Paman Arif menyuguhkan teh melati dan sepiring camilan.
Dengan serius tuan Budhi menceritakan detail setiap kasusnya. Sesungguhnya Nirmala tidak terlalu peduli dengan itu. Dia hanya sibuk makan camilan yang baru saja di suguhkan paman Arif.
Tuan Budhi "Aku memang tidak banyak berharap pada bocah bocah seperti kalian. Hanya saja aku tidak punya pilihan lain. Terutama pada seseorang yang hanya makan dari tadi dan tidak mendengarkanku sama sekali."
Nirmala berhenti mengunyah dan langsung menelan makanan didalam mulutnya. Matanya berputar menatapnya. Dan kembali mengacuhkan nya.
Bayu tertertawa melihat itu "Tidak apa apa, Nirmala kau boleh menghabiskan itu"
Nirmala tersenyum dan kembali mengambil camilan itu.
Dhika "Apa yang harus kami lakukan Tuan?"
Tuan Budhi "Cari info sebanyak banyak nya. Kalian tau kasus ini masih belum jelas. Apakah ada hubungan nya dengan ritual itu atau tidak."
Seseorang mengetuk dan masuk, menunduk hormat pada Tuan Budhi.
"Jendral, ada informasi baru" dia berhenti bicara dan memandangi remaja remaja yang sedang duduk bersamanya. Dia khawatir informasi rahasia ini diketahui orang awam.
"Tidak perlu khawatir. Mereka kepercayaanku. Laporkan"
"Kami menemukan lagi 2 lokasi jejak adanya ritual. Di sebuah desa dekat perbatasan Mataram"
Dhika "Menurut yang aku dengar. Bisa di simpulkan semua formasi itu berada di pingiran tanah Pasundan."
Tuan Budhi bertanya pada pengawal itu "Apakah semua memiliki simbol yang sama?"
"Sudah dipastikan. Semua yang kita dapat adalah formasi yang sama"
Tuan Budhi "Terimakasih atas laporannya. Kau boleh kembali"
Bayu "Berarti kita hanya perlu mengetahui fungsi dan pelaku. Bagaimana kalau kita coba gambar ulang formasi itu?"
Dhika "Lalu mencoba ritualnya?" Dhika menatap Bayu dengan sinis.
Nirmala "Ide bagus"
Dhika beralih menatap tajam Nirmala
Nirmala "Dari simbolnya saja mungkin kita akan tau itu formasi apa. Jika sudah tau itu barulah kita putuskan apakah harus mencobanya atau tidak"
Tuan Budhi "Aku akan coba menyatukan petunjuk. Akan kuberitahu kalian jika sudah menemukan petunjuk lain. Bayu, coba lah mencari sebanyak banyaknya informasi mengenai hal hal seperti simbol, ajaran sesat, formasi pemanggilan, ritual atau semacamnya. Dhika mencari informasi mengenai hal mencurigakan di semua masyarakat, instansi atau semacamnya. Dan kau Nona Muda, apa yang bisa kau lakukan?"
Nirmala "Tidak ada. Lakukan saja sendiri. Aku tidak ingin terlibat.....ah... Paman Arif terimakasih camilannya. Enak sekali..."
Tuan Budhi "Apa dia selalu tidak tau malu seperti itu??"
Nirmala "Memangnya apa yang bisa ku lakukan. Diri sendiri saja aku tidak tau"
Dhika "Kau tau lebih banyak. Sesuatu yang belum kami pahami, kadang kau lebih dulu mengetahuinya."
Nirmala "Haha terimakasih atas pujiannya. Tapi aku tidak ingin terlibat"
Tuan Budhi "Kalau begitu aku hanya akan bertanya padamu. Kuharap kamu menjawabnya dengan benar"
Nirmala "Baiklah. Aku jawab jika aku tau"
Tuan Budhi "Mengenai racun itu, kau pernah melihat dimana? Bagaimana bentuknya, bagaimana cara pakainya?"
Nirmala "Hmm. Tuan, kau tau aku tidak bisa ingat siapa diriku. Hal hal lainnya mungkin aku ingat mungkin juga tidak. Yang kau tanyakan ini seperti nya sulit aku jawab. Aku juga tidak yakin kapan aku melihat itu. Mungkin... Lebih baik kau tanya hal lain saja hehe"
Bayu "Jawaban macam apa itu, sama sekali tidak membantu"
Nirmala "Heee harusnya kamu yang lebih tau hal ini. Bukankah kau ingin jadi tabib terhebat. Kau harus pelajari itu."
Bayu "Kau ini..." Dhika menyela ditengah kekesalan Bayu.
Dhika "Kurasa dia benar"
Bayu "Apa??... Kenapa kau membela nya??"
Tuan Budhi "Baiklah aku mengerti. Aku akan bertanya hal lain"
Bayu mengerutkan bibirnya kesal.
Tuan Budhi "Aku khawatir akan satu hal. Maka aku akan tanyakan ini. Kau, benar benar tidak ingat siapa dirimu?"
Nirmala "Sampai saat ini aku tidak ingat apapun mengenai itu. Aku bahkan merasa asing dengan lingkungan disini. Aku....." Dia terhenti sejenak lalu melanjutkan dengan suara pelan dan ragu "aku seperti bukan dari jaman ini"
Semua orang terheran dengan hal gila yang dia katakan
Tuan Budhi "Dhika, sebaiknya kau awasi dia. Dia sangat aneh. Aku berharap tidak ada hal buruk yang berkaitan dengannya. Jika dia ingat siapa dirinya. Jika dia seorang penghianat atau seorang mata mata yang berbahaya, sebaiknya kau bunuh dia."
Nirmala terkejut mendengar ucapan itu. Dia serentak berdiri "A a apa aku tidak salah dengar?"
Tuan budhi berdiri dan lalu pergi tanpa menjawab itu.
Nirmala "Dhika??"
Bayu "Nirmala. Tidak perlu khawatir. Kamu bukan orang jahat. Tidak ada yang kan melukaimu." Bayu tersenyum
Baik Dhika dan Bayu, keduanya mengerti apa yang di khawatirkan oleh tuan Budhi. Hanya saja mereka tidak membesarkannya. Dhika hanya diam. Bayu mencoba menenangkan Nirmala. Kepanikan tidak akan menimbulkan hal baik. Bagi Dhika diam adalah hal yang tepat.
-----
Nirmala pulang tepat saat makan malam, seperti biasa makan malam yang sederhana. Tapi mereka tidak pernah kelaparan. Selalu bersyukur dengan apa yang mereka punya.
Nirmala duduk di bangku halaman depan. Seusai membereskan semua piring kotor. Memandangi langit yang bertabur bintang. "Benar benar indah" gumamnya.
Kang Iwan datang menghampiri dan duduk di sebelahnya. "Nirmala kau bahagia tinggal disini?"
"Tentu saja. Kenapa bertanya begitu?"
"Hanya penasaran"
Kang iwan mungkin berusia lima tahun di atas Nirmala tapi dia sangat terlihat dewasa. Dia selalu lebih mengerti keadaan keluarga ini. Ya.. para tetangga ini sudah seperti satu keluarga. Tidak terpisahkan.
"Apa yang tidak aku lewatkan disini? Semua sudah terpenuhi. Tidak pernah kelaparan meski hidup dikatakan miskin. Aku bisa makan apapun semauku. Buah, Ubi, singkong, ikan, ayam. Apa yang tidak bisa ku makan? Yang di dalam tanah, yang di air yang di atas tanah pun aku bisa makan sepuasku. Bagaimana bisa aku tidak bahagia?"
"....."
Nirmala menunjuk ke atas langit "lihat, setiap malam selalu ditemani bulan dan bintang, mereka selalu menerangi. Dengar!?. bahkan serangga malam pun nyaring bernyanyi untuk ku tidur. Setiap pagi ayam memanggilku untuk bangun. Bukankah ini sempurna?"
"....."
"Ketika siang hari pun bumi begitu indah, tanaman subur, air jernih, udara segar. Apa yang aku lewatkan? Aku punya teman yang baik, keluarga yang baik, semua menyayangiku. Bagaimana aku tidak bahagia?"
"Kau benar. Dulu aku pernah hidup di ibukota. Hidup disana lebih sulit. Selalu dituntut untuk memiliki uang. Untuk makan pun sulit. Tidak seperti disini. Yang penting perut terpenuhi itu sudah cukup."
"Aku senang tinggal bersama keluarga ini"
"Ngomong ngomong Nirmala ku pikir kamu bukan dari tanah Pasundan. Dilihat dari cara bicaramu, tingkah lakumu, ilmu pengetahuanmu. Mungkin kau berasal dari tanah jawa. Atau perbatasan Sunda - Mataram. Atau mungkin kmu berasal dari seberang pulau."
"Tapi aku mengerti bahasa Sunda, dan aku tidak paham bahasa Jawa, dan aku fasih bahasa Melayu. Beberapa bahasa Inggris. Dan aku juga bisa membaca bahasa arab. Dan sedikit mengerti bahasa Jepang, Korea, Mandarin. Tentu saja ini membuatku bingung. Jika didasari dari bahasa. Aku cenderung termasuk orang sunda. Tapi sama sekali tidak bisa membaca huruf kawi. Tapi huruf alfabet aku mahir." Nirmala mengawang ngawang apalun yang dia bisa. Tapi Kang iwan seakan tidak mengerti yang dibicarakan Nirmala.
Kang Iwan "Bicara apa kau. Aku tidak mengerti sama sekali"
Nirmala "Kang Iwan, menurutmu apakah bisa seseorang tersesat ke masa lalu atau masa depan? Atau hal hal semacam itu?"
Kang Iwan "Entahlah. Jika memiliki ilmu tinggi mungkin saja bisa"
Nirmala "Tapi sepertinya aku orang biasa."
Kang Iwan "Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?"
Nirmala merasa tidak ada gunanya bertanya lebih jauh "Ah lupakan. Aku hanya asal bicara."
"Satu yang ku yakini, Aku tau kau bukan Nirmala. Siapapun kamu kami bahagia bersamamu. Tapi suatu saat nanti mungkin kau akan kembali ke tempat asalmu"
"Hmmm. Mungkin juga tidak. Aku tidak yakin soal itu"
"Lalu apa yang akan kamu lakukan jika sudah mengingat semuanya?"
"Entahlah. Kita tunggu saja sampai saat nya tiba. Akan kuputuskan jika aku sudah ingat semua. Lagipula, aku tidak ingin membuat Kake sedih"
"Hmm begitu. Aku senang kau disini, Nirmala" Kang iwan pun kembali ke rumahnya sementara Nirmala masih bergelut dengan pikiran pikiran kusut mengenai pembicaraan tadi siang.
Banyak hal yang membuat pikirannya semakin kusut. Terutama kilasan bayangan mimpinya, seakan dia berasal dari masa depan. Nirmala menghela nafas panjang "Seribu tahun???" Tidak ada gunanya memikirkan hal yang belum pasti. Bisa saja itu hanya mimpi.
Nirmala membuatkan teh herbal yg tadi dibawanya dari Toko Herbal Sae. diberikannya kepada Kake Sapta yang sedang menutup lubang lubang di pakaiannya. "Sini ke, Biar aku saja yang jahit itu. Kake minum dulu teh nya."
Kake sapta menyeruput teh itu "Nirmala, tidak perlu khawatir, meski hanya sebentar, kake merasa bahagia kamu datang."
Nirmala "Nirmala cucu Kake, pasti Nirmala akan kembali sama Kake lagi" kalimat itu tentu punya dua arti. Yang manapun yang di yakini kake Sapta. Itu lah yang akan di yakini Nirmala
Kake Sapta "Hiduplah dengan baik, jaga kesehatan, hidupmu masih sangat panjang"
Nirmala mengangguk "iya, Nirmala akan ingat semua nasehat Kake"
Kake Sapta "Kake sangat bangga padamu nak. Kake sangat sayang padamu" Nirmala tersenyum dan memeluk Kake Sapta "Nirmala juga sayang kake"
Nirmala "Nirmala minta ijin, besok Nirmala ikut Kang iwan, bantu jualan di pasar."
Kake Sapta "Tentu saja nak"