Dua hari setelah hari itu, hari yang terasa seperti mimpi paling indah sekaligus menyakitkan, aku masih terhanyut dalam kebahagiaan yang baru saja kami bagi. Tawa, canda, dan ciuman pertama yang selama ini kuimpikan akhirnya menjadi kenyataan. Tapi aku lupa, kenyataan tak pernah sesederhana itu.
Pesan singkat dari Wina tiba-tiba muncul di layar ponselku, membuat jantungku serasa berhenti berdetak.
"Reza, aku harus berhenti. Aku takut pacarku tahu tentang kita."
Aku menatap layar itu berulang kali, berharap itu hanya salah kirim, atau lelucon. Tapi kenyataan itu keras dan dingin, menusuk jauh ke dalam hati yang rapuh.
Aku mencoba membalas dengan segenap keberanian yang tersisa.
"Kenapa, Wi? Aku mencintaimu. Aku tidak peduli siapa pun, aku hanya ingin kita."
Tidak ada balasan. Hanya hening yang membungkam semua harapanku.