Meskipun begitu, banyak hal yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Haruhiro menelan ludah dengan refleks. Dia telah bekerja keras dengan membulatkan tekad dan memandu timnya untuk mencapai tempat tersebut, namun hanya kejutan yang mengakhiri perjuangannya.
"Tidak mungkin ..." bisiknya pada diri sendiri. Dia bahkan tak pernah membayangkan kemungkinan seperti ini terjadi. “Mereka semakin banyak ...”
Pada balkon bangunan bertingkat dua, terlihat Goblin berarmor sedang bermalas-malasan. Di lantai dasar terlihat Hobgoblin besar, yang masih dilengkapi dengan armor penuh dan helm. Haruhiro sudah menduga bahwa mereka berdua ada di sana, tapi ada dua Goblin lagi yang berkeliaran di sekitar bangunan. Mereka berdua mengenakan helm dan juga armor, dengan perisai pada salah satu tangan, dan tombak pada tangan lainnya. Bahkan ada pedang pendek di pinggang mereka.
Mereka pasti adalah para penjaga.
Goblin berarmor yang berada di lantai dua tidak hanya duduk dengan santai. Dia malah duduk pada kursi yang bagus, sembari menekuk salah satu kakinya. Dari mana dia mendapatkan kursi itu? Benda seperti itu tadinya tak ada.
Apakah Goblin berarmor itu berencana untuk mengumpulkan bawahan dan memperluas kekuasaannya? Haruhiro tak mungkin mengetahui jawabannya kecuali jika dia menanyai Goblin itu sendiri, namun tentu saja mereka tak bisa berkomunikasi. Yang jelas, ini bukanlah pertanda baik.
Haruhiro kembali ke teman-temannya dan melaporkan temuannya.
“Jadi ... ternyata bukan hanya dua, melainkan empat ekor. Dan itu hanyalah perkiraan, tapi aku pikir jumlah mereka akan terus meningkat.”
"Empat Goblin." Lusi memejamkan mata, alisnya menegang sembari dia berpikir keras.
"Hmm ..." Vina menggembungkan pipinya yang bundar, sementara Alice menunduk sambil menghela napas.
Barto mengetuk helm Barbute-nya.
"Ada apa dengan kalian?" Marco mengejek. “Jangan takut gitu. Biarlah jumlah mereka banyak, apa boleh buat. Berhenti berlagak payah, wahai pengikut Tuan Marco!”
"Sejak kapan kami menjadi pe…." Haruhiro mulai terpancing dengan kebodohan Marco, namun dia segera menyadari bahwa itu sia-sia saja. “Ah, sudah, lupakan.”
"Jangan berhenti di tengah jalan," Marco kembali memprovokasi. “Ayolah! Kenapa kau jadi melempem seperi ini, Haruhiro? Kita tidak bisa jadi saingan kalau begini! Tidak mungkin prajurit infanteri sepertimu dapat menyaingi Tuan Marco yang agung!”
Haruhiro mengabaikannya, lantas memandang Barto, Vina, Alice, dan Luci secara bergantian. “Jika kita beranggapan bahwa dugaanku benar, maka lebih banyak Goblin akan muncul, jadi kita perlu membuat keputusan sekarang. Tidak harus saat ini, kita bisa menunggu sedikit lebih lama lagi…. Tapi, haruskah kita meneruskannya, atau malah menyerah? Sepertinya aku masih belum ingin menyerah. Dengan kemampuan kita sekarang ini, aku yakin kita bisa menghabisi mereka berempat.”
Lusi menatap kaku pada mata Haruhiro, dan pandangan mereka saling bertemua. “Apa dasarmu berkata demikian?”
“Barto memiliki Equipment pertahanan yang jauh lebih baik, dan sekarang dia tidak perlu khawatir untuk melindungi dirinya sendiri, dan dia juga punya potensi untuk menyerang lebih baik. Alice selalu dapat menidurkan seekor Goblin bahkan sebelum pertarungan berlangsung, dan dengan busur Vina, kombinasi serangan jarak jauh mereka dapat diandalkan. Dengan skill [SWAT], bahkan aku bisa menikan seekor Goblin secara langsung. Dan kami juga memiliki kamu, Lusi.”
“Hei! Bagaimana dengan aku?” Marco protes. “Mengapa aku tidak dihitung? HAH?!”
"Kau tidak harus ..." Lusi memalingkan wajahnya dan memandang ke bawah. “Kau tidak harus tergantung padaku. Aku ... aku hanyalah seorang Priest yang membiarkan rekannya mati.”
“Dan kami adalah tim yang juga membiarkan Priest kami mati. Aku yakin kita semua di sini tak ingin hal tersebut terulang lagi. Tak pernah. Kau pun demikian, kan? Aku percaya padamu, Lusi.”
Lusi tidak menjawab. Dia menggigit bibirnya, seolah berusaha terus ... terus menahan sesuatu. Vina dan Alice menempatkan tangan mereka pada bahu Lusi.
"Aku akan mengatakan ini sekarang," kata Marco, sembari mendorongkan ibu jari pada dadanya. “Aku tidak akan mati walaupun aku terbunuh. Aku adalah seorang pria yang tak kenal mati, jadi jangan berbicara omong kosong tak berguna dengan mengkhawatirkan aku.”
Seketika Lusi mendongak, matanya menyipit begitu terkecil, dan sudut-sudut mulutnya bergetar sedikit. Benarkah dia sedang tersenyum?
Haruhiro tidak bisa mengatakan dengan pasti, itu adalah senyum yang begitu sederhana, tapi Haruhiro sangat ingin meyakini bahwa gadis itu benar-benar tersenyum. Senyuman itu menghilang secepat ketika datang, dan Haruhiro menyesal karena tidak melihatnya lebih lama.
"Aku mengerti," kata Lusi dengan anggukan. “Aku tidak akan membiarkan sahabatku mati lagi. Aku akan melindungi semua orang, jadi yakinlah padaku.”
"Baiklah kalau begitu." Ketika Haruhiro mengulurkan tangan kanannya, demikian juga dengan yang lainnya mereka menumpuk semua telapak tangannya, sembari meneriakkan 'Fight! Semua atau tidak sama sekali!' dan itu adalah ritual yang biasa mereka kerjakan sebelum memulai pertarungan.
Tepat setelahnya, Lusi, memiringkan kepalanya dan berkomentar, "Aku selalu berpikir bahwa ini agak aneh. Mengapa kalian mengatakan 'Fight. Semua atau tidak sama sekali?'"
Yang lainnya kembali menatap Lusi dengan senyuman, dan mereka mulai menguatkan diri untuk menghadapi pertarungan selanjutnya. Mereka pun membahas rencana sekali lagi. Ini dia. Ya, ini adalah hari dimana mereka mempersiapkan dan merencanakan segalanya.
[mungkin kalian lupa, tapi saya ingatkan sekali lagi bahwa lawan mereka kali ini adalah Goblin berarmor dan Hobgoblin yang sempat Haruhiro hadapi ketika Udin terbunuh.]
Karena jumlah musuh meningkat, maka mereka perlu membuat beberapa penyesuaian, namun tidak perlu membuat rencana baru mulai dari awal. Prioritas pertama mereka adalah menerobos penjaga, kemudian sampai pada Goblin ber-armor dan Hobgoblin. Dalam hal kekuatan, para penjaga hanyalah lalat kecil.
Jika memungkinkan, mereka akan melawan dan menyelesaikan dua penjaga itu secepat mungkin, kemudian kembali terfokus pada target utama. Mereka semua sudah lama membahas bagaimana cara mengalahkan Goblin ber-armor dan Hobgoblin, dan ini adalah puncak dari semua mereka pembahasan, dan perencanaan mereka.
Mereka bisa melakukannya. Mereka pasti akan menang.
Seperti biasa, Haruhiro bertugas sebagai pemandu jalan, dengan Vina dan Alice berada dekat di belakangnya, sementara Barto, Marco, dan Lusi mengikuti dari kejauhan. Kendala pertama adalah mendekati target agar masuk jangkauan skill [PHANTOM SLEEP] milik Alice, yaitu pada radius tidak lebih dari 65 kaki. Pada jarak sekitar 120 kaki dari targetnya, ada dinding yang bisa digunakan untuk bersembunyi, tapi setelah itu hanya ada tanah lapang dan bangunan tua itu sendiri.
Namun, setelah banyak melakukan simulasi di sekitar bangunan dan area yang lebih luas, mereka mengetahui bahwa jika mereka mengambil jalan tertentu di sekitar bangunan, mereka bisa mendekat sampai radius 30 kaki tanpa terlihat oleh musuh. Setelah mendekat, mereka pun berhenti seketika. Di balik tumpukan puing-puing inilah mereka akan memulai serangan.
Ketika Haruhiro memberi sinyal, Vina menyiapkan busur dan mengaktifkan skill [SHARP SIGHT] sementara Alice mengeratkan cengkeraman pada tongkatnya dan mengambil napas dalam-dalam.
Akhirnya. Goblin berarmor dan Hobgoblin itu akan menemui ajal mereka hari ini. Mereka adalah monster-monster yang membunuh Udin. Haruhiro dan yang lainnya melakukan yang terbaik untuk tidak memperlakukan mereka sebagai ajang pelampiasan atau balas dendam. Mereka melakukan itu karena kebencian hanya akan mengganggu pemikiran yang jernih. Kedua ekor Goblin tersebut bukanlah pusat pelampiasan rasa benci, melainkan hanya musuh biasa. Musuh yang kuat. Suatu penghalang yang harus mereka lampaui, dan mereka tak punya pilihan lain.
Haruhiro menjulurkan kepalanya dari balik puing-puing, dan….
Napasnya tercekat di tenggorokan. Karena panik, ia dengan cepat menarik kembali kepalanya.
Goblin berarmor telah melihat lurus ke arahnya.
"Kita sudah ketahuan ..." bisiknya.
Tapi bagaimana caranya? Entah bagaimana caranya, apakah si Goblin berarmor merasakan kehadiran mereka? Mungkin mereka telah terlihat hanya karena kebetulan, mungkin si Goblin berarmor tanpa sengaja melihat ke arah Haruhiro ketika dia menjulurkan kepalanya keluar.
Dia tidak tahu, tapi itu tidak masalah. Haruhiro bertaruh dengan sekali lagi menjulurkan kepalanya dengan cepat kemudian menariknya lagi. Goblin berarmor menggenggam busur silang di tangannya, dan senjata itu dia tujukan secara langsung ke arah mereka.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Kata Vina sembari menurunkan busurnya.
Wajah Alice sudah pucat ia semakin meringkuk di baling dinding.
Apakah Marco dan yang lainnya yang berada pada posisi agak jauh menyadari situasi mereka? Mungkin tidak. Mereka tersembunyi pada bayangan di dinding perimeter bangunan, dan kemungkinan besar mereka tidak bisa melihat kejadian ini dari posisi mereka.
Apa yang harus kami lakukan? Apa yang harus kami lakukan?
Kembali? Tidak, mereka tidak bisa melakukannya. Goblin berarmor meneriakkan sesuatu. Pesan. Dia pasti sedang menyampaikan pesan pada Hobgoblin dan para penjaga. Tak lama lagi, mereka akan menyerang. Mundur bukan lagi menjadi pilihan. Mereka harus terlibat dalam pertarungan, tapi masalahnya adalah busur silang itu. Jika salah satu dari mereka terkena tembakan panahnya, maka mereka hanya akan bernasib sama seperti Udin.
"Serahkan saja pada Vina" tiba-tiba Vina berkata.
"Apa ?!" Sebelum Haruhiro bisa menghentikannya, dia sudah membidikkan busurnya dan melompat keluar dari balik puing-puing. Goblin berarmor memberikan dia tembakan, tapi Vina berguling maju dengan kecepatan yang luar biasa.
Tikus lubang. Itu adalah gerakan tikus lubang yang bisa meluncur sekaligus bertahan pada waktu yang sama. Apakah Vina meniru gerakan tikus lubang untuk menghindari tembakan si Goblin? Sepertinya memang begitu.
Haruhiro menepuk bahu Alice. “Gunakan sihirmu!”
"B-Baik!" Alice muncul dari balik puing-puing, lantas melantunkan mantra sembari menggambar huruf dengan tongkatnya.”Oom rel eckt krom dasbor!”
Bola Elemental bayangan melonjak menuju Goblin berarmor. Hobgoblin di lantai bawah telah mengambil pentungnya, tapi dia masih belum beranjak. Dua Goblin penjaga lah yang mulai bergerak menuju Haruhiro dan yang lainnya. Itu bukanlah masalah besar. Jika mereka berhasil menidurkan peminpin mereka, maka ...
"Whoa!" Seru Haruhiro.
Goblin berarmor telah melompat dari lantai dua, menuju ke lantai pertama. Bola Elemental bayangan hanya menyenai udara kosong kemudian lenyap.
Rencana mereka kacau, sangat kacau. Ini gawat. Mereka telah gagal. Tidak! Kita masih bisa menyelesaikan ini. Mereka bisa kembali pulih, dan mendapatkan inisiatif lainnya. Jangan panik! Haruhiro menarik belatinya.
"Serang!" Teriaknya. “Alice, mundurlah ke posisi Lusi!”
"Baik!"
Marco dan Barto datang dari balik dinding perimeter, Vina menggunakan gerakan mirip tikus lubang lagi untuk menghindari tembakan busur silang. Goblin penjaga lainnya datang menuju Haruhiro.
Bagaimana dengan Goblin berarmor dan Hobgoblin itu? Sialan. Dia tidak punya waktu untuk mengkonfirmasi posisi mereka. Tombak! Tombak milik Goblin penjaga meluncur tepat ke arahnya, Haruhiro menangkisnya begitu saja dengan menggunakan belatinya.
Skill [SWAT] yang merupakan salah satu teknik pertempuran seorang Thief bukanlah serangan keras. Sebaliknya, skill itu membuat lawan kehilangan keseimbangan kemudian jatuh ke tanah, dan itu menimbulkan luka kritis. Namun, Goblin penjaga cukup kuat dan tidak peduli berapa kali Haruhiro menggunakan skill-nya pada Goblin penjaga, mereka terus datang padanya. Mereka bukanlah Goblin sembarangan, dan memiliki kemampuan di atas rata-rata.
"Aku akan menangani mereka berdua!" Teriak Barto.