Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #53

#53 desa lama 1

Dylan membuka pintu dan memasuki ruangan penginapan. Dengan wajah pucat lalu dia duduk bergabung dengan Tama dan Raka. Tak lama Anggapun datang seolah membuka pembicaraan.

"Aku tidak percaya yang kau katakan. Tidak mungkin seseorang bisa lenyap tanpa jejak sedikitpun. Itu mustahil. Dia bukan hantu atau seorang ahli sihir. Dia bahkan terlihat sangat lemah."

Dylan membalasnya "Sudah ku katakan padamu itu memang terjadi. Dia seperti menembus sebuah pohon lalu lenyap." Secangkir teh yang tersaji habis dengan sekali teguk. Lalu menuangkannya lagi dan meminumnya lagi. Tidak mengerti dengan apa yang terjadi tapi itu memang dia alami.

Angga berjalan mondar mandir di hadapan mereka berfikir kemungkinan apapun yang masuk akal. Karena jika Nirmala lepas dari mereka. Entah apa lagi yang akan terjadi. Mengingat keduanya punya tujuan pada gadis itu.

"Kau menemukannya?" Bisik Raka pada tama di sampingnya.

Tama hanya menggeleng kepala lalu menghela nafas "benar benar seperti lenyap"

"Apa dia menghilang lagi seperti lima belas tahun lalu?" Tanya Raka masih dengan suara pelan. Tapi Dylan sedikit mendengar itu, begitu juga dengan Angga, pendengaran mereka berdua sangat baik. Reputasinya di pemerintahan benar benar sangat terlihat jelas.

"Mungkin aku harus bertanya pada Balapati Wiriya." Gumam Dylan. "Bagaimana dengan orangmu yang hilang?" Lanjutnya bertanya pada Angga.

"Sudah di temukan" jawabnya singkat.

"Lalu" balas Dylan lagi tidak sabaran.

"Mati mengenaskan. Aku khawatir semua yang berkaitan dengan kejadian lima belas tahun lalu kembali terulang lagi." Jawab Angga "atau Sama seperti di desa itu"

Tama masih menatap meja lalu kembali bergumam "Seperti seseorang sedang menggali masa lalu." Lalu beranjak dan meninggalkan ruangan itu. Raka hanya duduk tidak mengerti apa yang bisa dia lakukan.

***

Ruangan gelap itu seakan terasa semakin sesak ketika Asta menjelaskan situasinya. Bibir Rinaya bergetar ketika mendengar itu. Situasi ini sangat mengerikan. Sejenak dia mengingat dugaan dugaan yang dulu pernah dia pikirkan. Kini sedikit demi sedikit terjawab dengan sendirinya.

"Tuan, kumohon tolong ceritakan semua pada ku. Karena aku khawatir Peristiwa hari ini akan terus menjadi malapetaka bahkan hingga berpuluh tahun kedepan." Ujar Rinaya dengan suara yang bergetar.

Entah mengapa Asta percaya dengan Rinaya seorang asing yang kebetulan berada di desa itu. Dan Asta menceritakan semuanya.

Asta menghela nafas dan mulai membuka suara "Aku tidak tau banyak. Aku hanya sesekali mencari informasi secara diam diam. Karena itu lah aku meminta Wangsa untuk ikut membantuku." Suasana hening, mendengarkan semua yang dikatakan Asta.

Tangan Asta bergetar, ragu akan informasi yang dia dapatkan. Seakan diapun tidak ingin mempercayai ini. "Kita tau bahwa Dwipantara sedang memanas akan adanya tentara Mongol. Dan seseorang sedang berusaha untuk membuat tentara yang unik. Menggabungkan manusia dan mahluk alam lain. Bekerjasama dengan seorang ahli sihir untuk memanggil mereka. Penelitian ini pastilah rahasia. Jika tidak. Kejadian di desa ini tidak akan di sebut dengan wabah."

Wangsa "yang aku tau desas desus beredar hanyalah adanya wabah menular. Mereka seperti sakit biasa, lalu seperti kekurangan nutrisi. Lalu beberapa seperti terkena penyakit kulit. Dan itu berlangsung sangat cepat."

Nafas Rinaya semakin tidak beraturan mendengar semua yang mereka ceritakan. Sama percis seperti yang sudah dia alami di desa sebelumnya.

"Nona, kau baik baik saja?" Tanya Asta melihat raut muka Rinaya yang sudah sangat padam.

Rinaya mengangguk. "Lalu? Setelah itu bagaimana?"

"Dua hari lalu desa gempar dengan perubahan seorang warga. Aku tidak tau apa penyebabnya. Dia menjadi gila. Berteriak dan berusaha mencelakai orang lain, tenaganya sangat kuat hingga bisa melemparkan apa saja di depannya. Mereka bilang dia merasa kehausan. Segala jenis air dia minum. Namun tidak ada yang dapat menghilangkan rasa hausnya. Kemarin aku dengar orang itu tewas. Aku yakin ada seseorang yang membunuhnya."

Asta menunduk menatap meja, lalu Wangsa melanjutkan cerita "sekarang semua menjadi masuk akal. Aku tiba disini sebelum Asta, dan melihat mayat orang itu. Sangat Mengerikan dan terlihat tidak wajar. Matanya melotot merah keseluruhan kulitnya berubah menjadi hitam. Aku sering bepergian jauh ke berbagai kota. Dan baru kali ini aku mengalami hal semacam ini."

Asta "Misi kami kali ini adalah untuk menutup desa. Tidak ada satupun yang bisa keluar atau masuk desa ini. Hingga wabah benar benar hilang. Tapi malam tadi seakan tidak pernah ada yang menduganya. Dan perintah pun berubah. Semua orang yang ada di desa ini sudah pasti terjangkit wabah. Dan desa harus di hapuskan beserta dengan isinya mencegah penyebaran wabah ke desa lain."

Rinaya "t tapi, tidak semua warga berubah, apa harus sekejam itu.?

Asta menunduk semakin padam. Dan Wangsa langsung menjawab pertanyaan Rinaya "sudah dipastikan mereka terjangkit. Mereka menemukan bahwa wabah berasal dari air yang mereka minum"

"A air?, Semua seperti yang tertulis di buku. Semua seperti kejadian di desa itu. Semuanya sama" Rinaya bergumam sendiri mengingat itu semua. "Tapi darimana wabah ini berasal?"

Wangsa "Nona? Sebenarnya apa yang ingin kau ketahui? Sebenarnya siapa kau ini?"

"A. Aku hanya orang yang kebetulan tersesat kesini." Ratih menggengam tangan Rinaya lembut. Berusaha untuk menenangkannya.

Ratih menatap Wajah Rinaya tenang "Kurasa desa ini hanyalah korban."

Rinaya mengangguk mengiyakan. Dia setuju akan itu. Pasti ada suatu tempat di luar desa ini yang menjadi tempat penelitian atau tempat pemanggilan mahluk mahluk itu.

Asta "Kalian bukan dari desa ini? Desa sudah di tutup sejak sore kemarin. Aku ragu kalian bisa pergi dari sini."

Kali ini semua orang merasa takut. Asta mendapatkan informasi itupun secara tidak sengaja. Sejalan pikiran itupun membuatnya ragu, apakah dia juga akan selamat atau tidak. "Aku juga ragu aku bisa selamat dari sini." Ujar Asta sedih.

"Dari cerita yang kudengar, hanya ada kurang dari sepuluh orang yang selamat. Lima orang itu, lalu siapa sisanya?" Gumamnya berbicara sendiri.

Wangsa heran dengan kalimat itu. "Nona, apa anda seorang cenayang?"

"Ha?. Tidak. Tentu Saja bukan." Jawab Rinaya singkat.

Asta "Apa sebaiknya aku memberitau yang lain tentangmu. Jika informasimu benar, kita mungkin bisa menyelamatkan desa."

Rinaya "Apa? Tidak. Jangan lakukan itu. Itu akan membuatku semakin mudah di pojokan. Tapi Aku tanya padamu, Apakah kita tidak akan menolong warga? Atau Tuan akan membiarkan mereka mati begitu saja?"

Wangsa "Pertanyaan macam apa itu. Tentu saja kita harus menolong mereka."

Lihat selengkapnya