Hari sudah petang, matahari sebentar lagi hilang. Nirmala menyusuri jalanan. Sesekali bertanya pada orang dijalan menuju kediaman Wijaya. Dilihatnya diujung jalan dua orang sedang berbincang, lebih seperti bertengkar. Bayu dan Dhika mereka berdiri disana. Menunggu Nirmala mendekat. Hingga Nirmala tau apa yang mereka perdebatkan.
Bayu berkata untuk tidak perlu khawatir dan tunggu saja. Sedangkan Dhika bersikeras untuk kembali mencari nya saja. Sepertinya Dhika mengalah dan menuruti perkataan Bayu untuk menunggu saja d ujung jalan.
Nirmala dan bayu bertengkar kecil. namun itu hal biasa. Mereka memang selalu seperti itu. Seperti sudah memahami satu sama lain.
Bayu "Darimana saja kau. Kau bukan anak kecil yang bisa terpisah dari orang tuanya"
Nirmala "Kau menganggap dirimu orangtua?"
Bayu "Aishh...seharusnya kau mengikuti kami"
Nirmala "Ah, kalian jalan terlalu cepat. Aku sulit mengimbangi. Aku bahkan sampai bertabrakan dengan orang lain untuk mengejar kalian. Bahkan bertemu preman jalanan. Wilayahmu ini sungguh tidak aman."
Dhika "Kau bertemu preman?"
Nirmala "Benar mereka menyerangku, padahal sudah kukatakan aku tidak punya apapun"
Bayu "Aku tidak percaya ceritamu. Lalu kenapa kau baik baik saja"
Nirmala "Tentu saja karena aku lebih hebat, aku bisa menghajar mereka semua"
Bayu "Gadis lemah sepertimu? Aku tidak percaya."
Melihat raut muka Dhika sepertinya dia iri terhadap kedekatan mereka. dan itu terlihat oleh Nirmala. Nirmala pun tersenyum kecil.
Tiba di kediaman Wijaya, beberapa penghuni menyambut mereka. terutama Bayu.
Lagi lagi Nirmala terpesona dengan interior dan eksterior kediaman keluarga Besar.
Tidak kalah luasnya dengan kediaman Wiriya, namun sensasi yang di rasakan adalah hangat, dengan lilin lilin yang sudah menyala pada lentera nya. Hari sudah gelap ketika tiba di sana. Tidak ada kolam ikan buatan di sana. Namun ada kolam besar dengan perahu dan gazebo di tengahnya. Seperti sebuah danau, tapi lebih kecil. Tentu saja ini hanya sebuah kolam yang lebih besar.
Sungguh suasana yang nyaman dimalam hari, terasa hangat.
Beberapa orang datang menyambut. dan meminta mereka segera masuk ke ruang keluarga, dan duduk di sana. Makan malam akan di sediakan di sana. Mereka sangat menyambut Bayu. Nyonya rumah pun datang menyambut. Namanya Rindah. Istri dari kepala keluarga. Bisa di bilang ibu angkatnya Bayu. Dia datang bersama Haris Wijaya putra satu satunya. Mereka pun duduk bersama.
Haris "Sudah begitu lama baru ingat pulang. Memangnya kau sesibuk apa disana?"
Bayu "Ah. Sibuk sekali sampai aku tidak bisa mandi."
Nirmala terkekeh mendengar itu.
Haris "Masih saja ngelantur. Kali ini kamu pulang karena apa? Kamu tidak akan pulang kalau tidak ada urusan mendesak"
Rindah "Haris jangan seperti itu, jaga sikapmu dia tidak datang sendiri. Perhatikan tata Krama mu"
Haris "Iya."
Rindah "Tumben sekali Dhika juga ikut. Apa ada hal penting?"
Bayu "Tidak ada yang terlalu penting. Besok aku akan pergi ke Gunung Putri. Aku dapat pesan dari Mandalika. Ayu yang mengantar pesannya. Dan aku harus bertemu dulu dengan paman."
Rindah "Ayahmu masih dalam perjalanan. Tunggu lah beberapa jam lagi. Kalian makan lah saja dulu. Akan ku beritahu jika Ayahmu sudah pulang."
Bayu "Terimakasih Bibi."
Rindah pun pergi.
Nirmala "Kau tidak memanggil mereka dengan Ayah dan Ibu? Bukankah kau anak angkatnya?"
Bayu hanya tersenyum.
Haris "Aku akan ikut besok. Jangan tinggalkan aku"
Bayu "Kenapa ikut?"
Haris "Beberapa hari lalu aku membahas ini dengan Ayah, dan aku diminta untuk ikut."
Bayu "Oh, baiklah. Jangan mengacau ya..."
Bayu dan Haris terlihat sangat dekat meski masing masing dari mereka selalu berkata kasar. Memang seperti benar benar sebuah keluarga. Bayu beruntung bisa di besarkan di keluarga yang baik. Nirmala sedikit iri namun juga senang.
Mereka sangat baik. Memperlakukan Dhika dan Nirmala tidak seperti orang asing. Tentu saja Dhika terkenal dari kalangan keluarga terpandang, sudah pasti mereka saling mengenal sebelumnya, tidak seperti Nirmala yang benar benar orang asing. Tapi mereka tetap memperlakukan nya dengan sangat baik.
Makan malam sudah lewat. Tuan Kesuma Wijaya, Ayah angkat Bayu baru saja tiba. Tuan Wijaya langsung meminta mereka untuk membahas ini di ruang keluarga. Mereka pun berkumpul di sana.
Tuan Wijaya "Bayu kau yakin akan melakukan perjalanan ini?"
Bayu "Tentu saja ini sudah biasa untukku. Tidak perlu khawatir." Sebenarnya ini bukan kali pertama Bayu pergi ke gunung. Sudah sering sekali, namun memang tidak sejauh sekarang ini.
Tuan Wijaya "aku yakin kau bisa menjaga diri, hanya saja keadaan tanah Pasundan sedang tidak baik. Aku harap kau selalu berhati hati"
Dhika "Apa sedang ada masalah juga di Ibukota?"
Tuan Wijaya "Benar. Banyak perampok yang sudah tidak takut dengan hukum Istana. Beberapa dari mereka sudah di tangkap. Tapi masih banyak anggota mereka yang membuat masyarakat resah. Seperti tidak ada habisnya." Dia menghela nafas panjang, sesekali mengelus janggutnya dan melanjutkan bicara "Belum lagi isu adanya bandit gunung katanya semakin nekat menampakan diri. Masalah internal belum padam. Sudah muncul desas desus tentara mongol hendak merebut wilayah Pasundan."
Nirmala "Tentara mongol?" Nirmala seakan pernah mendengar atau membaca mengenai ini. Tapi samar samar. Tidak ingat dengan jelas.
Tuan Wijaya "Jika mengalami kesulitan segeralah nyalakan suar. Aku akan datang secepat mungkin."
Bulan sudah sangat benderang, Bayu dan Haris terlihat sedang berbincang di sebuah gazebo di pinggir danau
Haris meminta untuk membatalkan perjalanan khawatir terjadi sesuatu dengan Bayu. Bayu tidak khawatir sedikit pun lagi pula Dhika ikut dalam perjalanan itu dan Bayu tau kalau Nirmala juga bukan gadis lemah.
Sementara Dhika berbincang dengan Nirmala di sebuah taman bunga. Taman kecil terdapat patung di tengahnya, Nirmala memandangi langit penuh bintang, bulan pun benderang sangat indah. "Seperti di dalam drama" ujarnya. Dhika tidak mengerti apa itu drama tapi dia hanya diam tanpa bertanya.
Dhika "Apa yang sedang kau pikirkan?"
Nirmala "Tadi saat terpisah di alun alun, aku bertemu seorang pemuda yang aneh. Dia nampak sehat tapi sangat pucat, Matanya ditutupi kain, mungkin dia buta. Tapi dia membawa busur panah. Dia juga membawa tongkat bambu tapi dia berjalan seperti tanpa ada hambatan sama sekali."
Dhika hanya diam.
Dhika memang tidak banyak bicara. kecuali bersama Bayu, dia lebih komunikatif dan lebih ekspresif.
Nirmala "Bisakah kau mengajariku sedikit beladiri?"
Dhika "kenapa?"
Nirmala " Entahlah aku hanya khawatir mengenai pembicaraan dengan tuan Kesuma tadi. Mungkin aku juga harus bisa melindungi diri."
Dhika "baiklah"
****
Mereka berempat berangkat pagi pagi sekali, perjalanan cukup jauh. Tidak ada yang menghalangi sedikitpun. Hingga mereka tiba di sebuah desa berkabut.
Sangat aneh, desa itu masih di dataran rendah, tapi kabut sangat tebal Dan desa itu satu satunya jalur menuju tujuan mereka, Nirmala dan Bayu merasakan sesuatu yg tidak biasa. Haris berbisik "Aku tidak ingat ada desa di jalur ini"
Sangat sepi, seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Seperti kota mati. Semakin lama semakin jauh masuk ke dalam desa, semakin memberi perasaan ngeri, "Apakah ada hantu" ujar Nirmala. Mereka tidak percaya adanya hantu. Dan Bayu membantah itu "Tidak ada yang namanya hantu"
Nirmala dan Bayu mendengar suara suara kecil, bisikan bisikan yang entah darimana. Tapi hanya mereka berdua saja yang mendengarkannya. sungguh aneh.
Nirmala "Kalian dengar itu?"