Kembang Berdendang

Omius
Chapter #4

Dendang Suara Nenek

 Siang ini Kamini telah tiba di Taman Widya, sebuah taman yang berada tepat di depan sekolah anaknya. Rencananya ia hendak menjemput pulang Lala, putrinya semata wayangnya. Semenjak kejadian Lala terperangkap di dalam kamar rahasia Rumah Batu, ia sudah tidak lagi mempercayai suaminya untuk antar jemput anak. Sebisa mungkin tugas tersebut dikerjakan olehnya sendiri. Kalaupun terpaksa berhalangan, ia akan meminta teman yang dipercayanya.

Taman Widya yang sepi sengaja dipilihnya untuk menunggu. Di taman tersebut Kamini dapat menjauh dari kerumunan ibu-ibu muda yang seperti halnya dirinya, sama-sama hendak menjemput anak pulang sekolah. Berlainan dengan orangtua murid lainnya, Kamini cenderung kurang menyukai aktivitas menghabiskan waktu lewat obrolan tak bermanfaat.

Satu jam kemungkinan dirinya mesti menunggu di Taman Widya, namun Kamini tak bakalan merasakan jemu. Ia justru menikmati sekali aneka bunga yang mengerubunginya. Taman yang dibangun oleh yayasan sekolah ini memang dominan ditumbuhi bunga. Kebanyakan berasal dari sumbangan para orangtua murid.

Dari sekian banyaknya aneka bunga yang tumbuh di Taman Widya, ada satu yang kuat menarik atensinya. Empat langkah di depan bangku taman yang tengah didudukinya, kerumunan bunga lavender berwarna ungu menampak di hadapannya. Bunga-bunga yang sedang semarai itu tersimpan dalam pot-pot kecil. Setiap pot menggantung pada empat buah palet kayu yang tertata apik.

Bunga-bunga lavender itu belum lama hadir di Taman Widya. Mungkin baru sekitar dua mingguan. Sebelumnya panorama yang biasa dilihatnya saat duduk di bangku taman hanyalah rerumputan. Tak heran bila dirinya semakin betah duduk di bangku taman ini.

“Siapa ya orangtua murid yang sekreatif ini?” Kamini berkata seperti itu dikarenakan memuji ide pemanfaatan palet kayu sebagai rak penyimpan pot. Terlihat artistik berkat penampakan guratan-guratan serat kayu pada palet.

Tengah menikmati keindahan bunga-bunga lavender dalam pot, tahu-tahu bola matanya berpaling menuju bangunan sekolah, tepatnya pada jendela di samping kelas tiga, ruang di mana Lala belajar bareng teman-teman sekelas. Bibir penuhnya kemudian merentang, mengukir senyuman.

“Sudah sering Ibu ingatkan, tapi Lala masih juga ketiduran di kelas,” gumamnya.

Bola matanya memang tajam, malah teramat tajam layaknya mata elang yang tengah mengintai mangsanya di bawah. Dalam jarak dua ratusan meter dari tempatnya duduk di bangku taman, sorot bola matanya masih mampu menembus jendela kelas tiga. Kamini mendapati jika Lala kiranya tengah tertidur di kelas. Dengan melipatkan kedua tangan sebagai pengganti bantal, Lala terlihat merundukkan kepala di atas meja kelas.

Meski sempat dibuat kesal, namun tingkah Lala yang ketiduran di kelas ternyata cukup menghiburnya. Malahan sempat mengalihkan maksud dan tujuan dirinya datang satu jam lebih awal dari biasanya ke Taman Widya, selain menjemput Lala tentunya. Namun, untungnya Kamini lekas teringat kembali akan misi utamanya datang kemari.

Tampak kemudian Kamini yang merogoh tangannya ke dalam tas selempangnya. Ia hendak memungut sebotol air mineral yang dibawanya dari rumah. Bukan bermaksud menegak air karena siang ini cuaca tengah terik, melainkan hendak menyiram bunga-bunga lavender di dalam pot.

Usai menyiram tanaman hias di depannya, selanjutnya ia hanya kembali duduk dibangku taman. Sekilas Kamini seperti tengah menantikan sesuatu. Selama duduk menanti, tangannya kembali merogoh ke dalam tas selempangnya. Kali ini ia memungut ponselnya.

Tak jelas apa maksudnya. Tahu-tahu ia menyodorkan ponselnya ke depan, hingga nyaris menempel ke kerumunan bunga lavender. Sekilas Kamini terlihat bak jurnalis yang tengah mewawancarai nara sumber. Sebelumnya ia telah mengaktifkan mode perekam suara di ponselnya.

Sejak lama Kamini tahu, tanaman sesungguhnya mampu berkomunikasi dengan manusia. Hanya saja metode komunikasi yang mereka pakai masih sukar dipahami. Meski begitu belum muncul ketertarikan dirinya untuk mempelajari, bagaimana tanaman berkomunikasi.

Bukan karena tahu tanaman mampu berkomunikasi, sehingga Kamini lantas mengamini cerita Lala sewaktu terperangkap di kamar rahasia, mendengar bunga berdendang. Lala cuma ketiduran, lalu memimpikan bunga berdendang. Hanya saja mimpi Lala bukan sembarang mimpi ternyata. Lirik lagu yang didendangkan bunga dalam mimpi Lala kiranya sumber inspirasi. Memberi ide bagi Lala untuk bisa keluar dari dalam kamar rahasia.

Sampai lima hari lalu satu kejadian janggal menimpanya di taman ini. Mirip-mirip dengan pengalaman Lala, namun bukan dalam alam mimpi. Kamini akhirnya berubah pikiran. Keingintahuan akan bahasa tanaman lantas mencuat begitu saja.

Sesaat kemudian telinganya mendengar dendang suara yang dilantunkan oleh seorang perempuan. Barangkali seorang nenek karena dendang suaranya terdengar parau dan bergetar. Kamini sendiri telah memastikan, di sekitarnya tiada seorang pun pengunjung taman tengah berada, apalagi nenek-nenek melintas. Beberapa orangtua murid yang mulai berdatangan hanya duduk-duduk menanti di depan sekolah, cukup berjarak dengan posisinya saat ini.

Lihat selengkapnya