"Marco! Salah satu menuju ke arahmu!” peringatan datang dari Haruhiro.
"Aku tahu! Kau tidak perlu memberitahu aku!” balasan datang dengan cepat dari Marco.
Barto dan Udin ditempatkan di depan, sementara Vina dan Alice bertarung dari jarak jauh. Salah satu dari tiga Goblin yang Barto dan Udin lawan telah menyelinap melewati mereka, lantas menyerang ke arah Vina dan Alice. Marco adalah orang yang paling dekat dengan salah satu Goblin yang menerobos. Meskipun ia dan Haruhiro mendukung lini depan dengan berada satu langkah di belakang Barto, mereka juga punya tugas lain untuk melindungi dua gadis yang menyerang dari kejauhan. Marco bergerak untuk mencegat monster itu.
Meskipun terkadang Marco merusak formasi dengan lari ke sana-kemari dan melakukan berbagai hal semaunya sendiri, kerja sama tim mereka telah meningkat dalam waktu tiga belas hari semenjak mereka pertama kali datang ke Damroww dan mulai berburu Goblin. Dan hari ini, Marco bisa bekerjasama tanpa protes dengan anggota Party lainnya.
Marco meneriakkan skillnya, "[ANGER THRUST]!", dan melancarkan serangan. Marco mendorong pedangnya pada Goblin dengan menggunakan skill yang baru dipelajari, tetapi jangkauannya terlalu jauh. Tentu saja, serangannya meleset jauh.
"Aku luput?! Di pasti bukan Goblin biasa!” Marco berpendapat.
"Tentu saja itu adalah Goblin normal!" Haruhiro membentaknya sembari bertukar tatapan dengan Udin.
Barto dan Udin pasti bisa menahan dua lawan sendirian, sehingga Haruhiro bergegas menyelinap tepat di belakang Goblin yang menyerang Marco dengan menggunakan pedang berkarat miliknya.
"Sialan!" Marco melihat Haruhiro, sembari membelokkan serangan si Goblin.
Berhenti menatapku! Pikir Haruhiro sembari memutuskan titik mana yang harus ditargetkan.
Tidak hanya Marco yang belajar teknik bertarung baru. Semua anggota Party yang kembali dari Guild mereka masing-masing, telah belajar skill baru. Namun, mereka semua masih pada tahapan mempelajari teknik tersebut secara teori, dan tak seorang pun berani menerapkannya pada pertarungan sebenarnya. Tapi tanpa keberanian untuk mencoba menggunakan skill itu dalam pertempuran, mereka tidak akan pernah menguasainya.
Karena ia telah membayar sejumlah uang untuk belajar teknik baru, maka Haruhiro bertekad untuk menggunakannya secara aktual.
Mudah diucapkan, namun sulit dilakukan. Entah kenapa, si Goblin terus memusatkan perhatian pada Haruhiro, monster itu pun mengayunkan pedangnya pada Haruhiro secara sembrono untuk menghentikan setiap serangan mendadak yang akan dilancarkan olehnya. Haruhiro kesulitan menemukan celah. Jika Marco bisa mengalihkan perhatian monster itu ... tapi tampaknya orang seperti dia tak bisa diharapkan. Marco bukanlah tipe petarung yang bisa melawan musuh secara langsung, dan begitupun dengan Haruhiro.
Mereka berdua takut menghadapi musuh secara langsung, dan lebih memilih untuk menyerang dari belakang, atau setidaknya dari samping. Itulah sebabnya, baik Haruhiro maupun Marco selalu mengepung si Goblin, dan mencoba untuk menyerang dari belakang. Tentu saja si Goblin tidak ingin ada seseorang yang berada di belakangnya, sehingga ia berputar-putar terus, dan pergerakan selanjutnya tidak bisa diprediksi.
"Seseorang…. lakukan sesuatu!" Vina menarik Kukri dan melompat ke arah Goblin.
Terkejut, Goblin berhenti bergerak beberapa saat, dan Vina mengayunkan Kukrinya dalam pola silang.
"[CROSS CUT]!"
Goblin menjerit dan mundur dengan cepat. Dia mendapati luka dangkal dari bahu sampai ke dada. Sekarang, dia kembali ke arah Haruhiro.
Sekarang! Bahkan saat ia memikirkan itu, tubuhnya sudah bergerak. Dalam sekejap, ia mendekati Goblin itu dan mendorongkan belatinya pada punggung si monster [BACKSTAB]. Kulit Goblin cukup lembut, jadi belati Haruhiro terbenam empat inci ke dalam tubuhnya. Haruhiro menariknya kembali dan mundur, lantas si Goblin mulai terhuyung-huyung.
Goblin batuk darah, dan tampaknya dia bersiap-siap untuk melakukan sesuatu. Lalu tiba-tiba dia terjatuh, namun masih hidup. Bahkan dalam keadaan seperti itu, dia masih bersikeras untuk melawan.
"Huh?" Haruhiro menatap Goblin yang sudah roboh. Dan Goblin itu pun balas menatap dirinya.”Apakah aku ... menusuknya pada titik yang fatal? Atau salah titik?”
"Aku harus membunuhnya!" Marco melompat ke arah Goblin dan memangkas leher si monster dengan pedang nya.”YESSS! Aku dapatkan Vice-ku!”
Vina menyempitkan alisnya.”Vina berpikir bahwa Dark Knights benar-benar biadab.”
"Aku bukan biadab! Aku hanya memiliki kekejam yang terhormat! Kami, para Dark Knights memberikan persembahan pada Dewa Skulheill. Kelihatannya kami memang tidak manusiawi dan tidak punya perasaan. Namun kami berdarah ksatria dan tak pernah mencucurkan air mata."
"Oom rel eckt," Alice melantunkan sembari menggambar huruf elemental yang terbang di udara dengan tongkatnya.”Vel dasbor!"
Mage menggunakan kekuatan makhluk sihir yang disebut Elemental, dan bayangan Elemental yang baru saja dipanggil oleh Alice berpenampilan seperti rumput laut hitam dan keriting. Itu adalah sihir mantra [SHADOW ECHO], dan sihir itu terbang ke depan sembari mengeluarkan suara VOOOSHH yang aneh.
Alice bisa memilih untuk belajar Alev, yaitu sihir api, Kanon, yaitu sihir es, atau bahkan Pfatlz, yaitu sihir petir. Tapi dia malah memilih Das, yaitu sihir bayangan. Haruhiro memiliki perasaan bahwa mungkin saja Alice sedikit mengungkapkan kepribadian aslinya.
Elemental bayangan menghantam tengkuk Goblin yang masih saja bertarung melawan Udin. Namun, itu tidak hanya mempengaruhi kepalanya, melainkan seluruh tubuh monster itu mulai bergetar.
"Gah! Gah!”Goblin itu menjerit dengan suara aneh.
[SHADOW ECHO] bukanlah sihir yang membakar, membekukan, atau menyengat, melainkan memberikan kerusakan melalui gelombang berfrekuensi tinggi. Udin memang hebat, dia melanjutkan serangan Alice dengan memberikan pukulan menggunakan tongkatnya, kemudian menendang Goblin sampai roboh.
"[HATRED’S CUT]!" Marco dengan kejam menyerang Goblin yang sudah roboh.
Menyerang musuh yang sudah roboh adalah keahlian "khusus" yang dimiliki oleh Marco. Secara logika, dia bahkan tidak perlu menjadi seorang Dark Knight jika kemampuannya hanya seperti itu. Pedang Marco memangkas udara dan tidak mengenai musuhnya. Sabetannya dibelokkan setelah mengenai sisi kepala Goblin yang bertulang keras. Marco pun kesal.
"SIALAN!! Kamu pikir kamu siapa?! Ambil ini! Dan ini! Dan ini!” Marco berteriak sembari memukul lagi dan lagi.
Sementara Marco “menyalahgunakan” Goblin yang sekarat, Barto masih bertarung melawan satu Goblin yang tersisa. Mereka harus menyelesaikannya, tapi tampaknya Haruhiro tidak perlu membantu. Goblin menyerang dengan liar, menjerit, dan menebas Barto dengan pisaunya yang berkarat. Barto meng-intersep serangannya dengan sempurna, dan menggunakan pedang raksasa untuk menangkis pisau berkarat itu. Pergerakan Goblin pun terhenti.
Barto berada di atas angin. Dia memiliki kekuatan yang cukup besar, dan dia telah belajar teknik tingkat lanjut. Sembari mendengus, Barto menangkis pisau Goblin dengan sabetan pedangnya sendiri, kemudian dia menggunakannya untuk memotong wajah Goblin, [SPIRAL SLASH]. Barto tidak memiliki kecepatan, tapi ia cukup gesit. Goblin meringis dan mundur ke belakang.
Haruhiro berteriak untuk memberikan semangat, "Majulah, Barto!" Dan Barto pun melangkah maju, kemudian dia memangkas secara diagonal dengan segenap kekuatannya, seraya berteriak.”MAKASIH!!"
Teknik Barto ini [RAGE CLEAVE] adalah skill paling dasar yang diajarkan untuk para Warrior selama pelatihan pada Guild Warrior. Itu tampak seperti suatu jurus yang bisa mudah dikuasai hanya dengan menonton saja, tapi sangat sulit untuk mengenai musuh dengan menggunakan skill itu. Alasan mengapa Barto berteriak "MAKASIH" bila menggunakan [RAGE CLEAVE] adalah, dia ingin mengucapkan "terima kasih karena kau sudah membiarkan aku untuk membunuhmu”.
Namun di balik kata yang terkesan penuh kasih sayang tersebut, tersimpan kekuatan pembunuh yang besar. Pedang raksasa Barto memotong Goblin dari bagian atas bahu sampai ke tengah dada. Dia memutar pedangnya dan Goblin itu terangkat ke udara, dalam keadaan masih tertusuk. Kemudian, dengan tenaga kasar, Barto melemparkannya jauh-jauh. Goblin pun terbang ketika Barto mencabut pedangnya.
Marco berlari ke arah Goblin itu, dan meneriakkan jeritan kemenangan yang memekakkan telinga. Kemudian, dia mulai “membajak” Goblin dengan menggunakan pedang panjangnya. Vina tidak hanya berpikir bahwa tindakan Marco adalah brutal, namun juga benar-benar biadab. Dan ketika ia selesai memotong tubuh Goblin, dia menggunakan pisau untuk memotong salah satu telinganya yang runcing.
"Tiga Vice berturut-turut!" Dia tertawa dengan gembira.”Total semuanya adalah 11, dan itu bisa mengupgrade kekuatan iblisku! Aku bisa merasakannya, dan aku bisa memanggilnya untuk membisikkan sesuatu di telinga musuh, sehingga perhatian mereka teralihkan! Keren!”
"Apa maksudmu, 'Aku bisa merasakannya?" Haruhiro mendesah.”Jadi kau hanya bisa merasakannya? Sepertinya Demon milik Dark Knight tidak berguna pada kenyataan.”
"Hei! Aku mendengar itu, Haruhiro!”Marco balik menyembur. ”Jangan menghina Zodiak milikku! Aku akan menyuhurnya untuk mengutuk dirimu!”
Rupanya "Zodiak" adalah nama yang Marco berikan pada Demon miliknya. Atau apakah itu memang nama aslinya? Atau mungkin itu adalah nama hewan peliharaan? Haruhiro tidak tahu, tapi itu tidak masalah. Itu tidak mengubah fakta bahwa sepertinya makhluk itu tak banyak berguna
"Bagaimanapun juga, aku benar. Kau bahkan tidak bisa memanggil makhluk itu ketika siang hari, " kata Haruhiro.
"Bodoh! Setelah aku mengumpulkan 11 Vice, maka level Demon akan naik! Sekarang aku bisa memanggilnya saat matahari terbenam dan terbit!”
"Kita sudah kembali ke Atalante ketika matahari terbenam, dan tak seorang pun bangun ketika matahari terbit… maka tetap saja makhluk itu tak berguna."
"Betul. Tapi… " Vina bergabung dengan percakapan itu sembari menggembungkan pipinya. Tatapan matanya berkata bahwa dia sedang jengkel. Namun ekspresi wajahnya sulit untuk dibaca. ”Karena tuannya adalah orang tolol, maka dia lebih baik sepertiitu.”
"Aku bukan tuannya! Demon tidak seperti hewan peliharaan! Ini semacam aku dikuasai oleh Demon. Bagaimanapun, dia adalah Demon!”
"Jadi itu berarti," kata Alice sambil tertawa lembut dan menghindari tatapan Marco, "sebelum kau menggunakannya untuk mengutuk Haruhiro…. Kau lah yang terlebih dahulu kena kutukan.”
"Ya, aku kira itu benar. Tunggu dulu …… APA?! Serius?! Zodiak, apakah itu benar? Jawaban aku, Zodiak! Oh, ini masih siang, jadi dia tidak akan mendengarkan kataku…"
"Kerja bagus, semuanya," kata Udin sembari menatap mereka dengan senyuman. ”Apakah ada yang terluka? Sepertinya tidak ada… tapi aku akan menyembuhkan siapapun yang terluka. Jika semuanya baik-baik saja, ayo kita lihat apa isi kantong Goblin kali ini.”
"Aku! Aku… Aku…. Aku! Aku akan melakukannya! Biarkan aku melakukannya!” Marco langsung menawarkan diri. Di dalam tiga kantong Goblin itu adalah tujuh perak, dua batu yang tampaknya berharga, tiga taring dan tulang yang tidak yakin bisa dijual ataukah tidak, dan beberapa potong sampah yang tak punya harga. Terlepas dari berapa harga yang akan ditawarkan untuk batu itu, berarti mereka telah mendapatkan sekitar sepuluh perak, atau setidaknya delapan perak.
Mereka telah meninggalkan Atalante pada jam tujuh pagi, tiba di Damroww sekitar pukul delapan, dan sekarang sudah lewat tengah hari. Mereka melanjutkan dengan mengubur mayat Goblin di dalam lubang yang dangkal, kemudian istirahat makan siang tak jauh dari tempat itu. Bekal makan siang mereka adalah roti, daging kering, dan sejenisnya. Mereka menempatkannya pada ransel atau tas. Istirahat makan siang adalah saat-saat yang menyenangkan bagi mereka.
"Harus bersyukur." Vina memotong beberapa lembaran daging kering yang telah dia kemas, dan menempatkannya pada tanah. Sembari menutup mata dan menepuk tangannya, Vina pun berdoa. ”Terima kasih, Eldritch. Berikut adalah persembahan dari kami karena engkau selalu memberikan perlindungan.”
"Apakah berdoa dan memberikan persembahan sebelum makan…" Haruhiro bertanya sambil menggigit roti, "adalah sesuatu yang diperlukan oleh Guild Hunter?” Dia membelinya dari toko Tattan Bakery yang terletak di luar Nishimachi. Roti itu keras seperti batu, tapi murah dan terasa cukup nikmat.
"Ya," Vina membuka matanya dan berbalik untuk menatap Haruhiro. ”Dewi Putih Eldritch adalah serigala raksasa, dan hubungan buruk antara dirinya dengan Dewa Hitam Rigel, yang juga merupakan serigala raksasa. Kita bisa berburu dengan aman, ini semua berkat perlindungan Eldritch.”
"Dengan kata lain, para Hunters menyembah dia, ‘kan?" Kata Haruhiro. "Dewi Eldritch. Apakah tidak masalah bagimu, jika kau harus berdoa pada suatu eksistensi yang sangat minim informasi tentangnya?”
"Tidak apa-apa," Vina tertawa.”Eldritch berjiwa besar, menurutku dia tidak akan marah hanya karena hal seperti itu ... Toh juga tidak ada yang membuatnya marah.”
"Aku pikir ..." Alice memegang semacam kue donat di tangannya. ”Dewi Eldritch memahami perasaan Vina. Atau setidaknya, aku percaya begitu ...”
Udin mengambil minum dari labu kulit, dan mengangguk untuk menyetujuinya. ”Tentu, perkataan memang penting, tapi yang lebih penting adalah perasaan di balik perkataan tersebut. Ketika kami, para Priest, menggunakan sihir cahaya, mantra tidak bekerja jika kami melafalkan mantra yang salah, tapi itu tidak mirip seperti doa Vina pada Dewi Eldritch.”
"Vina penuh dengan perasaan," kata Vina sembari membuka lengannya lebar-lebar. ”Ketika Vina tidur di malam hari, Eldritch datang pada di mimpi Vina. Vina bertanya apakah ia bisa menunggangi Eldritch, dan Eldritch mengatakan bisa! Vina naik ke punggungnya, dan Eldritch berlari begitu cepat! Itu sungguh luar biasa!"
"Jadi," kata Marco sambil mengerutkan kening dan mengunyah lembaran daging dengan suara berisik, "di mana bagian lucunya? Aku mendengar cerita kalian dari tadi untuk menemukan bagiannya yang lucu, jadi di mana bagian lucu itu? Jika kamu belum menyiapkan leluconnya dengan baik, maka aku bersumpah akan memukulmu!”
"Lelucon?" Vina berkedip dan memiringkan kepalanya.”Tidak ada bagiannya yang lucu.”
"Apa !?" Marco mengacungkan jari telunjuknya dengan lebay.”Bodoh! Apa bagusnya bercerita panjang-lebar tanpa lelucon?! Apa yang akan kau lakukan jika aku tenggelam dalam kekecewaan?”
"Memangnya kenapa?" Kata Alice dengan suara kecil.”Jika kau tenggelam…. Ya mati saja.”
"Hei!" Marco menunjukkan jarinya pada Alice.”Hei! Hei! aku mendengar itu! Aku mendengar apa yang kau katakan, Alice! Kau ingin aku mati, kan!”
"Aku hanya mengatakan. Memangnya kenapa kalau kau tenggelam?”
"Jika kau ingin aku mati, katakana saja dengan sopan! Kau sungguh buruk! Kau adalah manusia terburuk yang pernah aku temui! Paling buruk dari yang terburuk di dalam sejarah!”
"Ndak usah dipikirin, Alice," kata Vina sembari memeluk Alice dan menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut. ”Kau tidak perlu mendengarkan omongan si makhluk rendahan ini. Alice tidak melakukan kesalahan apa pun. Makhluk rendahan ini adalah orang jahat. Dia begitu rendah, dan bahkan tidak bisa disebut manusia, ampun deh.”
"Aku masih manusia!"
"Seorang manusia berambut berantakan?" Kata Haruhiro seraya membela para gadis, "Ya, rambut berantakan ..." kemudian Marco memelototi Haruhiro setelah dia sadar bahwa sedang disindir.
"Rambut berantakan tidak ada hubungannya dengan ini semua!" Kata Marco sembari menarik-narik rambutnya. ”Bahkan, orang berambut berantakan adalah orang yang baik! Orang-orang yang tidak berambut berantakan tidak bisa disebut manusia!”
"Kalau begitu ..." Barto menelan roti seukuran kepalan tangan.”Tidak apa-apa jika aku bukan manusia."
"Vina juga," kata Vina.
"Aku juga," tambah Alice.
"Sama." Haruhiro setuju.
"Tunggu," kata Udin dengan ekspresi hampir serius.”Mari kita berpikir tentang hal ini secara rasional. Apakah rambut berantakan benar-benar masalah? Aku tidak berpikir itu adalah masalah. Sama sekali tidak ada yang salah dengan rambut berantakan dan juga si pemilik rambut tersebut. Bahkan, rambut berantakan mungkin adalah korban di sini ...”
"Huh?" Marco menarik rambutnya.”Korban? Rambutku? Apakah itu berarti bahwa aku adalah si tersangka ?! Dan apakah itu berarti rambut berantakan akan menjadi hal yang buruk!?”
"Marco, aku hanya bercanda."
"Terkutuk kau Udin! Kau selalu menyeringai ketika mengatakan segala sesuatu, sehingga aku tidak bisa menebak apakah kau sedang serius ataukah tidak! Kau adalah seorang penghianat bertopeng tebal!”
"D-Dia tidak begitu kok!" Alice tiba-tiba berdiri dengan wajahnya yang memerah. Dia tampak begitu marah sampai-sampai terlihat uap yang melayang dari kepalanya. ”Udin bukan penghianat! Tarik kembali ucapanmu!”
Marco tersentak.”H-hei, meskipun begitu, aku ada benarnya, kan? Aku kan juga punya hak untuk mengejek orang lain."
"Tarik kembali ucapanmu!" Tuntut Alice.
"Baik! Aku paham. Aku akan menarik kembali ucapanku. Udin bukanlah penghianat. Dan dia tak pernah pakai topeng tebal. Dia adalah orang yang berjiwa putih. Begitupun dengan badannya. Badannya sangat putih. Aku melihat badannya setiap kali mandi bersamanya. Putih sekali. Sangaaaat putih. Bahkan terlalu putih untuk seukuran pria. Para wanita sekalipun akan iri ketika melihatnya”
"Putih ..." Alice bergoyang bolak-balik.”Badan Udin…. putih ...”
"Lebih putih daripada seorang gadis, ya," Udin mengangkat jubah Priest-nya dan juga kemeja di balik jubah tersebut.”Menurutku tidak begitu. Haruhiro, apakah badanku memang seputih itu?”
"Er, yahhh ..." Haruhiro melihat Alice dan Udin secara bergantian, berkali-kali.
Memang perutnya putih, tapi kulit Alice lebih indah. Tapi bukan itu masalahnya. Haruhiro memang sudah mencurigai hal ini. Namun sekarang dia semakin yakin bahwa Alice menyukai Udin. Apakah Udin tidak menyadarinya? Jika demikian, Haruhiro merasa kasihan padanya. Namun, ia juga memiliki perasaan bahwa sebenarnya Udin menyadari akan hal ini.
"Aku kira tubuhmu cukup putih, ahhh sekarang aku baru sadar. Ya, sangat putih. Dan kulitmu juga sangat halus, " kata Haruhiro.
"Kulit…. halus ..." Sepertinya Alice bisa pingsan setiap saat.”Kulit ... halus ..."
"Alice ... apakah kau baik-baik saja?" Vina berpindah tempat untuk mendukung tubuh Alice yang goyah.”Kau tidak boleh berfantasi terlalu dalam. Lebih baik kau berfantasi sesekali saja. Alice? Alice?”
Alice menghela napas berat, kemudian bersandar pada Vina, dengan gerakan linglung.
Ups, pikir Haruhiro. Mungkin aku berlebihan ... Tapi pada saat itu, dia menyadari betapa menarik dan manis gadis yang bernama Alice itu.
Marco mengejek dengan jijik dan mengabaikan mereka. Dia mulai makan bekalnya, sembari memancarkan aura muak. Apakah mungkin Marco cemburu karena dia juga menyukai Alice? Dan Alice tampaknya tertarik pada Udin, jadi Marco marah karena hal itu?
Jika memang demikian, Marco harus memikirkan kembali banyak hal. Selama ini dia tidak melakukan suatu hal pun yang bisa membuat para gadis tertarik padanya. Bahkan, segala sesuatu yang dia lakukan hanya membuat gadis-gadis semakin membenci dirinya.
"Kita benar-benar sudah menjadi tim yang baik," bisik Udin.
"Oh?" Jawab Haruhiro.
"Kita bisa membunuh tiga Goblin sekaligus tanpa masalah, dan sekarang tak seorang pun terluka. itu berarti kita mengalahkan mereka dengan mudah. Vina semakin piawai dalam menggunakan Kukri dari busur. Sebenarnya, dia memang sudah baik dalam menggunakan kedua jenis senjata tersebut. Jika kita berencana dengan hati-hati, kita mungkin bisa membunuh empat Goblin sekaligus.”
"Aku paham ..." Haruhiro memikirkan hal itu sejenak.