Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #9

#9 Si Buta dan Bocah Nakal

Hari sudah malam, Nirmala dan Bayu bermalam di kediaman Wiriya,

Seperti biasa Nirmala berkeliaran sendirian, masih di pekarangan kediaman Wiriya, Nirmala melihat seseorang di ujung lorong.

Dia nampak seperti orang besar, pakaiannya sangat mewah dan elegan, di belakangnya seorang laki laki dan perempuan membawa beberapa barang.

Setelah dilihat lebih jelas, pria itu adalah seorang Mandalika wilayah ini Tuan Wilis. Dan yang mengikutinya salah satunya dia mengenali wajah itu Seseorang yang baru baru ini di lihatnya, Dyah.

Dyah adalah seorang pelayan keluarga Wilis, sebuah keluarga besar yang juga seorang keturunan pimpinan wilayah ini, seorang Mandalika.

Rasa penasaran tinggi membuatnya bertindak tanpa pikir panjang. Nirmala mengikuti mereka, dan mengintip mereka dari balik pintu Mereka membicarakan sesuatu yang penting bersama Tuan Wiriya, tidak terdengar jelas, tapi sayup sayup Nirmala mendengar kata giok, pecahan, kekuatan gelap, apa maksudnya?

Nirmala segera pergi dari sana karena tidak ada gunanya hanya mendengar secara berpotongan, bisa bisa arti dan maksudnya malah jadi berbeda.

Menyusuri lorong, dia berpapasan dengan pengawal istana Mandalika, tuan Pambudhi.

Mereka saling bersalam sapa,

"Tuan Budhi. Terimakasih atas bantuan nya saat itu. Aku merasa sangat bersyukur"

"Kau sudah baikan?"

"Ya tentu saja, hehe. Tuan ada apa datang kesini?"

"Aku datang memenuhi panggilan dari Tuan Wiriya. Mengenai adanya info mata mata Mongol. Nirmala, aku sudah berjanji padamu sebelumnya. Aku akan menyelidiki ini. Aku merasa menyesal tidak banyak membantumu saat itu. Kau tidak seharusnya mendapat hukuman itu"

"Ah tuan aku tidak apa apa . Aku baik baik saja. Jangan merasa bersalah karena itu"

Dia menjanjikan kepada Nirmala bahwa akan menyelidiki dengan baik dan menangkap mata mata yang sebenarnya, dia merasa bersalah karena nirmala mendapat perlakuan itu. "

"Hmm. Tuan Budhi bisa aku bertanya satu hal?"

"Katakan saja"

"Apakah Tuan Budhi tau info mengenai giok cahaya?"

"Aku hanya tau sedikit dan aku akan membahas ini dengan tuan Wiriya"

"Hooo." Nirmala mengangguk ngangguk tidak puas dengan jawaban itu dan kembali bertanya "Mengenai kasus rahasia itu. Apakah ada informasi lagi?"

"Tidak ada informasi apapun saat ini. Ini semakin sulit. Kenapa kau bertanya begitu?"

"Ah tidak apa apa"

Tuan Budhi, bergabung dengan rapat tertutup bersama Tuan Wiriya. Dhika pun dipanggil untuk mengikuti rapat

Entah apa yang mereka bahas pastilah tidak akan dengan waktu singkat.

Suasana membosankan membuat Bayu gerah dan ingin bergerak, dilihatnya Nirmala sedang berjalan di lorong meninggalkan Tuan Pambudhi, Bayu memanggil Nirmala di persimpangan, mereka sama sama merasa bosan.

Mereka sepakat untuk berkeliling kota malam itu. Kabarnya akan ada perayaan tahunan, berdoa kepada sang pemilik alam untuk segala sesuatunya dimudahkan. Malam ini pasti sudah mulai ramai meski perayaan baru akan di mulai 5 hari kedepan.

Mata nirmala berbinar, selama tinggal disana belum pernah melihat pusat kota yang sangat ramai dan terang, penuh dengan lentera, berwarna warni. Banyak pedagang yang beraneka ragam dagangan.

Mereka berdua seperti kakak beradik yang baru keluar dari kurungan berlari kesana kemari, mencoba segala macam dan melihat beragam benda unik. Mereka terlihat bahagia.

Hingga tiba tiba saja laju Nirmala terhenti, menabrak seseorang di depannya. Dia pernah bertemu orang itu. Seorang pengembara buta, kebetulan sekali, baru saja Nirmala terlintas memikirkannya, dia kini berada di depan matanya. Mereka membantunya berdiri.

"Terimakasih"

"Tuan, masih ingat dengan ku? Tempo hari bertemu dan aku mengantar tuan ke penginapan."

"Ya, aku ingat. Aku bahkan belum sempat bertetimakasih padamu"

Mereka bertiga duduk di sebuah kedai kecil. Berbicara panjang lebar mengapa dia ada di sana. Dia masih belum menemukan orang yang dicarinya. Dia bercerita mengenai kisahnya yang membuat bayu terkesima dengan kisah itu.

Awalnya dia sama sekali tidak buta, dia seorang yang ahli dalam beladiri, dengan menggunakan senjata pedang. Kebutaan itu sudah berlangsung selama tiga tahun lalu. Saat itu dia sedang berada di sebuah desa kecil bernama desa Pande. Kebetulan malam harinya desa itu di datangi perampok, entah apa yang mereka cari seakan tidak pernah puas

Mereka mengambil harta benda, membunuh banyak orang, bermain dengan wanita, melecehkan mereka. Dia yang hanya pendatang hanya membantu sebisanya, mereka tidak punya pendekar atau siapapun yang memiliki ilmu bela diri. Mereka hanya bisa berjuang sebisanya, mengayun kan apapun yang ada di tangannya. Seseorang perampok itu sangat ahli beladiri. Dia bertarung mati matian dengan mereka namun orang itu sangat sulit di hadapi. Memang mereka berhasil selamat, tapi hanya separuh penduduknya saja, sayangnya seseorang perampok itu memiliki satu serbuk racun. Membuat matanya menjadi buta.

Seorang pemuda disana menolong dan merawatnya, namanya Asta, orang orang memanggilnya begitu.

Dia merasa sangat berterimakasih dan merasa bersalah karena seorang pendatang menjadi korban. Selang dua minggu berlalu, dia bilang akan pergi mencari seseorang untuk menyembuhkan matanya, namun sampai sekarang tidak juga kembali Dia mencarinya hingga saat ini.

Bayu dan Nirmala belum pernah mendengar nama itu, .

Namun Bayu tidak menyangka, Wangsa bernasib seperti ini. Nama Wangsa sangat terkenal, keahlian berpedang nya sangat diakui di dunia persilatan.

Sebenarnya sejak pertama bertemu dengan Wangsa, Bayu sudah mengenalinya. Dengan Pedang yang di bawanya, siapa yang tidak akan mengenalinya. Dia seorang yang hebat namun tetap rendah hati. Mungkin dia sendiri tidak menyadari betapa terkenalnya dia.

Bagaimana cara mencari seseorang dengan tanpa melihat. Pasti sangat sulit. Tapi dia tidak menyerah setelah tiga tahun berjalan. Wangsa tidak berharap untuk sembuh, hanya berharap dapat menemukan Asta. Ada satu hal yang ingin dia pastikan kepada Asta.

Bayu "seperti apa ciri-cirinya? tinggi badan bentuk muka, suara, pakaian yang selalu dipakai, dan lain lain?

Wangsa menjawab, "menurut warga dia berusia sekitar 20-25th, tidak ada yang tau percis, lebih sering berpakaian hitam, dia seakan selalu berkabung di seluruh kehidupannya, wajahnya penuh tawa dan sangat ceria membawa tawa di setiap orang yang bersamanya, jenaka, namun terkadang sangat nakal. Wajahnya cantik untuk seorang laki laki, matanya selalu penuh energi, seakan tujuannya harus selalu dia capai, rambutnya terikat urai di belakang, berponi belah tengah. Tingginya hanya sedikit lebih rendah dariku , hanya beda 4-5cm. Aku hanya mendengar suaranya. Dan cukup familiar."

"Dia Cukup tinggi" ujar Bayu.

"Setinggi dirimu ku kira" ujar Nirmala kepada bayu.

"apa aku tinggi?"

"ya, seperti tiang,"

"ha?"

Wangsa tersenyum mendengar candaan garing itu.

Mereka berpisah di kedai itu melanjutkan tujuannya masing masing. Berpamitan dan lalu pergi,.

Namun Nirmala berjanji jika suatu hari bertemu dengan Asta dia akan memberitahukannya.

Bayu dan Nirmala kembali ke kediaman wiriya.

"sepertinya rapatnya sudah selesai."

Bayu dan Nirmala berpapasan dengan Dhika di pekarangan.

"Masuklah kita bicara di dalam"

"Ada lagi yang harus di bicarakan?"

Mereka duduk bersama di sebuah ruangan yang sebelumnya mereka pakai berdiskusi.

Hasil rapat itu sebenarnya tidak boleh di beritahukan kepada orang lain. Namun Dhika memiliki pilihannya sendiri. Karena keadaan yang sangat kebetulan ini lah membuatnya bicara.

Dan Dhika teringat dengan perkataan Nirmala mengenai dari mana dia berasal.

"aku berasal dari seribu tahun di masa depan. Kau bilang begitu sebelumnya" ujar Dhika mengingatkan tentang apa yang di dengarnya. Meski saat itu dia tidak terlalu mengerti dan menganggap itu hanya candaan.

"Tidak masuk akal" ujar Bayu. "Itu tidak mungkin."

"Benar, memang tidak mungkin. tapi semua kebetulan itu sangat masuk akal. Terutama mengenai identitas si mata mata. Seorang prajurit Istana dari tim penyelidik melihat seseorang perempuan mencurigakan, bertemu dengan seseorang misterius, saling bertukar pesan, salah satu pesan nya di tulis dalam sebuah kertas, mereka kehilangan jejak si perempuan, tapi bisa menangkap si pria. Pesan itu tidak bisa kami baca. Semua ditulis dalam huruf latin, dalam bahasa lain. Ciri ciri nya mirip dengan mu, dan beberapa orang melihat mu bisa membaca huruf latin."

"Jika perkataan mu benar dari seribu tahun mendatang, apakah menurutmu dia juga sama?"

"Aku tidak tau. mungkin saja dia orang yang cerdas bisa mempelajari bahasa lain. huruf alfabet itu sangat mudah di pelajari. yang sulit adalah mwmpelajari bahasa nya. kau punya salinan pesannya?"

"Tunggu tunggu, kau bilang apa tadi? kau benar benar berasal dari masa depan?"

"Entahlah. Kurasa begitu. Hanya itu yang menurutku masuk akal"

"Lalu bagaimana bisa kau terdampar disini?"

"Aku juga tidak tau, itulah yang ingin aku selidiki"

"Eh. kau sudah ingat siapa dirimu?"

"ya. sejak beberapa hari lalu."

"Apa ada hubungannya dengan pemanggilan itu?"

"Satu hal yang menurutku masuk akal ya hanya itu. Sisanya aku tidak tau. aku juga tidak mengerti kenapa ada disini. Tuhan mengirimku kesini pasti ada tujuannya." Sejenak Nirmala teringat dengan perkataan arwah Laras saat itu. Mungkin juga itu adalah salah satu tujuan Nirmala datang kesini.

"Kenapa kau tidak bialng padaku. setelah kau ingat itu, kenapa kau tidak langsung bilang."

"Kau pikir itu masuk akal?

Aku bahkan tidak tau aku harus percaya itu atau tidak. aku sendiri tidak yakin. Apa kau akan percaya jika aku bilang? dia sendiri hanya bengong seakan aku bicara omong kosong." Nirmala menunjuk Dhika

Dhika diam menatap meja.

Bayu memutar matanya seakan ada beribu kebingungan di pikirannya.

"kau tau, aku tidak tau apakah aku yang disana adalah mimpi, atau aku yang disini adalah mimpi. Semua terasa nyata. Kehidupanku disana aku tidak ingin kembali,"

"Kenapa? ada apa di kehidupanmu disana?"

Nirmala berusaha tersenyum, "Memang tidak ada peperangan, tapi hidup disana seperti selalu ingin mati. sangat putus asa, dan selalu merasa sakit," Nirmala menempelkan tangannya di dada. "Aku hanya berharap kehidupanku sekarang aku bisa merubahnya menjadi lebih baik, kali ini, aku tidak akan menyerah pada apapun."

"Oh. Dhika, apa karena info itu kemarin aku di tangakap? lalu kenapa aku di bebaskan? bukankah info itu sangat cocok untuku?"

"Ayahku, Tuan Wijaya, dan Tuan Pambudhi menjamin pembebasanmu. Lagipula mungkin saja memang ada orang lain yang seperti dirimu. Mereka bertiga menjamin karena sudah mengamatimu sejak lama,

dimanapun kau berada, tidak menunjukan suatu kecurigaan lain, "

"Mereka mengawasiku?"

Lihat selengkapnya