Kembang Berdendang

Omius
Chapter #7

Pujian

Dua orang perempuan tengah tekun di dalam laboratorium nano milik Arena Riset. Hanya mereka berdua di sana. Sedari tadi perhatian mereka cuma tertuju pada sistem mikroskop nano, khususnya pada bagian layar monitor. Kelihatannya mereka sedang membahas citra yang ditampilkan pada layar monitor.

Salah seorang perempuan yang rambut bergelombangnya dibiarkan terurai melebihi bahu, serta mengenakan jas lab putih tampak paling sering menunjuk-nunjuk layar monitor. Perempuan yang tak lain Kamini itu sedari tadi terus berbicara. Sedangkan perempuan yang rambutnya dipotong bob pendek, berdagu lancip, dan hanya berpakaian kantoran biasa lebih banyak mengangguk-angguk. Perempuan yang biasa dipanggil Hera itu cuma sesekali menyela Kamini.

“Ini, kamu benar-benar jenius!” puji Hera sembari menyebut panggilan akrab Kamini. Baru saja ia selesai mendengar paparan temannya yang berprofesi sebagai peneliti.

 “Jenius? Biasa saja sih menurutku.”

“Kayak gini disebut biasa saja. Yang ginian layak disebut produk inovasi!”

“Sebelumku, telah ada peneliti lain yang juga memanfaatkan teknologi nano. Aku bukan inovator, hanya pengikut saja.”

“Ini memang bukan peneliti pertama yang memanfaatkan teknologi nano. Tapi, yang mampu mengisolasi semua polutan, menurutku baru Ini yang bisa melakukannya.”

“Yang membedakan hasil penelitianku dengan peneliti lainnya cuma itu,” tanggapan Kamini atas sanjungan Hera tadi. Ia menunjuk pada lemari kaca. Ada sejumlah peralatan laboratorium di dalam lemari kaca tersebut. Namun, telunjuknya lebih mengarah pada satu alat yang sekilas mirip microwave. Sebuah alat yang tak lain mesin canggih pembentuk partikel nano.

 “Dan juga ini,” lanjutnya sembari menepuk-nepuk satu set mikroskop nano yang barusan digunakannya, “keberhasilanku lebih dikarenakan sokongan peralatan mutakhir yang harganya selangit. Sedangkan peneliti-peneliti lain tak seberuntung aku.”

Dalam hati Hera membenarkan pernyataan teman baiknya. Adalah fakta, salah satu kelemahan para peneliti negeri ini terdapat pada minimnya peralatan riset yang memadai. Akibatnya riset di negeri ini tertinggal dari negara lain. Kamini sudah membuktikan, lewat peralatan riset yang memadai para peneliti negeri ini sesungguhnya mampu unjuk gigi. Tak perlu kalah, apalagi minder dari koleganya di luar negeri.

Arena riset, lembaga penelitian swasta tempat Kamini bekerja memang berbeda sekali. Bila lembaga serupa di tanah air umumnya serba ketinggalan, tidak demikian halnya dengan Arena Riset. Sejumlah peralatan penelitian mutakhir generasi anyar, yang menjadi standar laboratorium-laboratorium kelas dunia tersedia di sini.

Amatlah Hera mendamba bekerja di Arena Riset, bareng bersama Kamini yang juga rekan mengajarnya di satu universitas di Jakarta. Hanya saja meski temannya itu telah menyelipkan rekomendasi dalam CV-nya, namun para petinggi Arena Riset tetap menilainya berbeda. Dirinya masih dianggap kurang memenuhi standar kompetensi mereka. Tak heran kalau dirinya spontan antusias, manakala Kamini siang ini mengajaknya main-main ke laboratorium nano Arena Riset.

“Tetap saja faktor a man behind the sword adalah yang utama.”

“Kalau begitu pujilah aku sepuasmu lagi!”

“Tak akan bosan aku memujimu. Tapi, bukan untuk otak encermu!’

“Sepertinya aku mulai mengendus ejekan.”

“Aku sungguh heran, seorang perempuan yang malas bersolek, doyan bermusuhan dengan kapster salon, tapi bisa-bisanya selalu elok dipandang.”

“Begitu ya.”

“Coba bibirmu yang indah ini rajin kamu oles lipstik. Tak perlu tebal-tebal, tipis saja sudah akan terlihat merekah,” saran Hera di dekat telinga sahabatnya. Telunjuknya diarahkan pada bibir penuh Kamini yang hari ini tampak pucat. Kentara bila sahabatnya tidak memoleskan lipstik di bibir.

Hera memang rajin menyayangkan Kamini yang cenderung kurang peduli dengan tampilan. Sehari-hari teman baiknya hanya tampil minimalis, polos, malah kadang berantakan dalam selera fashion. Berbeda dengan para perempuan pada umumnya, Kamini seperti alergi dengan segala produk kecantikan. Beruntung Kamini dikaruniai wajah rupawan. Periset muda itu akan selalu tertampak segar kendati cuma bermodal cuci muka

Lihat selengkapnya