Pada bagian selatan Atalante terhampar serangkaian pegunungan terjal dan tinggi yang dikenal sebagai Gugusan Pegunungan Tenshun. Pegunungan Tenshun membelah benua Hormuz menjadi dua bagian. Bagian selatan adalah daratan, sementara wilayah utara, termasuk Atalante, dikenal sebagai perbatasan.
Atau setidaknya, "perbatasan" adalah nama yang diberikan oleh kaum manusia. Benua Utama, Atalante, wilayah perbatasan, bagian utara Pegunungan Tenshun, semua itu berada di dalam kawasan kerajaan manusia, Aravakia. Namun, sekitar seratus lima puluh tahun yang lalu, daerah perbatasan sama sekali tidak layak disebut perbatasan. Di masa lalu, ada beberapa kerajaan manusia, dan manusia adalah ras dominan di Hormuz.
Namun, semuanya berubah setelah kedatangan Wright King, yaitu makhluk pemilik sihir setan yang menakutkan. Selain memiliki kekuatan militer dan sihir, dia jugalah seorang politikus yang cakap. Wright King melahirkan ras baru yang disebut Undead, kemudian para pemimpin Undead melakukan hal yang lebih kejam daripada sekedar penjajahan. Ia meyakinkan para pemimpin ras lain untuk mengakui otoritasnya, dan membentuk konfederasi raja bersama dengan mereka. Lantas, mereka berperang melawan kerajaan manusia. Manusia dengan mudah dikalahkan dan terpaksa mengungsi ke bagian selatan Pegunungan Tenshun.
Setelah itu, Wright King dinominasikan oleh sesama raja untuk menjadi kaisar, dan dengan demikian Kekaisaran Undead pun lahir. Sampai kematian Wright King sekitar seratus tahun yang lalu, sebagian besar manusia tidak dapat menginjakkan kaki di wilayah utara Pegunungan Tenshun. Akan tetapi dengan hilangnya sang pemimpin yang mempersatukan mereka, Kekaisaran Undead pun berantakan. Dengan mengambil keuntungan dari kesempatan ini, Kerajaan Aravakia mendirikan Atalante sebagai kubu mereka yang terletak di utara. Dan kota ini pun bertahan sampai jaman ini.
Dan tentu saja, semua informasi ini telah diperoleh oleh Udin.
Tanah di seberang selatan Pegunungan Tenshun, Atalante, sebagian besar digunakan untuk pertanian atau memelihara ternak. Terdapat juga banyak desa yang menghiasi pemandangan. Di sebelah utara, terdapat tanah terbuka dan hutan.
"Dan di sekitar sini," kata Vina sambil mengusapkan tangannya pada rumput, "ada rusa, rubah, dan hewan-hewan lainnya. Dan karena saat ini adalah musim semi, maka beruang akan muncul. Lalu, ada makhluk kecil, berbulu, bermata bulat, dengan ekor panjang dan tipis… telinga, tangan, dan kakinya kecil. Dia melompat-lompat di sekitar. Dia imut, kan? Terus ada juga tikus lubang yang besarnya seperti kucing, dengan bulu super lembut.”
"Sungguh?" Marco bertanya sembari menyilangkan tangannya dan melihat-lihat ke sekitar. ”Aku sama sekali tidak lihat hewan seperti itu di sini."
"Err .." Vina mengerutkan kening.”Tapi ketika Vina dan Master Guild pergi ke luar untuk berlatih, dia membuat suatu permainan dengan menggunakan busur dan panahnya.”
"Mungkin mereka hanya sedang bersembunyi," kata Udin sambil menunjuk ke wilayah hutan di sebelah kanan mereka.”Di daerah hutan."
Haruhiro mengangguk.”Kamu mungkin benar. Jika aku adalah binatang liar, aku tidak merasa aman ketika berada di tempat terbuka, yang tidak ada satu pohon pun atau semak-semak untuk bersembunyi.”
Marco mendengus dengan nada mengejek.”Lihat? Mereka semua tahu bahwa aku adalah orang yang perlu mereka takuti.”
"Jadi, jika kita tidak menemukan seekor pun hewan buruan, maka ini semua salahmu."
"Diam, Haruhiro! Ini semua BERKAT aku! Semuanya berhutang padaku!”
"Kau saja yang diam. Meskipun mereka benar-benar berada di sekitar sini, mereka pasti akan lari setelah mendengar teriakanmu.”
"DAN ITU SEMUA BERKAT DIRIKU."
"Tidak ada gunanya, anak itu sudah tak tertolong ..."
"Um." Ini adalah pertama kalinya Alice yang semula diam, kini mulai bersuara. ”Apakah kita akan ... membunuh hewan?”
Semuanya tiba-tiba berhenti seketika.
Kalau dipikir-pikir, pekerjaan pasukan cadangan adalah mempertahankan kota dari serangan ras lain dan juga para monster. Tidak ada yang mengatakan bahwa pekerjaan mereka adalah berburu hewan, menjual daging atau kulit.
"Master Guild Vina mengajarkan pentingnya berterimakasih pada hewan yang kita bunuh.” Vina mengerutkan kening.”Tapi Vina suka binatang dan tidak ingin membunuh mereka. Mereka sangat imut, dan Vina akan sedih jika mereka dibunuh ...”
Marco mengejek dengan jijik.”Simpan rasa kasih sayangmu terhadap sesama makhluk hidup, wahai Tuan Putri. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati, dan berada pada naungan Skulheill. Aku tak punya simpati pada makhluk yang harus aku bunuh agar diriku bisa terus bertahan hidup.”
"Nah, kalau begitu." Vina tiba-tiba menarik panah, dan membidikkan ujungnya langsung ke arah Marco.”Tidak akan masalah jika Vina membunuh Marco, sehingga Vina bisa terus bertahan hidup.”
Marco tergagap dan bergerak mundur.”B-B-bodoh! Jangan mengatakan hal-hal bodoh seperti itu, dasar cewek berdada papan cuci! Apakah kamu serius?! Sudah, hentikan! Apa yang akan kamu dapatkan dengan membunuhku?!”
"Vina akan merasa lega setelah membunuhmu. Lagipula, kau mengejek Vina dengan sebutan dada rata."
"K-Kau sendiri yang berkata begitu! Dada Vina benar-benar rata."
"Walaupun Vina berkata beitu, bukan berarti Vina mau mendengarkan kata-kata itu dari mulut orang lain. Terutama dari pria yang menyakiti perasaan Vina.”
"M-maaf! Maafkan aku!” Marco melompat ke depan dan bersujud di atas tanah.”Lihat, aku sedang minta maaf! Ini salahku! Mohon maafkan aku! Dada Vina tidak datar! Dadamu besar! Besar! Raksasa! POKOKNYA, LUAR BIASA!”
"Marco." Haruhiro melihat pria bodoh itu dengan ekspresi remeh. ”Kau tidak benar-benar menyesal, kan?"
"Bagaimana kau tahu ?! Bagaimana kau bisa tahu?! Apakah aku tidak terlihat seperti sedang minta maaf? Mana buktimu!”
Vina mendesah, lalu menurunkan busur dan menempatkan panahnya kembali ke sarung. ”Buang-buang panah saja."
Marco menarik napas lega dan berdiri, kemudian menyeka keringat dari alisnya. ”Lagian, kau pasti akan luput meskipun kau coba menembakkan panah padaku. Tapi aku minta maaf hanya untuk jaga-jaga, yah kau tau lah ... Hey! Vina, hentikan! Jangan menarik Kukri itu! Ini adalah lelucon! Terpotong oleh benda seperti itu sangatlah menyakitkan! Kau akan membunuhku! Aku sungguh akan mati!”
"Aku yakin bahwa ini tidak berbeda dengan membunuh hewan liar," kata Udin dengan senyum kecut. ”Meskipun aku tidak tahu persisnya, aku mendengar bahwa kita tidak harus pergi terlalu jauh dari Atalante untuk menemukan Goblin, Ghoul, dan sejenisnya. Mereka adalah makhluk-makhluk yang mungkin bisa ditangani oleh kita, yang sejatinya masih anggota pelatihan.”
"Goblin dan Ghoul." Haruhiro memiringkan kepalanya ke satu sisi. Dia punya perasaan bahwa ia pernah mendengar nama-nama itu sebelumnya. Mungkin itu hanya imajinasinya, tapi dia membayangkan mereka seperti semacam makhluk humanoid.
"Jadi, itu artinya ..." Alice mulai berbicara dengan suara yang cukup kuat. Ini jarang terjadi mengingat dia selalu berbicara dengan lembut. ”Kita akan mencari Goblin dan Gholu.”
"Goblin dan Ghoul." Haruhiro mengoreksi sedikit agar gadis itu mengucapkannya dengan benar.
Wajah Alice berubah menjadi merah cerah, dan dia mulai meringkuk lagi.
"Apa pun itu, tidak masalah bagiku." Marco langsung menyetujuinya tanpa pikir panjang.
"Itu lebih baik daripada membunuh hewan." kata Vina dengan gembira.
Barto mengangguk dengan keras.
"Kalau begitu, ayo kita pergi menuju ke hutan," kata Udin.
Udin adalah Priest sekaligus pemimpin, dia mengarahkan Haruhiro dan yang lainnya untuk menuju hutan terdekat.
Itu adalah hutan belantara, penuh dengan makhluk liar, dan tak kenal ampun. Pohon berdaun lebar dan tebal menutupi jalan di bawah kaki mereka, sehingga mustahil untuk melacak suatu jejak. Tanah berkisar dari yang keras seperti batu, sampai yang agak lembut dan benar-benar licin. Sulit untuk menemukan pijakan, sehingga mereka pun kesulitan berjalan.