Kembang Berdendang

Omius
Chapter #8

Ancaman PHK

Sepulang dari kampus tempatnya mengajar Kamini tak lantas kembali pulang ke rumah. Hera meminta waktu untuk bertemu dengannya. Lewat jaringan pribadi Hera mendesak dirinya, supaya siang nanti bertemu di sebuah kafe di kawasan Kemang.

“Enggak ada yang khusus, aku cuma rindu aja ngobrol bareng Ini. Kayaknya sudah lama juga kita enggak kongkow-kongkow di kafe,” dalih Hera.

Sementara Kamini mengendus, sepertinya teman yang satu ini tidak sekedar rindu mengobrol dengannya, melainkan punya maksud tertentu yang baru akan diutarakan nanti. Nada suara Hera di ponsel terdengar cenderung memaksa dibanding meminta. Oleh karenanya ia memilih memenuhi saja permintaan Hera.

Tiba di kafe yang telah disepakati, terlihat Hera yang tengah melambaikan tangan padanya. Rupanya Hera telah lebih dulu tiba di kafe. Kamini lantas berjalan menuju meja kafe yang ditempati Hera.

“Ni, aku tadi pagi dapat info dari seorang dekan, benar kalau partikel nano hasil rekayasamu sudah dikirim ke Komite Nobel Norwegia?”

Baru saja pantatnya menempati bangku kafe, Hera sudah langsung mendesaknya untuk bertutur kata.

“Direktur Arena Riset memutuskan untuk mengirimnya ke Komite Nobel Norwegia. Aku sendiri sebelumnya tidak dikasih tahu. Direktur berdalih kalau partikel nano temuanku layak diseleksi mereka.”

“Bukan layak lagi, tapi kandidat kuat meraih Nobel, Ni! Aku yakin deh!”

“Dasarnya apa Hera sampai ngomong yakin segala? Padahal masih banyak temuan ilmuwan-ilmuwan negara maju yang jauh lebih mentereng.”

“Kriteria penilaian Hadiah Nobel itu bukan didasarkan asal-usul negara sang penemu, tapi dampak yang dihasilkan nanti untuk peradaban dunia. Sedang partikel nano temuanmu jelas sekali bakal berdampak langsung pada alam, penyelamat lingkungan dari pencemaran limbah industri.”

“Teknologi nano temuanku masih tinggi di cost. Industri sepertinya masih berpikir dua kali memakainya. ”

“Enggak ada teknologi lain untuk menekan cost-nya?”

“Kendalanya belum ada mesin yang mampu menghasilkan partikel nano secara masif. Paling banter kapasitasnya hanya untuk lembaga riset. Bagi industri jelas tidak efisien. Ongkos operasionalnya bakal mahal. Menurutku ini yang jadi titik lemahnya. Partikel nano temuanku jadi kurang efektif, tak bakalan banyak membantu membersihkan dunia.”

Aliran udara sampai terdengar mengembus dari lubang hidung Hera, kecewa. Padahal ia tadi sempat berharap, partikel nano hasil rekayasa Kamini bakal mengubah lingkungan negeri ini kembali natural. Kembali pada keadaan sebelum industri mencengkeram di mana-mana. Patut disesalkan, harapan melihat sungai-sungai di negerinya kembali jernih sepertinya hanya tinggal mimpi. Lagi-lagi faktor ekonomi menjadi raja yang tak boleh mengalah.

“Yaaa ... bakalan gagal kamu bawa Nobel kemari.”

Kamini spontan tertawa mendapati sikap temannya.

“Tadi sok yakin, sekarang malah pesimis.”

“Oh ya, Ni, aku sebenarnya mau minta bantuanmu,”

Lihat selengkapnya