Kembang Berdendang

Omius
Chapter #3

Bunga Bernyanyi

Setelah meyakini bila Lala berada di dalam Rumah Batu, Kamini kesulitan menemukan ruang di mana Lala terjebak di dalamnya. Meski sudah berteriak-teriak memanggil Lala, namun hanya gema yang menanggapi panggilannya. Bahkan untuk mendengar suara teriakan Lala pun telinganya masih kesulitan. Padahal ia, suami, dan Pak Hendro telah berhasil masuk ke dalam Rumah Batu.

“Saya ingat sekarang, guru senior pernah cerita pada saya kalau di dalam Rumah Batu terdapat kamar rahasia. Hanya pemiliknya yang tahu keberadaannya. Sepertinya kamar rahasianya dirancang kedap suara.”

Walau dapat menjelaskan sebab Lala tak bereaksi atas panggilannya, namun keterangan Pak Hendro tidak serta-merta menenteramkannya. Malah menambah risau Kamini begitu membayangkan, seperti apa kepanikan Lala yang tengah terjebak di dalam ruang kedap suara.

“Satu-satunya akses masuk kamar rahasia yang kita ketahui ya lubang cerobong asap itu,” ujar Kamini sembari memandangi menara cerobong asap yang mencuat di atap rumah. Barusan ia, dan dua lelaki yang menyertainya telah kembali keluar dari dalam Rumah Batu.

“Iya benar, kenapa kita enggak berpikir seperti itu, “ sahut suaminya, membenarkan pendapatnya. “Biar aku yang panjat cerobong atapnya. Kalau cuma setinggi rumah sih masih gampang kupanjat.”

“Kalau cuma manjat menaranya Mas Has mungkin masih bisa. Masalahnya Mas Has nanti mesti turun lewat lubang cerobongnya, gimana itu?”

“Ya tinggal merayap turut kayak cicak.”

“Yakin Mas Has bisa merayap turun tanpa tali, tanpa alat bantu, dan tanpa pengalaman jadi atlet panjat dinding?”

Beroleh sentilan menohok darinya, suaminya cuma bisa terkekeh lagi.

“Ingat, bagian dalam dinding menara cerobong pastinya licin karena jelaga. Mas Has bakalan jatuh ke bawah. Padahal saat ini perapiannya sedang menyala. Mau jadi sate?”

Pak Hendro sampai tersenyum-senyum mendengar rencana konyol suaminya. Sementara Kamini untuk kesekiankalinya harus bersabar diri, padahal saat ini dirinya tengah cemas sekali.

 “Paling tidak Lala mesti tahu kalau ayahnya sudah berniat menjadi pahlawan penyelamat.”

“Niat aja enggak cukup, Mas Has. Mesti dibantu otak juga!”

“Terus gimana kita sekarang, masa harus diam saja?”

“Telepon Bapak, minta tolong dikirim anak buah kemari buat nolong Lala.”

“Aduh, kenapa aku enggak kepikiran ya?” sahut suaminya sembari menepok-nepok jidat. Polos sekali suaminya bersikap, sampai tak tahu kalau ada orang lain yang kembali tersenyum-senyum.

Meski tengah berada di luar kota, namun ayah suaminya adalah komandan di satu kesatuan militer di Jabodetabek. Bukan persoalan memerintahkan anak buah untuk segera datang ke Rumah Batu. Benar saja, tak butuh waktu menunggu hingga satu jam lamanya, sejumlah anak buah mertuanya telah berdatangan lengkap dengan perlengkapan memanjat.

Cekatan sekali anak buah mertuanya dalam mengevakuasi Lala. Mereka memang memasuki kamar rahasia lewat menuruni lubang atas menara cerobong asap. Syukur, Lala berhasil ditemukan dalam kondisi sehat tak kurang apa pun.

Rasanya seperti terlepas dari himpitan tembok runtuh, begitulah kelegaan Kamini mendapati Lala yang tampak tidak mengalami trauma, apalagi terluka. Anak itu malah tertentang ceria, terutama ketika digendong anggota TNI memanjat menara cerobong asap.

Bagaimana Lala sampai terjebak ke dalam kamar rahasia di Rumah Batu tentu akan menarik perhatiannya. Namun, Kamini lebih memilih menanyakannya nanti di rumah saja. Mendekap erat-erat, serta tiada henti mencium dahi Lala, demikian yang dilakukan Kamini dalam mengekspresikan kelegaannya.

***

 

“Ayah enggak bangun-bangun, padahal Lala sudah teriak-teriak panggil Ayah. Terus Lala nunggu saja di depan kantor guru,” cerita Lala pada ibunya beberapa jam setelah pulang ke rumah.

“Lala lihat kelinci lagi?”

“Iya, Bu. Pas nunggu Lala lihat kelinci di taman sekolah. Terus Lala kejar kelinci sampai Rumah Batu.”

“Lala nerobos sela-sela pagar, ya?”

“Lala lupa, Bu,” jawab Lala polos. Ia merasa bersalah. Ibunya pernah melarang dirinya menerobos pagar Rumah Batu.

Lala beruntung, ibunya tengah bersyukur tiada tara. Lala tak beroleh amarah.

Lihat selengkapnya