POV Ken
Hari ini adalah hari kelahiranku, 7 Juli. Aku hanya berharap bisa hidup lebih lama lagi untuk memastikan Sien bahagia hidup bersamaku. Aku juga ingin melihat Sien di hari yang bahagia ini untukku, entah ini akan menjadi ulang tahun terakhirku atau aku akan hidup lebih lama untuk merayakan ulang tahun berikutnya.
“Pagiii anak nda selamat ulang tahun sayang!!” sapa bunda pada pagi hari itu, “Anak ayah udah besar sekarang, selamat ulang tahun nak semoga kamu bisa sembuh secepatnya.”. Mendengar perkataan ayah, Ken semakin yakin bahwa disini ia hanya meyakinkan bahwa untuk tetap hidup dan tidak tahu apakah akan sembuh atau tidak.
POV Sien
Tepat dihari ulang tahun Ken, Sien telah tiba di singapura. Mereka dijemput oleh supir pribadi ayah dari Ken, untuk menuju ke rumah tempat Ken tinggal disana. “Halo bunda, Sien sudah dijemput sama om rio.” Bunda yang menelpon Sien, memastikan calon mantunya itu sampai dengan selamat di singapura. “Okey sayang, bunda tunggu disini ya.” Ucap bunda.
Back to Story
Ken yang masih melamun di area balkon kamarnya terlihat bingung, apa yang harus ia lakukan di hari ini. Rasanya sepi, hidup seperti tidak ada arah, hampa dan tentu saja bosan. Apalagi Sien tidak bisa dihubungi sejak tadi. “Ken ayo mandi terus siap-siap.” Ucap Bunda yang tiba-tiba memasukki kamar Ken dan membuat ia terkejut, “Ada acara apa nda?” Ken bertanya heran. “Udah ayo siap-siap, bunda tungguin ya.” Ken pun menuruti apa yang dikatakan bundanya, ia bergegas siap-siap dan terlihat sangat rapih dengan balutan kemejanya.
”Surpriseeeeee!!!!!!”
Ken terkejut diujung matanya terlihat seorang gadis yang ia rindukan sejak beberapa tahun yang lalu. “Siennaaaaa.” Ken berlari lalu memeluk Sien. “Hai Ken lama kita tidak bertemu, aku rindu, aku sekarang ada disini untuk merawat dan menjagamu Ken.” Ucap Sien dalam pelukkannya.
Semua orang berkaca-kaca terharu melihat pertemuan Ken dengan Sien yang sudah lama memendam rindu satu sama lain. Kai dan Axel pun hanya terdiam disamping om rio yang ikut terharu melihat mereka berdua.
“Ken sini sayang tiup lilinnya dulu, jangan dipeluk terus Sien nya, engga akan kemana mana kok.” Ucap bunda. Setelah mendengar ucapan dari bundanya, Ken segera meniup lilin dari kue yang dibawa oleh Sien.
“Ya tuhan, terima kasih telah membawa kebahagiaan di hari yang spesial ini, dengan menghadirkan perempuan yang kucintai, dan teman-teman ku. Semoga engkau memberiku kehidupan yang panjang, untuk menikmati rasa cinta ini lebih lama.” Begitu kira-kira doa dari Ken sebelum ia meniup lilin tersebut.
Setelah lilin padam, ruangan itu dipenuhi tepuk tangan pelan. Tidak ada sorakan berlebihan, tidak ada tawa yang terlalu keras. Semua orang seolah sepakat untuk menjaga momen itu tetap hangat dan utuh. Ken tersenyum kecil, dadanya naik turun lebih berat dari biasanya, namun hatinya terasa jauh lebih ringan.
Sien masih berdiri di sampingnya. Tangannya belum dilepaskan dari tangan Ken, seolah jika dilepas, jarak dua tahun itu akan kembali hadir begitu saja. Ken meliriknya sekilas, lalu menatap wajah yang selama ini hanya bisa ia lihat dari layar ponsel, itupun dengan jarak waktu yang sering menyakitkan.
“Kamu beneran di sini,” ucap Ken pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Sien mengangguk. “Iya. Aku datang.”
Ken menelan ludah. Banyak hal ingin ia katakan, tapi semuanya terasa tertahan di tenggorokan. Ia ingin bertanya bagaimana perjalanan Sien, ingin meminta maaf karena sering menghilang, ingin berterima kasih karena Sien tidak pernah benar-benar pergi. Namun yang keluar justru napas panjang yang bergetar.