KEMPONAN

Hesti Ary Windiastuti
Chapter #2

Tradisi

"Lebih baik kamu lanjutkan cuti mu ke luar negeri atau terserah kemana saja, jujur ibu khawatir, terlebih nenek dan kakek mu, jangan tanyakan soal ayah mu, dia hanya mengatakan untuk menjadi dewasa kamu harus merasakan garam asam kehidupan" ucap ibunya sembari mengompres kening Oryza karena masih demam, karena alasan ingin dirawat di rumah saja, akhirnya Oryza dibawa pulang, padahal sebenarnya ibunya lebih tenang, jika Oryza dirawat di Puskesmas, tapi karena itu adalah permintaan Oryza, yang mengatakan kalau perasaannya tidak nyaman dengan lingkungan Puskesmas,yang sepi, karena memang bangunan Puskesmas itu sendiri, sudah cukup tua, dan jaraknya yang cukup jauh dari rumah warga, lebih lagi tepat di seberang jalan tepat di depan Puskesmas terdapat kuburan tua, dan tentu saja membuat suasanan terkesan suram dan seram.

"Nggak ah, nyaman disini, adem, suasana juga asri" ucap Oryza, yang membuat ibunya sejujurnya khawatir, karena takut anak semata wayangnya yang bandel tersebut akan membuat ulah lagi.

Karena ibu Oryza tahu benar, bagaimana kampung halaman suaminya tersebut, masih memelihara adat istiadat dan tradisi leluhur, dan tidak boleh dilanggar, apalagi oleh pendatang.

Karena sekalipun Oryza punya ayah yang berasal dari kampung tersebut, tapi tetap saja, ayah Oryza adalah anak angkat, jadi secara tidak langsung, tidak terikat secara langsung dengan kampung tersebut, sehingga anak keturunannya, sangat mudah diganggu oleh mahluk astral yang mendiami berbagai tempat sakral di Kampung tersebut.

Karena seingat ibu Oryza, dia ingat benar bagaimana, ayah Oryza nyaris kehilangan nyawanya, dan saat itu usia pernikahan keduanya baru saja menginjak tiga bulan, dan sebenarnya tidak baik bagi pengantin baru untuk keluar terlalu larut, terkecuali karena keperluan mendesak.

Peristiwa yang tidak akan pernah ibu Oryza lupakan tersebut terjadi karena ayah Oryza menegur sesuatu yang seharusnya ia abaikan, dan itu terjadi karena dia lupa, serta reflek saja.

Benda hitam yang melesat dan tepat diatas ayah dan ibu Oryza, saat keduanya baru pulang kenduri, membuat ayah Oryza kaget dan hal tersebutlah yang membuatnya menegur benda tersebut.

Ibu Oryza mengingatkan ayah Oryza, kenapa menegur benda tersebut, dengan santai ayah Oryza mengatakan lupa, dan setelah tiga hari berlalu, ayah Oryza tiba-tiba sakit, dan terus mengeluh kalau dadanya sakit, seakan ada benda berat yang berada diatas dadanya.

Karena pengobatan secara medis sudah dilakukan, tapi tidak ditemukan penyakit serius ketika mantri kesehatan memeriksa kondisi ayah Oryza, jadi diputuskan untuk meminta bantuan orang pintar, dan orang tersebut juga merupakan tetua kampung.

Menurut tetua kampung, ada seseorang yang mencoba mengirim teluh saat itu, tapi karena ditegur oleh ayah Oryza, teluh tersebut tidak sampai kepada yang dituju, dan justru menyerang ayah Oryza, dan yang terjadi ketika diobati oleh tetua kampung, ayah Oryza, muntah darah yang berwarna hitam dan berbau busuk, dan setelah kejadian tersebut, ibu Oryza selalu mewanti-wanti suaminya agar jangan sembarangan menegur sesuatu yang aneh ketika ditemui, meskipun ayah Oryza menganggap dirinya adalah bagian dari kampung tersebut, tetap saja, dia bukan asli penduduk kampung, dan semua bisa saja terjadi tanpa diprediksi.

Ketika mengingat hal tersebut, ibu Oryza jujur takut, karena masih jelas dalam ingatannya, bagaimana laki-laki yang saat itu baru ia nikahi selama tiga bulan nyaris kehilangan nyawanya, dan jika sampai terjadi sesuatu, dia akan menjadi janda muda.

Ketika hal mistis akhirnya menimpa anaknya yang selama lima tahun penantian akhirnya baru anak yang mereka inginkan hadir ke muka bumi, tentu saja dia tidak ingin anak kesayangannya tersebut sampai kenapa-kenapa.

"Ibuku yang cantik, percayalah anakmu yang tampan ini, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, atau Ory, perlu buat diary tentang pantangan apa saja yang tidak boleh dilanggar disini, agar ibu tidak perlu lagi khawatir" ucap Oryza sembari memeluk ibunya.

Lihat selengkapnya