan putri semata wayangnya.
Tiba di sekolah Lala, Kamini mendapati mobil suaminya masih terparkir di taman yang berhadap-hadapan dengan bangunan sekolah. Usai memarkirkan mobilnya di samping mobil suaminya, ia memastikan bila suaminya tidak berada di dalam mobil.
Menoleh ke arah bangunan sekolah Lala, Kamini menemukan bila gerbang sekolah terlihat sedikit membuka. Padahal suaminya tadi berkata jika gerbang sekolah dalam kondisi terkunci rapat. Ada kemungkinan suaminya melihat penjaga sekolah, lantas meminta izin masuk ke dalam sekolah demi mendapatkan informasi soal Lala. Karenanya Kamini lalu berjalan menuju gerbang sekolah.
Benar saja, Kamini menemukan suaminya di depan kantor guru. Suaminya terlihat asyik mengobrol bareng seorang pria yang dikenalnya sebagai Pak Hendro, salah satu guru di sekolah ini. Kelihatannya Pak Hendro tengah piket karena masih berada di sekolah.
“Ni, ini Pak Hendro, guru piket. Barusan Pak Hendro cerita lihat Lala lagi nunggu di depan kantor guru,” ujar suaminya sewaktu memperkenalkan Pak Hendro padanya. Suaminya tidak tahu kalau Kamini sudah mengenal Pak Hendro.
Sebenarnya Kamini sendiri beberapa kali pernah terlambat menjemput Lala. Bukan masalah besar. Lala tahu betul apa yang mesti dilakukan andai ibunya terlambat menjemput. Lala akan menunggu di depan kantor guru. Di sana selalu ada guru piket yang akan mengawasi Lala.
“Benar tadi Lala sempat nunggu di sini, Pak Hendro?”
“Benar, Bu. Saya malah sempat kasih tahu Lala kalau ayahnya sudah nunggu di mobil. Tapi, Lala malah berdalih kalau ayahnya lagi tidur di mobil. Sambil nunggu ayahnya bangun, Lala memilih nunggu di depan kantor seperti biasanya.”
Langsung Kamini mendelik ke arah suaminya.
“Terus Lala pergi kemana ya, Pak Hendro?” tanya Kamini, kembali berhadapan muka dengan Pak Hendro.
“Setengah jam lalu saya masih lihat Lala di sini, Bu.”
“Setengah jam lalu ....”
“Malah kurang kayaknya. Saya pikir Lala sudah masuk ke mobil ayahnya, tahunya ....”
“Waktu aku meneleponmu tadi, aku benar-benar enggak lihat Lala di depan kantor guru kok,” sela suaminya, seperti tak mau dipersalahkan.
“Mas Has, kan enggak sempat masuk sekolah? Cuma di luar karena gerbangnya terkunci. Jadi enggak bisa lihat Lala nunggu di depan kantor guru.”
“Pintu gerbangnya enggak dikunci kok, Pak. Cuma ditutup rapat saja.”
“Mana aku tahu gerbangnya enggak dikunci,” kembali suaminya berdalih.
“Bisa jadi Lala lagi berada di toilet sekarang. Sudah seminggu ini jam buang air besarnya di waktu siang hari. Lala juga lagi sembelit, jadi suka lama berada di dalam toilet,” ucap Kamini begitu satu pemikiran melintas di dalam kepalanya.
Lekas Kamini berjalan menuju toilet sekolah yang letaknya agak di belakang. Sesampainya di sana ia kembali memanggil-manggil Lala, namun tak ada sahutan balik. Penasaran ia kemudian membuka satu demi satu pintu toilet. Kosong semua. Tak ada Lala di sini.