Kembang Berdendang

Omius
Chapter #11

Pesangon

Andai saja istrinya tahu jika dirinya malah membuang peluang bekerja kembali, sedangkan kondisinya tengah menanti hari untuk kehilangan pekerjaan, tak terbayang seperti apa dongkolnya sang istri padanya. Meski istrinya terbilang perempuan berjiwa halus, namun saat kesal datang memuncak terkadang bisa berubah karakter juga. Bukan hal aneh jika umpatan akhirnya keluar dari mulut istrinya.

Memang Hastama dapat berkelit, dirinya sengaja membuang peluang demi meraih kesempatan emas bekerja di BUMN. Tetapi, istrinya dipastikan seketika akan mempertanyakan, bagaimana cara Herlina sampai sanggup menjanjikan dirinya bekerja di BUMN telekomunikasi. Apalagi ketika menyinggung logika menyimpang Herlina, yang lebih memilih bekerja di pabrik sepatu dibandingkan di BUMN.

Mau tidak mau dirinya harus mengutarakan sejujurnya, bahwa Herlina mensyaratkan uang pelicin agar dirinya diterima bekerja di BUMN telekomunikasi. Sementara Herlina sendiri kesulitan memenuhinya. Segalanya akan tampak sesuai logika.

Hanya saja istrinya akan serta-merta meriang mendengar pengakuannya. Hastama tentu memahami sekali karakter idealis istrinya, di mana ketidakadilan serta korupsi adalah dua perkara yang wajib dimusuhi. Sedangkan dirinya justru memanfaatkan dua perkara yang paling tidak disukai istrinya itu.

Kalau mau mengikuti kata hati, sejujurnya Hastama kurang berkenan dengan tawaran Herlina. Belum seidealis istrinya, namun dirinya merasa telah terlanjur terikat oleh nilai-nilai positif. Orangtuanya yang menanamkan nilai-nilai tersebut sedari dirinya kecil dulu. Tak heran bila jauh di dalam batinnya ia mengalami pertentangan.

Akan tetapi, berstatus pegawai BUMN merupakan cita-citanya semasa kuliah dulu. Tawaran Herlina teramat menggiurkannya. Paling utama dapat menjamin dirinya terhindar dari sebutan suami benalu.

Rupanya Hastama tetap bersikukuh dalam prinsip. Menurutnya, kehilangan pekerjaan jauh lebih mengerikan dibandingkan kehabisan harta. Dengan berstatus lelaki tidak bekerja dirinya berisiko kehilangan istri tercinta.

Mungkin jika tengah dalam kondisi sebagaimana biasanya, Hastama meyakini masih mampu menahan diri. Lain halnya dengan kondisinya saat ini, tawaran Herlina justru dirasakannya tepat waktu sekali. Ibarat dirinya tengah terjerumus ke dalam sumur yang dalam, tawaran Herlina serupa tangga panjang yang dijulurkan dari atas. Daripada mati sia-sia, menaiki tangga tersebut adalah pilihan paling rasional meski menginjak kata hati.

Mau tidak mau dirinya wajib menyembunyikan kerja sama timbal balik dengan Herlina. Untungnya ia apik menutupinya agar tidak terendus sang istri. Pun dengan Herlina yang bersedia diminta tutup mulut olehnya. Rencananya begitu dirinya dinyatakan resmi berstatus pegawai BUMN, sang istri tercinta akan segera diberitahukannya. Dipastikan ia akan merekayasa ceritanya, sehingga istrinya akan percaya jika dirinya lulus setelah melewati seleksi ketat.

Tak dapat dimungkirinya, amatlah berat mulutnya sewaktu nanti harus berkata dusta. Selama menjalani pernikahan, belum sekali-kalinya ia sampai tega membohongi istrinya. Bahkan sekedar berencana saja Hastama serasa telah terbebani dosa.

Sekali lagi, tawaran Herlina teramat menggemaskannya. Ditambah dirinya yang seperti paranoid akan status suami benalu. Pada akhirnya Hastama harus menerima kekalahannya akan realitas hidup. Menyingkirkan komitmennya pada nilai-nilai, yang selama ini justru biang dirinya disukai sang istri tercinta.

Berat memang mulutnya sewaktu nanti merekayasa sebuah cerita, tentang keberhasilannya menembus seleksi pegawai baru di BUMN telekomunikasi. Hastama akan mengaku sengaja tidak berterus-terang mengikuti seleksi pegawai, dikarenakan ingin memberi kejutan membanggakan bagi istrinya. Kendati terbebani, namun rasa bahagia sudah dapat dilamunkannya dari sekarang.

Ah, mengasyikkan sekali membayangkan respons istrinya manakala dirinya telah berpindah kerja, bahkan mampu meningkatkan level pekerjaannya sebagai pegawai BUMN Telekomunikasi. Hastama sudah tidak sabar menanti momen itu datang menghampirinya. Itu sebabnya pagi-pagi ia sudah bergairah sekali untuk berangkat kerja. Seperti sudah tidak sabar untuk selekasnya menyerahkan surat pengunduran diri pada atasannya.

Bila sebelumnya ia menilai anjuran atasannya, agar dirinya memilih mundur dari perusahaan adalah bentuk pelecehan, khususnya bagi seorang karyawan yang senantiasa rajin, disiplin, jujur, dan terpercaya meski tiada prestasi membanggakan seperti dirinya, lain halnya di pagi hari ini. Hastama merasa anjuran tersebut merupakan petunjuk jalan bagi masa depan karirnya.

Uang pesangon, demikian yang berkelebat dalam benaknya sewaktu Herlina mendesaknya, supaya menerima tawaran mengundurkan diri dari wawancara kerja di pabrik sepatu, sekaligus beroleh jalan masuk bekerja di BUMN telekomunikasi.

Lihat selengkapnya