Dalam diri setiap manusia, terdapat potensi dasar yang dapat mewujudkan akhlak baik dan buruk, tetapi sebaliknya pada dirinya juga dilengkapi dengan rasio (pertimbangan pemikiran) dan agama yang dapat menuntun perbuatannya, sehingga potensi keburukan dalam dirinya dapat ditekan, lalu potensi kebaikannya dapat dikembangkan. Karena itu, sejak lahir manusia harus diberi pendidikan, bimbingan dan kebiasaan baik untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangannya. Bahkan agama dan ilmu pendidikan memberikan konsep dan teori tentang perlunya ada proses pendidikan yang berlangsung, tatkala kedua orang tuanya baru mencari jodoh.
Konsep manusia yang ideal dalam Islam, adalah manusia yang kuat iman dan takwanya. Ketika manusia memilih kekuatan takwa, ia pun dapat memilih kekuatan ibadah dan kekuatan akhlak. Orang yang memiliki kekuatan iman, disebut Mu’min, orang yang memiliki kekuatan ibadah disebut Muslim, dan orang yang memiliki kekuatan akhlak disebut Muhsin. Bila ketiga macam sifat ini menjadi kekuatan dalam diri setiap manusia, maka ia akan selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Dan inilah yang menjadi tujuan hidup setiap manusia, sehingga selalu ia meminta doa, sebagaimana yang disebut dalam al-Qur’an surah al- Baqarah ayat 251.
Tobat merupakan salah satu tema yang termasuk bagian dari akhlak mulia. Tobat merupakan awal berangkatnya peserta tasawuf menuju kepada tingkatan maqam berikutnya. Karena itu, membangun tobat harus dengan kuat, yaitu harus didasari dengan takwa yang kuat pula. Tobat yang paling tinggi tingkatannya adalah tobatnya para Nabi, dan tingkatan tobat tersebut yang paling diinginkan oleh para sufi yang melakukan perjalanan spiritual dalam tasawuf.2 Dalam ajaran tasawuf, tobat menduduki maqam yang pertama, karena dosa itu dinding antara manusia dan Tuhannya
Rabi’ah menganggap bahwa tobat seseorang yang berdosa adalah berdasarkan pada kehendak Allah. Atau dengan kata lain, terhadap anugerah atau karunia Allah dan bukan terhadap kehendak manusia. Sebab jika Allah menghendaki, seorang pendosa akan bertaubat. Seorang laki-laki berkata pada Rabi’ah: “Aku senang sekali melakukan dosa dan kemaksiatan. Apakah Allah akan menerima tobatku?.” Maka berkatalah Rabi’ah: “Tidak! Bahkan jika Allah menerima tobatmu, maka engkau akan bertobat.”
menurut Rabi’ah tobat adalah suatu karunia dari Allah. Tobat yang benar adalah yang diusahakan dengan sungguh-sungguh dan tulus
Maqam ridho dalam tasawuf, didasarkan atas surah al-Bayyinah ayat 8 yang intinya adalah Allah merelakan surga kepada orang yang baik, khusus karena iradat-Nya dan kerelaan hamba menerima apa saja yang diberikan Allah padanya, disertai dengan pahala dari sikap relanya menerima ketentuan-Nya.7
Salah satu perkataannya tentang ridho adalah sebagaimana yang dikemukakan al-Kalabadzi dalam kitabnya yang berjudul Ta’aruf bahwa Sufyan Tsauri berkata di dekat Rabi’ah: “Ya Allah! Ridhoilah (relakanlah) aku.” Maka berkatalah Rabi’ah kepadanya: “Apakah engkau tidak merasa malu meminta ridho dari zat yang engkau sendiri tidak ridha terhadapnya.” Ini menunjukkan bahwa kerelaan adalah bersifat timbal balik antara hamba dengan Tuhan, sesuai dengan firman Allah: “Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun ridha terhadap- Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Q.S. al-Maidah: 119)