Kembang Berdendang

Omius
Chapter #21

Prasangka

“Tolong Ini baca e-mail-nya,” pinta Hastama pada sang istri sembari menyodorkan ponselnya. Sebelumnya ponsel itu telah dipungutnya dari atas bufet kecil samping ranjang pasien.

Setelah hampir satu menit lamanya hanya memilih bersikap diam, suaminya akhirnya berkata-kata juga. Bukan hendak mengakui telah bersikap terlampau dekat dengan Mirna, suaminya malah meminta dirinya untuk membaca surat elektronik. Kurang paham maksud perintah suaminya, namun Kamini memilih menyambar saja ponsel yang disodorkan suaminya.

Membaca surel di layar ponsel suaminya sampai tuntas, Kamini malah mengernyitkan keningnya. Ia kurang memahami sebab surel tersebut muncul di layar ponsel suaminya. Agak mengherankan memang isinya. Kiranya surel tersebut adalah surat penerimaan pegawai. Suaminya dinyatakan diterima sebagai karyawan baru di PT Karya Cipta Luhur.

“Mas Has sudah dapat pekerjaan kembali?”

“Aku diterima di bagian staf HRD.”

“Jadi selama ini Mas Has diam-diam suka kirim CV ke berbagai instansi?”

Hastama mengangguk.

“PT Karya Cipta Luhur itu bergerak di bidang apa?” tanya Kamini bersama antusias. Ia tidak dapat menyembunyikan kegirangannya. Padahal sebelumnya ia sampai tak kuasa memperlihatkan geram. Rupanya kabar suaminya telah kembali bekerja bukan hanya menggerus kejengkelannya, namun membuat antusiasnya mencuat lagi.

“Pengembang. Belum sebesar PT. Taruma Bakti, tapi tengah maju pesat.”

Kendati surel yang tadi dibacanya menggembirakannya, namun sikap kritis Kamini tak jua lumpuh. Ia mengenal betul kemampuan suaminya yang kurang istimewa dalam prestasi kerja, terlampau rata-rata. Suaminya bakalan sulit bersaing dengan para pelamar kerja lainnya. Apalagi divisi tempat suaminya bekerja nanti berlainan dengan sebelumnya, divisi HRD. Rasanya pengalaman bekerja sebagai staf keuangan tak bakalan banyak memberi nilai lebih untuk suaminya.

“Hebat juga suamiku. Kurang dari dua bulan sejak di-PHK sudah dapat panggilan kerja lagi,” sindir Kamini sambil memperlihatkan layar ponsel di tangannya ke suami.

“Tanpa bantuan Mirna, mana mungkin suamimu akan mudah beroleh pekerjaan kembali.”

Nama Mirna kembali disebut suaminya. Sama halnya ketika mendengar pengakuan suaminya telah di-PHK, Kamini harus melongo lagi. Ia merasa jengah. Mirna keterlaluan mengacaukan asumsinya. Bisa-bisanya Mirna malah memerankan karakter peri pemurah dalam kisah suaminya. Jelas menyimpang dari peran semestinya Mirna dalam drama rumah tangganya, yakni berperan sebagai sosok antagonis.

“Mirna memang murni pengguna jasaku. Baru bulan lalu aku mengenalnya. Karena rumahnya terbilang dekat, otomatis dia yang paling sering melanggan.”

“Baru sebulan kenal sudah mau membantu mencarikan kerja. Baik banget. Jangan-jangan Mirna itu Malaikat paling fashionable di mata Mas Has,” cibir Kamini, masih sukar menerima jika Mirna telah menyelamatkan karir suaminya. 

Memang bukan perkara gampang meyakinkan istrinya. Hastama dapat memakluminya. Apalagi selama menikah istrinya telah menaruh kepercayaan tinggi padanya. Sedangkan dirinya justru sebaliknya, berani membohongi istrinya. Kesalahan besar. Tindakan bodoh. Istrinya akan sulit mempercayai dirinya lagi.

“Mirna sudah punya suami. Mirna kerap membanggakan suaminya. Suaminya seorang geolog yang sedang meneliti kandungan uranium di Srilangka. Mana mungkin Mirna yang hidupnya berkecukupan mau berselingkuh dengan sopir.”

“Biar sopir, tapi muka Mas Has gak kalah gereget dengan oppa-oppa drakor.”

“Suami Mirna malah setampan bintang-bintang Bollywood.”

“Buktinya Mirna lebih suka memakai jasa Mas Has.”

“Mirna kurang pandai menyetir.”

“Lucu ya? Orang berkecukupan kok tak sanggup menggaji supir.”

“Sopir pribadi Mirna tak lagi kembali usai pulang kampung. Sedang dia setiap hari mesti berangkat kerja. Sambil mencari sopir yang cocok, dia jadi pelanggan tetapku dulu.”

“Jadi Mirna itu wanita karier?” tanya Kamini pura-pura tak tahu. Padahal melihat penampilan Mirna di Taman Widya, ia sudah dapat menebak bila si Pencinta Lavender adalah wanita karier.

“Mirna menjabat Manajer HRD di PT Karya Cipta Luhur.”

“Amboi asyiknya ..., Mas Has bakal tiap hari bercengkerama bareng Mirna!”

“Dengar, Ini!” Hastama merasa telah tiba waktunya menyeru istrinya, “Mirna bakal jadi atasanku, jangan pikir macam-macam! Aku malah harus senantiasa hormat pada Mirna saat di kantor nanti.”

Nalar jernih Kamini sebenarnya telah dapat menerima alibi suaminya. Kendalanya ia terlanjur mendeskripsikan Mirna sebagai ancaman. Ibarat kanker, Mirna hanya akan menggerogoti kepermaian hidupnya. Butuh alibi-alibi yang lebih kuat lagi dari suaminya, supaya dirinya menerima Mirna tanpa bias.

“Sebagai orang HRD, Mirna semestinya berpatokan pada kompetensi dalam mencari karyawan baru. Sedangkan Mas Has, maaf jujur saja ....”

“Ya, aku tahu diri akan kompetensiku,” potong Hastama yang tak pernah tersinggung oleh pernyataan istrinya. “Tapi, aku pernah berjasa pada Mirna. Aku pernah menyelamatkan kucing kesayangannya.”

“Ckckck ... sebegitunya Mas Has berkorban demi Mirna. Sampai rela cakar-cakaran lawan anjing pengganggu kucing Mirna,” olok Kamini.

“Tidak sekocak itu dong, Ini. Sewaktu aku mengantarkan Mirna pulang, Mirna sempat melihat kucing kesayangannya memanjat menara BTS. Yang di dekat Taman ....”

“Kucing mau manjat pohon, menara BTS, tembok tetangga, itu mah lumrah dong, Mas Has. Untuk apa harus dicegah segala?”

“Kucing Mirna kucing rumahan yang manja. Sampai di atas menara BTS, kucing itu malah ketakutan dan tak berani turun. Mirna sampai memohon-mohon agar aku lekas menyelamatkan kucingnya.”

“Terus Mas Has manjat menara. Jadi pahlawan kucing. Lalu curhat telah di-PHK pada Mirna.”

“Mirna tak sengaja nemu surat PHK-ku di dashbord mobil. Dia langsung menyarankanku segera kirim surat lamaran kerja. Ada lowongan di tempat kerjanya.”

Untuk sesaat Kamini meredam semangat bertanyanya dulu. Ia memilih mengangguk-angguk. “Baik, aku bisa terima bila Mirna adalah pahlawan karier Mas Has. Tapi, apa Mas Has harus bersikap layaknya seorang pacar terhadap Mirna?”

“Aku mohon pengertianmu, Ini! Mirna itu orangnya familier sekali. Selalu akrab dan hangat terhadap semua orang. Mirna malah telah menganggapku saudara. Bayangkan bila aku tetap ngotot sama komitmen jaga jarak ....”

Lihat selengkapnya