LEGEND OF HARUHIRO

Jinx pro
Chapter #18

Chapter 17 - Untuk Mendekap yang Tersayang

Tidak peduli apakah Haruhiro bisa memimpin atau tidak. Selama dia masih hidup, waktu tidak akan berhenti untuknya. Ia pergi ke tempat tidur, kemudian pagi datang lagi seperti biasa, dan mereka pun pergi lagi ke Damroww.

Mereka menangkap dua Goblin lengah, dan segera melukai salah satu diantaranya dengan serangan mendadak. Marco dan Vina berhadapan dengan Goblin yang sudah terluka, sementara Barto dan Haruhiro menangani satunya lagi. Goblin yang masih belum terluka memperlengkapi dirinya dengan helm penyok, armor sederhana, dan pedang lusuh. Namun, dia masihlah merupakan lawan yang tangguh, meskipun dari segi kekuatan, Barto dan ukuran tubuhnya jelas memiliki keuntungan lebih besar.

Jika Barto bisa menjatuhkan dirinya di atas Goblin, maka dia bisa menang. Dia cukup menggunakan kekerasan untuk menghabisi lawannya, tapi dia tidak melakukan itu. Dia ragu-ragu. Tapi, mengapa? Apakah Barto takut? Tentu saja, gaya bertarung seperti Marco bukanlah pilihan, dia dengan ceroboh menyerang musuh, tanpa pikir panjang. Tapi mengapa hari ini Barto begitu berhati-hati?

Haruhiro menyaksikan Barto dan Goblin yang saling berhadapan. Dulu, jarang ditemui Goblin yang memakai helm, tapi yang satu ini benar-benar memakainya. Saat itulah Haruhiro menyadari bahwa jika dilindungi oleh helm, hantaman langsung ke kepala tidak akan berdampak banyak. Tanpa helm, bahkan sayatan pisau mungkin akan memberikan luka serius. Siapa pun akan berpikir dua kali untuk melawan Goblin berhelm secara agresif.

Semalam Barto mengatakan bahwa ia ingin helm dan plat baja pelindung. Dia tidak pernah meminta benda seperti pedang baru yang lebih tajam, atau semacamnya. Yang paling ia inginkan adalah pelindung armor. Haruhiro pun menduga bahwa jika ia memiliki pelindung tubuh penuh, maka dia bisa bertarung dengan lebih tegas dan percaya diri.

Adapun bagi Haruhiro, dia selalu menempatkan dirinya di belakang musuh, sehingga potensi cedera relatif kecil. Dia tidak memakai armor, sehingga dia sangat menghindari serangan langsung dari lawan. Satu sabetan pedang saja sudah cukup untuk mengakhiri nyawanya, sehingga ia sebisa mungkin menghindari serangan lawan secara langsung.

Tapi Barto tidak bisa menghindarinya. Tugasnya adalah menyerang musuh secara langsung, dan jika ia mencoba melawan seperti Haruhiro dengan selalu menempatkan dirinya di belakang musuh, semua formasi tim akan berantakan.

Haruhiro tidak pernah menyadari ini karena apa yang dia pikirkan hanyalah posisi dan perannya sendiri dalam pertarungan. Dia tidak pernah memikirkan peran orang lain. Bahkan tak pernah terpikirkan olehnya bahwa helm adalah salah satu pelindung wajib bagi seorang Warrior.

"Barto!" Haruhiro memanggilnya sembari menyabet Goblin dengan belatinya.

Ketika Goblin menoleh ke arahnya, seperti biasa, dia selalu Haruhiro mundur. Untuk sesaat, Goblin ragu-ragu memilih targetnya, namun kemudian monster itu berbalik menghadap Barto sekali lagi. Tapi Barto sudah bergerak, dan menyodorkan pedang raksasanya pada si Goblin sambil berteriak. Pedang itu menusuk dalam pada perut si Goblin.

Bagaimanapun juga, makhluk hidup tidak mati dengan begitu mudah. Goblin melepaskan jeritan bernada tinggi, dan mencoba untuk mengayunkan pedangnya pada Barto. Haruhiro tidak berniat untuk membiarkan hal itu terjadi. Dengan berposisi tepat di belakang si monster, dia bergegas mendekatinya dan membidik tangan Goblin yang membawa pedang. [HIT]

Serangan itu tidak cukup untuk memotong pergelangan tangan Goblin, tapi belatinya berhasil memangkas tulang lawannya. Goblin pun menjatuhkan pedangnya. Barto meneruskan serangan berantai tersebut dengan mengayunkan pedang raksasanya, dan Goblin hanya bisa mengerang sembari memukul-mukulkan lengannya pada Barto. Haruhiro meraih helm Goblin, menariknya ke belakang dengan sekuat tenaga, seolah-olah dia ingin melepaskan helm itu dari kepala si Goblin. Sebagai penutup, ia menikamkan belati pada tenggorokan lawannya.

Bahkan setelah itu, masih butuh beberapa saat bagi Goblin untuk berhenti bergerak. Udin pernah berkata bahwa lawan-lawan mereka juga ingin terus bertahan hidup, sama seperti mereka. Tapi ini adalah pertarungan sampai mati, sehingga lawannya tidak akan memberikan nyawa begitu saja. Pertarungan ini begitu muram, dan tak pernah mudah. Haruhiro dan yang lainnya membunuh untuk mengambil barang-barang berharga lawan mereka, dan mereka melakukan itu untuk membayar makanan dan terus bertahan hidup.

Vina dan Marco bertarung melawan Goblin yang tersisa, dengan dukungan dari Alice. Setelah Alice melemahkannya dengan mantra, Marco melancarkan serangan penutup.

Ketika Haruhiro mengumpulkan kantong Goblin setelah perkelahian itu usai, Lusi menempatkan jari-jari tangan kanannya pada dahi, dan jari tengahnya berada di antara alis. Dia melakukannya dengan begitu cepat, sampai-sampai Haruhiro hampir tidak melihatnya.

Itu adalah simbol heksagonal yang biasa Udin bentuk setelah membunuh lawan-lawannya, namun Haruhiro tidak menduga bahwa Lusi juga diwajibkan melakukan ritual serupa. Sepertinya, gadis itu tidak mau repot-repot untuk melakukan ritual ketika lawannya tewas, tapi kemudian, Haruhiro menyadari bahwa dirinya salah. Dia tidak tahu apa-apa tentang Priest. Dan selama ini, dia tak pernah berusaha untuk mengatahuinya.

Selama istirahat makan siang, Haruhiro mencoba mendekati Barto.

"Aku akan membelikan helm untukmu," kata Haruhiro. "Walaupun aku hanya bisa beli yang murah, aku juga akan membelikan plat armor untukmu. Jadi, ayo kita cari satu set perlengkapan yang cocok untukmu. Jika kita tidak dapat menemukan yang cocok dengan badanmu, maka kita harus cari cara untuk menyesuaikan ukurannya.”

"Tapi itu ... Tapi ... Bukankah kau tidak punya uang untuk dibagi denganku ... Aku memang orang yang menyusahkan," kata Barto dengan gelisah.

"Jangan khawatir tentang hal itu. Selama aku punya ini, aku baik-baik saja untuk saat ini, " Haruhiro bersikeras sembari menunjukkan belatinya. “Tapi jika kau tidak memiliki pelindung yang tepat, maka kinerja semua tim juga terpengaruh, jadi ini semua juga demi diriku sendiri. Armor logam super mahal, jadi tanpa menghasilkan banyak uang, kita tidak akan mungkin memperoleh benda seperti itu.”

"Sekarang Vina baru sadar, dan Vina setuju dengan Haru," kata Vina sembari tersenyum sedikit. “Vina juga akan membantu membayar armor Barto. Mari kita semua pergi belanja untuk beli helm yang imut!”

Alice mengangkat tangannya dengan takut. “Dan aku. Aku tidak memiliki banyak uang cadangan, tapi aku akan membantu.”

“Aku akan mengatakannya di sini, sekarang juga, bahwa aku tidak bisa patungan 1 perunggu pun!” Marco menyatakan itu.

"Baiklah. Toh, tidak ada yang mengharapkan kontribusi darimu," Haruhiro berkata, dan melirik singkat ke arah Lusi.

Gadis itu memalingkan pandangannya pada kejauhan, seolah-olah percakapan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengannya. Tapi entah kenapa, Haruhiro punya perasaan bahwa dia sedikit kesepian. Mungkin itu hanya imajinasinya.

Lain kali ketika bertarung, ia memutuskan akan mengamati Lusi. Semuanya berpikir bahwa hal yang Lusi lakukan hanyalah menonton dari kejauhan sambil bersandar pada tongkatnya. Dia tidak melakukan pekerjaannya dengan benar, dan tidak juga menyembuhkan mereka. Dia tidak pernah punya niat untuk melaksanakan tugasnya. Itulah anggapan mereka terhadap Lusi, tapi apakah benar demikian?

Setelah makan siang, kelompok Goblin pertama yang mereka temui terdiri dari 3 ekor, dan Haruhiro tidak mendapatkan kesempatan untuk mengamati Lusi ketika pertarungan berlangsung. Setelah itu, mereka tidak menemui Goblin yang sendirian. Malahan, mereka mendapati Goblin yang berpasangan.

Ketika mereka baru saja hendak meninggalkan Kota Tua Damroww, secara tidak terduga, mereka berbentrokan dengan sepasang Goblin tersebut.

Karena terkejut, pertarungan berlangsung dengan kacau. Alice dan Lusi tidak memiliki kesempatan untuk menjauh pada jarak yang cukup aman, dan seekor Goblin langsung saja menerkam Lusi.

"Gadis tak berguna!" Marco berteriak pada Lusi sembari dia meluncur untuk menjegal Goblin yang menyerang Lusi. “Berhenti melamun!”

"Apakah kau berbicara padaku?" balas Lusi.

Ketika Goblin yang tersisa melompat ke arah Alice, Lusi dengan cepat memutarkan tongkatnya, kemudian menusuknya dengan segenap kekuatan. Itu adalah skill Priest untuk membela dirinya sendiri, [SMASH]. Haruhiro pernah melihatnya karena Udin juga belajar teknik itu tempo hari. Ternyata, Lusi juga memperhatikan keselamatan rekannya.

Hanya ada dua Goblin, sehingga pertarungan berjalan dengan lancar. Ketika Haruhiro berusaha untuk memposisikan dirinya di belakang targetnya, ia sesekali memperhatikan tindakan Lusi. Kami telah salah, Haruhiro menyadari akan hal itu. Tongkat itu bukan hanya sekedar aseksoris. Bagaimanapun juga, dia telah belajar skill [SMASH], sehingga dia bisa menggunakan tongkatnya sebagai senjata. Mungkin dia memang tidak bersedia bertarung di lini depan, tapi ketika situasi memaksanya untuk bertindak, dia pun tidak segan-segan menolong Alice.

Terlebih lagi, matanya tidak pernah berpaling dari Barto sampai Goblin yang dia lawan mati. Ketika Barto menyundul dagu Goblin dengan keras, pada saat itu juga, ekspresi Lusi menjadi serius sembari dia terus mengawasi rekannya itu. Tak lama setelah itu, dia menggeleng sebentar. Gadis itu pun memutuskan bahwa cidera yang dialami Barto cukup ringan, sehingga tidak harus diberikan penyembuhan segera.

Lusi hanya "berdiri tanpa melakukan apapun". Dia tidak punya "niat untuk melakukan pekerjaannya"? Tidak, mereka salah tentang itu. Dari kejauhan, Lusi dengan hati-hati mengamati pertarungan, dan setiap kali salah satu rekannya terkena serangan, dia membuat suatu keputusan untuk menyembuhkannya ataukah tidak. Dan ia bisa bertarung dengan menggunakan tongkatnya bila diperlukan.

Ketika pertarungan usai, Alice pergi ke Lusi dan berkata, “Terimakasih untuk yang tadi.”

Lusi berpaling.”Aku tidak paham apa yang sedang kau bicarakan."

Apakah dia harus menjawab seperti itu? Pikir Haruhiro. Andaikan dia menanggapinya dengan senyuman normal, dan berkata “Sama-sama”, Haruhiro merasa bahwa Lusi akan sangat disukai oleh cewek dan juga cowok. Bukannya itu sulit atau semacamnya. Lagipula, bertindak seperti itu akan mempermudah Lusi di kemudian hari. Mengapa dia harus repot-repot menunjukkan bahwa dia membenci orang lain?

Setelah mereka kembali ke Atalante dan menjual barang jarahan hari ini, Lusi tanpa kata mengambil bagiannya. Lantas, Haruhiro memberanikan diri untuk menghentikannya.

"Lusi, tunggu sebentar."

Lusi berbalik sambil menyisir rambutnya, dan ekspresi wajahnya terlihat sangat kesal. ”Urusan apa yang kau miliki denganku sekarang?"

Haruhiro memanggilnya hanya untuk formalitas. Itulah sebabnya, dan Haruhiro selalu ketakutan setiap kali berkomunikasi dengan gadis itu. Kadang-kadang, karena tidak ada alasan yang lebih baik, Haruhiro berpikir bahwa Lusi memang lebih suka dibenci oleh orang lain. Tapi saat ini dia adalah rekan mereka, kan? Bukankah akan lebih baik jika Lusi menjadi pribadi yang disukai oleh teman-teman setimnya? Andaikan saja Haruhiro memiliki lebih banyak keberanian, mungkin inilah saat yang paling tepat untuk menunjukkan keberanian tersebut.

Tapi tidak mungkin dia bisa mengatakan sesuatu seperti itu. Tidak pada saat ini, dan tidak juga pada suatu saat nanti. Yang dihadapinya sekarang adalah seorang gadis bernama Lusi, biasanya dia hanya akan berpaling tanpa menghiraukan lawan bicaranya. Dia akan mengatakan, "Cukup sudah. Selamat tinggal" lantas dia pergi begitu saja.

Lihat selengkapnya