Seorang gadis terduduk lemas di depan pintu ICU rumah sakit, pandangannya kosong, menyiratkan banyak luka dan beban yang telah ia tanggung selama ini. Rasanya dunia terlalu menghimpit dadanya, membuatnya sesak, dan terus merasakan sakitnya bertahan.
Baru saja ia meraba rasa bahagia, kini rasa itu bahkan lepas dari genggamannya begitu saja. Berulang kali kalimat istighfar terlontar dari bibir mungilnya, ia tidak ingin terpedaya dan pada akhirnya berburuk sangka atas segala skenario Allah. Tapi untuk kali ini, dia ingin berhenti untuk terlihat kuat di hadapan semua orang, meski hanya sebentar.
Dorongan pintu dari dalam segera menyadarkan gadis itu, ia berdiri dengan mata yang menyorot penuh harap kepada seorang lelaki paruh baya dengan jas putih yang baru saja keluar dari ruang ICU. Meski ia tahu kemungkinannya sangat kecil, tapi ia berharap masih memiliki kesempatan untuk memulai semuanya kembali.
"Gimana, Dok? Keadaannya baik-baik aja 'kan?" Gadis tersebut kembali terduduk lemas saat melihat reaksi sang Dokter yang tidak seperti biasanya. Itu artinya, kesempatannya sudah hilang. Selalu begini, berakhir dengan sangat menyakitkan untuknya.
"Kenanga, kamu harus ikhlas, Nak. Saya akan bantu mempersiapkan pemakamannya."
Dan setelah sang Dokter mengucapkan kalimat yang berhasil menusuk hatinya, Kenanga terisak pilu. Ini awal yang akan jadi akhir bahagianya. Semuanya, dimulai dari sini.