[Delapan Belas Tahun Lalu]
Pagi masih secerah biasanya. Bisa di bilang agak panas. Bulan ini masih masuk musim kemarau. Beberapa ladang sudah mengering. Peramal mengatakan musim hujan masih beberapa bulan lagi. Langit masih terlihat terik bahkan di pagi hari. Cuaca panas membuat semua orang menjadi cepat marah. Tidak biasanya musim ini terasa sangat panas. Bahkan para petani sudah mengeluh sejak minggu lalu. Mereka tidak mendapat air untuk memulai ladang kembali. Bahkan air sungai pun sudah mulai surut. Anehnya seseorang pernah berkata akan ada badai malam ini. Namun tidak ada yang percaya karena orang itu terlihat seperti orang gila. Hanya bisa keluyuran meminta makan dan bermain-main dengan anak kecil. Sungguh pria tua yang malang.
Terlihat Pradhika Wiriya di sebuah pasar di kota Parigi sedang mengamati seseorang. Dasar pencuri. Pikirnya. Ranggana Bayu sedang mengintip, mengintai sesuatu. Sasarannya mungkin. Dhika tidak salah memang Bayu selalu melakukan hal hal aneh. Entah mencuri atau hanya mengambil milik orang lain. Seperti ketika melewati lapak penjual buah, dengan gesit tangannya mengambil satu. Dan memakannya setelah lewat beberapa langkah dengan senyum bangganya. Bayu seorang bocah nakal. Berbeda dengan Dhika yang terdidik sangat keras. Hal seperti itu tidak mungkin dia lakukan meski sangat kelaparan. Tapi tentu tidak mungkin juga dia Sampai kelaparan. Dia adalah anak seorang bangsawan di kota sebelah. Kehidupannya sangat terjamin.
Bayu masih sibuk mengamati. Sesekali berjalan mengendap dan kembali bersembunyi. Dhika hanya melihat nya dari jauh. Alisnya mengkerut melihat bayu terus mengendap. Dhika tidak bisa membiarkannya kembali mencuri. Entah apa yang akan dia curi kali ini. Buah, kentang, atau makanan lain? Memang bukan benda berharga tapi tetap saja. Mengambil tanpa diketahui sama saja disebut mencuri. Dasar bocah nakal bisiknya.
Bayu tiba tiba saja berlari. Dhika yang sedari tadi mengamati serentak ikut berlari mengikutinya setelah ada seseorang berteriak "Maling!, Maling!"
Dhika mengejar Bayu yang berlari. Sangat sulit mengejar orang di keramaian seperti ini. Namun Dhika dengan mudah mengejar dan mencengkram lengan nya kuat kuat. Bayu hampir saja memukulnya namun terhenti ketika melihat siapa dia. "Dhika?"
"Apa yang kau lakukan?"
"Kenapa kau menghentikannaku. Aku hampir saja mendapatkannya. Ah, sekarang dia kabur. Padahal aku sudah mengamatinya cukup lama"
"....."
"Ah. Kau pasti mengira aku yang mencuri. Lihat-" Bayu memperlihatkan sebuah kalung emas di tangannya. "Aku berhasil merebut ini darinya. Tapi gara gara kau pencurinya kabur. Jangan salah paham padaku lagi"
"Kalau begitu kembalikan itu ke pemiliknya"
"Ya tentu saja"
Mereka berjalan bersama setelah memgembalikan kalung itu ke pemiliknya. "Tumben sekali kau ada di sini. Ada keperluan apa?"
"Menyampaikan pesan kepada istana keluarga Wilis"
"Ahh, pasti sangat penting hingga kau sendiri yang diminta untuk pergi"
"Mn" Dhika mengangguk
"Apa ada masalah serius?"
"Tidak tau"
"Ngomong ngomong. Bagaimana keadaan Ayahmu? Terakhir aku mengunjunginya, dia sangat marah karena kelakuanku, haha 🤣"
"Dia baik baik saja"
"Kau masih saja dingin"
"..."
"Aku mendapat informasi bahwa ada hal aneh terjadi di sekitar perbatasan kota, apa kau mendengarnya juga?"
"Sepertinya karena hal itu lah ayah mengutusku untuk menyampaikan suratnya"
"Apa yang terjadi?"
"Beberapa orang menghilang belakangan ini. Dan salah satunya di temukan membusuk. Aku tidak yakin. Informasinya masih sangat simpang siur"
"Ya aku juga mendengar itu"
"Kau berhati hati lah. Jika ada sesuatu yang aneh tolong beritahu padaku" Dhika pun pergi dan mereka berpisah di persimpangan jalan.
----
Bayu baru saja tiba di toko Herbal Sae. Sebuah toko penjual obat obatan herbal satu satunya terlengkap di kota itu. Dia menghabiskan hari harinya disana. Dia bertekad ingin menjadi seorang tabib yang hebat. Setahun terakhir dia tinggal di sana. Setelah lulus dari sekolah di ibukota. Keluarganya tidak keberatan dengan itu. Lagipula tekadnya sudah sangat bulat. Tidak ada yang bisa menahan keinginannya. Paman Arif selaku pemilik toko sudah menganggap Bayu seperti anaknya sendiri. Pria paruh baya itu sebatang kara. Hanya toko herbal itu saja yang dia miliki. Kehadiran bayu menjadi semangat baru baginya. Paman Arif dulu seorang asisten tabib keluarga Wijaya. Keluarga Bayu. Lebih tepatnya sebuah keluarga yang membesarkan Bayu. Bayu adalah anak angkat dari keluarga Wijaya. Mereka sangat baik dan menyayangi Bayu seperti keluarga sendiri.
Hujan sudah turun, langit pun sudah gelap. Peramal gila itu benar. Malam ini turun hujan. Bayu datang dan membantu paman Arif untuk menutup tokonya.
"Kenapa pulang larut sekali, apa terjadi sesuatu?" Tanya paman Arif
"Aku bertemu dengan Dhika tadi katanya ada hal serius jadi aku mendengarkannya terlebih dahulu"
Bayu memasang papan papan penutup toko satu persatu, sementara paman Arif membereskan herbal herbal yang tadi siang di jemur.
"Dhika?, putra tuan Wiriya?"
"Benar"
"Kau pasti senang bertemu lagi dengannya"
"Biasa saja"
"Dulu Kau selalu membicarakannya, kau bilang dia sangat dingin dan sulit bergaul. Tapi kau bilang juga dia sangat baik"
"Aku bilang begitu?"
"Ya, kalian berteman sangat baik, pertahankan itu, akan sulit mendapatkan teman yang saling mengerti"
"Paman pikir kami saling mengerti?"
"Ya aku pikir begitu"
"Kenyataanya adalah, dia tadi mengira aku akan mencuri lagi. Dan dia menghalangiku untuk mendapatkan pencuri yang sebenarnya. Heran, kenapa dia selalu menganggap aku anak yang nakal"
"Hahaha, ya begitulah. Kurasa dia khawatir kalau kau akan menjadi anak yang buruk, karena itu lah dia menghentikanmu"
"Ck"
Hujan kini turun sangat deras bahkan anginpun berhembus kencang.
"Tuan tuan tolong" seseorang berlari hingga ke toko herbal itu. Seorang paruh baya basah kuyup menerjang hujan yang kian lebat. Dia terpogoh berlari dan berhenti di ambang pintu yang masih sedikit terbuka.
"Ada apa kakek?" Tanya Bayu
"Nak. Tolong nak. Cucu saya sepertinya sakit. Dia tidak sadar dari beberapa waktu lalu. Dia seperti sudah terjatuh dari tempat tinggi, kepalanya berdarah. Tolong nak." Karena hujan yang cukup lebat, petir pun sesekali menyambar, di sepanjang jalan mungkin toko herbal lain sudah menutup tokonya. Meski dia menggedor setiap toko tapi tidak ada yang bisa menerjang hujan lebat ini. Lebih tepatnya seperti sedang ada badai. Semua orang takut dengan kondisi ini. Sangat berbahaya menerjang badai. Tapi pikiran bayu berbeda. Jika dia bertekat ingin menjadi tabib, maka dia tidak boleh melewatkan satu orang pun. Tabib adalah orang yang menyelamatkan.
"Kakek tunggu sebentar aku akan mengambil obat obatan yang di perlukan" bayu segera mencari barang yang dia perlukan dan memasukannya ke dalam sebuah kantung.
"Bayu, apa tidak apa apa pergi di tengah badai seperti ini?" Paman arif terdengar sangat khawatir
"Aku tidak apa apa. Jika terlalu lama mungkin dia bisa mati"..."paman aku pergi dulu, kakek ayo"
"Dia selalu saja bergerak semaunya tanpa memikirkan orang orang yang khawatir padanya"
Mereka berlari menembus badai. Tempat tinggal Kake itu sungguh sangat jauh. Bayu sudah terengah engah. Separuh badannya basah kuyup meski memakai payung. Badai yang sangat aneh pikirnya. Pasalnya tadi siang pun masih sangat cerah begitu menjelang malam badai mengerikan ini pun datang. Beberapa orang senang kekeringan bisa berakhir tapi kali ini masih belum musim penghujan apalagi terjadi badai di musim kemarau. Sungguh sangat aneh.
Mereka akhirnya tiba di rumah kakek itu. Ada beberapa orang juga yang berada di sana. Bayu masuk dan segera memeriksa gadis itu. Kakek itu terlihat sangat khawatir.
Suhu tubuh gadis itu sangat tinggi. Dahinya mengkerut, dia pasti sedang bermimpi buruk. Beberapa bagian tubuhnya terluka. Kepalanya sedikit berdarah. Tapi ternyata tidak terlalu parah. Jari jemarinya mengkerut seperti berada di air terlalu lama. Bayu menghela nafas lega, karena tidak ada yang membahayakan sama sekali.
Bayu bertanya "Kakek, apa yang terjadi padanya?"
"Aku sendiri tidak tau, aku menemukannya di pinggir sungai, ku kira dia bermain di sebuah tebing lalu terjatuh dan hanyut."
"Apa kau seorang tabib? Kau terlihat terlalu muda" tanya Yuli seorang perempuan yang juga berada di rumah itu.