Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #10

#10 Jalan Pulang

Sementara Bayu masih menginap sementara di kediaman Wiriya, sembari sesekali merawat bocah itu.

Dia sudah jauh lebih baik, namun masih harus memulihkan stamina nya. Dia tidak menjawab apapun yang ditanyakan. Kejadian itu pasti membuatnya sangat terpukul.

Nirmala berpamitan pada semua, dia berencana untuk pulang lebih dulu, khawatir akan kakeknya yang tinggal sendiri. Kebetulan tuan pambudhi pun akan kembali ke Istana Mandalika, jalur yang searah.

Nirmala berpesan untuk tidak bertanya lebih jauh kepada bocah itu buatlah agar dia nyaman dan percaya padanya.

Nirmala dan Tuan Pambudhi pun pergi pulang.

Dhika dan Bayu mengunjungi bocah itu. Rumah nya sudah terlihat. Di pekarangan rumah, bocah itu berdiri menengadahkan kepalanya menghadap langit, wajahnya masih pucat. Dia merasakan sinar matahari pagi yang begitu hangat, matanya terpejam, setetes air bergulir di pipinya. Dia menghapusnya dengan cepat begitu menyadari ada orang lain datang.

Bayu "kau sudah baikan"

Dia mengangguk "terimakasih atas bantuannya selama ini. Aku tidak akan melupakan kalian"

Dhika "apa kau bisa menceritakan kejadian itu kepada kami?.

Dia mengangguk "hmm. Perempuan yang bersamamu kemarin, dia tidak datang?"

Bayu "dia sudah pulang, ayo. Kita bicara di dalam"

"Aku biasa berburu di hutan saat malam dengan Ayahku. Penglihatan kami lebih baik dari orang lain. Dan hewan hewan akan lebih mudah di tangkap di malam hari. Namun malam itu. Kami melihat sekelompok orang. Kupikir mereka orang jahat. Seorang diantaranya berbicara bahasa asing. Aku tidak mengerti. Karena aku Ayahku...." Dia menangis "semua salahku."

Bayu "Jangan bicara begitu, dia pasti sangat menyayangimu"

"Besok aku akan pergi meninggalkan rumah ini. Mencari keluargaku yang lain di perbatasan jawa. Tolong sampaikan rasa terimakasihku pada nona yang bersamamu kemarin."

Bayu "bisa kau beritahu kami siapa namamu?"

"Adrian"

Bayu dan Dhika pun tidak bisa berbuat banyak.

Hanya berpesan agar berhati hati.

Bayu dan Dhika pun kembali ke kediaman Wiriya.

Diperjalanan mereka melewati sebuah toko, menjual segala jenis barang yang tidak biasa. Bayu masuk ke toko itu, Dhika mengikuti.

Beberapa barang membuatnya tertarik.

Dhika hanya memutar matanya.

Bayu menyarankan Dhika agar pulang duluan. Bayu masih tertarik di toko itu. Dhika pun kembali.

Sebuah kertas bertinta ungu, terselip di salah satu buku, dia mengenali isi buku itu, dan mengenali gambar di kertas itu. Rona wajahnya seakan menemukan sesuatu yang sangat penting. Dia membeli barang itu meski agak mahal. Tabungannya habis untuk membeli barang itu. Tapi dia tida menyesalinya.

------

Dalam perjalanan pulang, Nirmala dan tuan Budhi tiba tiba saja di hadang sekelompok orang, berpakaian serba hitam, wajahnya di tutupi kain hitam. Menghunuskan senjata, mengelilingi mereka berdua. Salah seorang mengeluarkan sebuah kertas bergambar, dan meniliknya lekat lekat. Benar dia orangnya ujarnya.

Tuan Budi berujar keras, "Apa mau kalian? Siapa yang memerintah kalian?"

"Kami harus membawa Gadis itu?"

Aku?, Kenapa, ada apa, Nirmala sangat kebingungan, mengapa dia berada dalam situasi seperti ini.

Tapi kelompok ini tidak menjawab apapun. Mereka hanya pembunuh bayaran yang di utus seseorang.

Tuan Budhi tau, jika ada hubungannya dengan kelompok seperti ini, kemungkinannya hanya dua. Dicari untuk di bunuh, atau untuk dijadikan budak.

Tuan budi menghunuskan pedangnya.

Mereka mulai menyerang, sepuluh lawan satu. Nirmala hanya bisa melihat tuan budhi berusaha melindunginya.

"Ketika ada kesempatan, lari lah sekuat tenaga, jangan menoleh dan jangan berhenti hingga bertemu dengan orang yang bisa membantu."

"Tapi, Tuan"

"Turuti saja"

Mustahil bisa lolos dari mereka. Jarak ke desa selanjutnya masih jauh, kembali pun sudah terlampau jauh.

Tuan Budhi beradu pedang dengan mereka, dia sangat hebat, bisa mengalahkan setengahnya.

"Lari!!!" Teriaknya, dan Nirmala pun bergegas lari dari sana.

Dua orang di hadang tuan budi, tiga orang mengejar.

Nirmala mendengarkan perkataan tuan Budhi, berlari sekuat tenaga, tanpa berhenti. Menerobos hutan, ilalang, bebatuan, Nirmala berlari jauh dari jalur. Sesekali tersandung hingga kakinya berdarah. Namun itu tidak dirasa. Dia tetap berlari.

-----

Bayu melihat Dhika berbicara dengan seseorang, dia terlihat sangat panik. bayu mendekat dan mendengarkan pembicaraan.

"Ada apa?"

"Seseorang terbunuh, pria tua di pondok tempat bocah itu dirawat, dia tewas. sekelompok orang datang, mencari seseorang. Mereka membawa sketsa gambar seseorang aku yakin gambar itu adalah orang yang bersama kalian kemarin"

"Nirmala?!"

"Bagaimana dengan bocah itu?"

"Dia pergi begitu kalian meninggalkan rumah itu."

Dhika dan Bayu saling bertatap berisyarat. Segera pergi menyusul Nirmala dan Tuan Budhi

Mereka menyusul menggunakan kuda tunggang, memacu kudanya hingga kecepatan paling tinggi. Dilihatnya Tuan Budhi sedang bertarung melawan seorang pembunuh bayaran itu.

Dhika melemparkan pedangnya dari kejauhan. Tepat mengenai jantung pembunuh itu dan mati seketika. Bayu terkesan melihatnya.

Tuan budi "tiga orang mengejar Nirmala, satu lagi baru saja menyusul mengejar"

Dua orang yang tadi menghadang sangatlah kuat membuat Tuan Budhi terluka.

Bayu memberikan kudanya, meminta Tuan Budhi segera pergi segera. Sementara Bayu dan Dhika akan mencari nirmala.

Bayu dan Dhika menyusuri jalan. Bayu menyadari satu hal. Jika nirmala berlari di jalan kosong, pasti akan cepat terkejar, kemungkinan dia berlari menembus hutan, mereka meninggalkan kudanya, mencari jejak kemana Nirmala pergi. Bayu cukup berpengalaman mengenai kondisi hutan, dengan cepat dia menemukan jejak jejak langkah Nirmala.

Nirmala terpojok, kini ada empat orang di hadapannya, menghunuskan pedang, dia sangat ketakutan hingga tak dapat mengeluarkan suara sedikitpun. Seseorang mencengkram kedua lengannya dari belakang, seorang lagi menutupi matanya dengan selembar kain, mengikat kedua tangannya ke belakang,

Tiba tiba terdengar suara yang familiar.

"Nirmala", suara itu memanggil.

itu suara Bayu.

Tanpa basa basi mereka menyerang Bayu dn Dhika. Empat lawan dua, suara benturan senjata seakan mengiris telinga. Nirmala sangat ketakutan.

Entah pertarunagn itu berlangsung berapa lama. Hingga seseorang membuka penutup matanya, Bayu dilihatnya tepat dihadapannya.

Dhika memotong tali di tangannya.

Dua orang tergeletak mati, dua orang lagi entah kemana.

Nirmala ambruk terduduk. Air matanya mengalir, masih tanpa suara. Bayu memeluknya dengan lembut, tangisan Nirmala menjadi semakin kuat. Kejadian seperti itu membuatnya sangat panik. Dan ketakutan

"tidak apa apa. aku disini."

Nirmala menangis di pelukan Bayu.

Dhika berdiri tenang,

-----

Bayu, Nirmala, Dhika berjalan menyusuri jalan menuju desa terdekat. Kuda mereka entah kemana perginya, mungkin kabur atau di curi orang. Tiba tiba Nirmala berhenti dari langkahnya.

"Ahh. aku lelah. berjalan dari jauh, berlari tanpa henti, rasanya kakiku mati rasa. Bisakah kita mencari kereta kuda, kuingin tidur"

"ahh, Nirmala kau tahan sedikit ya, aku juga sangat lelah. kakiku rasanya hampir patah mengejarmu. Tapi aku tidak punya cukup uang untuk menyewa kereta kuda, kau bertahanlah sedikit lagi ya."

Mereka memasang wajah memelas.

"Kalian tunggu lah d ujung jalan. Aak uakan mencarikan kereta kuda."

Nirmala dan Bayu saling menatap dan tersenyum lebar seakan rencananya berhasil.

Sebuah kereta kuda tiba di ujung jalan. Hanya menunggu lima menit untuk menunggu itu datang. Nirmala terkesan, kereta kuda nya terlihat sangat elegan, dengan warna gading bercorak keemasan. Sperti untuk seorang bangsawan. Bayu dan Dhika memang dari keluarga bangsawan. Tidak seperti Nirmala yang entah dari mana.

Bayu menyodorkan tangannya, "silahkan tuan putri."

Nirmala tersenyum dan mengangkat dagu, menggenggam lengan bayu sebagai sandaran, "terimakasih"

"Kau baik baik saja?" tanya dika

"Aku baik baik saja. kenapa?"

"Setelah kejadian tadi kau benar benar baik baik saja?"

"hmm. tentu saja karena sudah ada kalian berdua bersamaku. aku sudah tidak takut."

Raut wajah ketakutan yang tadi di perlihatkan nya memang sudah sirna.

Dhika memberikan beberapa obat kepada Bayu "kakinya terluka, ini utnuk mengobatinya"

Bayu "kau sangat perhatian sekali"

Nirmala "Dhika, Bayu, apakah sistem informasi jaman ini sangat canggih ya, belum lewat dua hari aku memberitahu informasi itu. mereka langsung mencariku. bagaimana menurutmu?... Ahh. Sakit. Pelan pelan lahh.."

Bayu "tahan lah sedikit jika tidak kubersihkan lukanya akan membusuk"

Dhika "Dugaanku hanya satu, ada orang kita yang mengetahui ini dan membocorkannya."

Nirmala "ya. kupikir jg begitu. lalu apa menurutmu tujuan merrka sebenarnya?

kenpa mencariku. apa tujuannya, kau bisa menebaknya? ahh. terlalu bnyak misteri yang aku tidak mengerti."

Bayu masih membalut kaki nirmala yang terluka "kau yang terlalu misterius Nirmala"

Dhika "mungkin mereka ingin mengorek informasi darimu. wawasannmu lebih luas dari kebanyakan orang, meski tata bahasa mu sangat minim, tapi dalam hal lain kau sangat bisa digunakan."

Nirmala "digunakan? kau seolah melihatku seperti sebuah benda. hmm aku hanya bisa membaca huruf latin alfabet, sedikit huruf arab meski tidak mengerti artinya, dan aku buta huruf kawi."

Dhika membalas.

"kau lancar bahasa melayu, mengetahui hal yang belum ada di tanah ini, kau mengerti pergantian musim, kau mengerti bahan kain, kau mengerti mekanisme suatu benda, kau bisa berbahasa inggris, kau lancar dalam berhitung, bahkan kau mengerti ukuran panjang secara detail. dan terakhir kau mengetahui senjata baru hanya dengan melihat gambar sketsanya. Siapa yang tau mungkin kau juga mengetahui soal masa depan.

Nirmala "bukankah aku memang dari masa depan."

Dhika "aku rasa. mereka memang sudah menyelidikimu, dugaanku, mereka ingin menggunakan kemampuanmu."

Nirmala "tunggu, kau tau semua itu darimana?

kau juga mengawasiku?

Bayu, kau juga mengawasiku?"

"semua orang mengawasimu" ujar bayu. "mulai saat ini jangan tinjukan keahlianmu sedikitpun."

"ha? sejak kapan aku di awasi?"

Dhika "bukankah kau sudah menyadarinya ketika pergi ke gunung untuk mengambil herbal langka."

Nirmala "karena itu lah aku tidak diijinkan bertanya apapun?"

Dhika "benar, semakin kau banyak tau, semakin mereka akan mengetahui kemampuanmu."

Bayu "tunggu, ketika ke gunung putri pun ada mengawasi? Kenapa aku tidak menyadarinya sama sekali?"

Dhika "setelah keluar dari desa sunyi mereka mengikuti. Tapi mereka menghilang ketika di lembah"

Bayu "hoo begitu"

Dhika "kami yakin kau bukan mata mata yang sering di bicarakan. keluarga besar Wijaya dan Wiriya memiliki alasan. Bahkan Tuan Budhi pun, melindungimu.

Lihat selengkapnya