"Benar yang dikatakan Hera, lavender memang ada yang warna kuning."
Usai ditinggal pergi begitu saja oleh teman mengobrol yang mengesankannya, fokus perhatian Kamini telah kembali pada kerumunan bunga lavender di palet-palet kayu. Barusan ia menemukan bunga lavender berwarna kuning, mencuat di antara kerumunan bunga lavender berwarna ungu. Karena pertama kalinya melihat, kemungkinan besar pot bunga lavender berwarna kuning itu belum lama dicantelkan perempuan berdagu lancip tadi.
Karena ingin lebih detail melihatnya, Kamini sengaja melepas cantelan pot bunga lavender berwarna kuning dari palet kayu. Lalu digenggamnya pot bunga itu. Ia terpesona. Kiranya bunga lavender berwarna kuning punya keindahan tersendiri.
Saking terpesonanya ia sampai ceroboh memegang. Pot bunga di tangannya terjatuh. Hanya untungnya pot bunga terbuat dari plastik. Walau terjatuh dan sempat berguling-guling di bawah, namun pot bunga tidak lantas pecah. Masih tetap utuh kendati posisinya menungging. Juga dengan bunganya yang hanya sedikit rontok.
Tetapi, ada yang sontak mengejutkannya. Saat hendak memungut pot bunga yang terjatuh, Kamini mendapati jika di bagian dasarnya tertera tulisan. Ditulis menggunakan spidol merah tulisan itu lumayan mencolok. Sumbangan Mirna Rosliana si Pencinta Lavender, demikian bunyi tulisannya.
“Dia bernama Mirna ....”
Cepat Kamini memalingkan pandangan matanya. Lalu mencari di mana perempuan yang tampilannya serba modis itu kini berada. Karena baru saja berlalu, semestinya perempuan yang ternyata bernama Mirna itu masih terlihat olehnya.
Benar saja, Mirna masih terlihat olehnya. Mirna telah berada di lahan parkir Taman Widya.
Mirna tidak sendirian lagi ternyata. Mirna tengah didatangi seorang pria tampan. Dengan membentangkan kedua tangan, Mirna menyambut pria itu. Penuh hangat Mirna lalu memberi salam cium pipi. Langsung dibalas dengan tak kalah hangatnya oleh si pria. Keduanya kemudian bergandengan tangan menuju sedan vios hitam yang terparkir. Diiringi sorotan nanar bola mata Kamini, mobil yang ditumpangi mereka berdua lantas melaju.
“Mas Has ....”
***
Pagi di akhir pekan ini terasa cerah sekali. Menikmati pagi di waktu libur mengajarnya, Kamini memilih berjemur di bawah sinar mentari pagi. Duduk di kursi teras depan yang hangat tersorot sinar mentari, pikirannya rupanya tak secerah pagi. Ia terus terusik bayang-bayang kehangatan Mirna terhadap suaminya.
Terjawab sudah sekarang biang suaminya mendadak jatuh cinta pada bunga lavender. Siapa pula yang akhir-akhir ini kerap meninggalkan jejak bunga tersebut. Mirna kiranya ada di balik semua kejanggalan-kejanggalan perilaku suaminya.
Mirna sesungguhnya bukanlah wanita yang cantik-cantik amat. Bahkan Kamini cukup percaya diri untuk mengatakan, dirinya masih kelebihan rupawan dibandingkan paras Mirna. Hanya saja Kamini menyadari jika Mirna mempunyai keunggulan yang justru tidak dimilikinya. Mirna sangat memahami bagaimana seorang wanita mesti bersikap, serta berpenampilan menawan.
Harus diakuinya bila Mirna memang berkebalikan dengan dirinya. Seperti yang sering dikatakan Hera, Kamini tidak menyangkal bila dirinya termasuk pribadi kuper, kebanyakan berpikir, kerap berbusana membosankan, serta sederet lagi kata-kata yang mengandung konotasi kurang menarik dalam hal bersikap.