Sudah lebih dari seminggu Nirmala tinggal di rumah Tuan Budhi.
Dia menganggap Nirmala seperti putrinya sendiri.
Sesekali Nirmala melihat Ayu, di balik benteng istana Mandalika. dan sesekali melihat Dyah.
Pertemuan pertama dengan Ayu adalah saat di toko herbal Sae, dia meminta Bayu mengambil herbal langka di gunung entah apa Nirmala lupa namanya.
Ayu adalah putri Satu satunya dari keluarga Wilis. Dia sangat ramah tidak seperti anggota keluarga lain yang kadang sangat arogan dan kadang bisa berbuat kejam. Semua orang menyayangi Ayu. Termasuk Dyah. Dyah adalah orang yang paling dekat dengannya.
Kabar burung mengatakan kalau Dyah adalah anak tidak sah dari Tuan Wilis. Atau bisa di bilang bahwa Dyah dan Ayu adalah bersaudara beda ibu, tapi tidak ada yang membenarkan kabar burung itu. Semua orang menutup diri akan hal itu.
Suatu hari Nirmala berpapasan dengan Dyah yang hendak pergi kepasar. Membeli herbal, dia bilng Ayu sedang tidak enak badan. Kebetulan Nirmala pun akan ke toko Herbal bertemu dengan Bayu dan mereka pergi bersama.
Sesampainya di toko herbal, Bayu sedang tidak ada toko. Akhirnya nirmala hanya mengantar kan dan menemani Dyah saja.
Mereka berbincang panjang lebar, mereka pun semakin dekat, Nirmala sangat senang, dapat teman perempuan seusianya.
Herbal yang dibelinya ternyata cukup banyak.
Nirmala membantu membawakan sebagiannya. Hingga masuk ke dalam Istana.
Begitu memasuki gerbang, Nirmala memutar matanya melihat sekeliling, begitu mewah dan indah, bahkan ada taman bunga yang luas di dalam nya.
"Wah.. pantas saja di sebut istana, memang semegah istana"
Terlihat seperti istana hanya saja tidak sebesar itu. Mungkin karena itulah di sebut istana Mandalika, meski sebenarnya istana ini adalah milik pribadi keluarga Wilis.
Dyah bilang sedang kekurangan tenaga, karena beberapa pelayan sedang cuti pulang kampung, jadi segala hal dilakukan oleh Dyah seorang diri. Khususnya untuk mememnuhi kebutuhan Ayu.
"Nirmala maaf merepotkanmu. Sebenarnya kami memang kekurangan tenaga. Sebagian besar pelayan yang melayani Ayu sedang cuti dan pulang kampung, jadi aku sedikit harus bekerja keras"
"Aku bisa bantu jika memang dibutuhkan"
"Benarkah? Wah aku merasa sangat terbantu"
"Mungkin sebenarnya tidak banyak yang bisa aku lakukan. Tapi kurasa lebih baik daripada hanya dilakukan seorang diri."
"Kau benar. Terimakasih banyak"
Mereka membuat sesuatu di dapur. Memasak untuk makan malam, membuat ramuan herbal untuk anggota keluarga wilis.
Mereka tidak sakit tapi mereka sangat menjaga jesehatan dengan meminum ramuan herbal.
Di balik pintu dapur seseorang mengintip. kepalanya condong ke dalam. sambil tersenyum, dia memanggil "Dyah!!" Rambutnya yang terurai begitu rapi dan berkilau, setengah rambutnya tersanggul di kepalanya, berhiaskan bross bunga melati terbuat dari perak.
Mata nya yang bulat seakan tenggelam ketika dia tersenyum, lesung pipi itu terpatri amat jelas di sebelah pipinya.
Sangat manis pikir nirmala. Siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta. Begitupun dengan dia, hanya terdiam menatapnya. Bahkan Nirmala masih mematung ketika Ayu sudah tepat hanya satu meter di hadapannya
"Nirmala??"
"ah. iya."
Suara lembut itu seakan membuyarkan lamunannya. Dia berbeda sekali ketika pertama kali bertemu di Toko Herbal Sae.
Dia penasaran apakah Bayu tidak tertarik dengan gadis ini, dia bahkan tidak pernah membicarakannya keculai memang perlu.
"oh, teh ayu? ..."
"Kenapa bengong. oh kamu sama Dyah sudah saling kenal ternyata, sejak kapan?"
"Sudah cukup lama teh"
Dyah mencubit lengan baju nirmala, "kamu juga sudha kenal sama teh putri?"
"ah, iya pernah sekali bertemu di toko herbal sae, tapi waktu itu aku belum tau kalau dia seorang putri kekuarga Wilis. Hingga aku tanya langsung pada Bayu llagipula penampilannya waktu itu sangat berbeda, memang terlihat anggun dan cantik tapi tidak seelegan sekarang. aku sampai terpesona melihatnya.
Ayu ter senyum kecil mendengarnya.
"Terimakasih. Aku sangat senang mendengarnya"
"oh. kalau kau sudah selesai, temani aku ya, banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu."
"Aku?"
"hmm"
"Oh. baiklah"
Semua pekerjaan sudah di selesaikan. Nirmala membawa nampan gelas kecil berisi herbal. Memasuki sebuah ruangan yang tak kalah mewahnya. Terlihat ayu memandang ke luar jendela, tirai tirai di sampingnya melambai tertiup angin.
"Teh, obatnya sudah siap" seketika Ayu buyar dari lamunannya dan lalu menghampiri.
Nirmala bertanya sedang apa yang dia pikirkan hingga tidak menyadari dia datang.
"Panggil Ayu saja. Kita seumuran."
"Dyah memanggilmu dengan putri?"
"Iya, semua pelayan memanggilku begitu. Dia tidak mau memanggil namaku"
Ayu bercerita panjang lebar, seakan baru saja memiliki seorang teman.
Bahkan dia bercerita bahwa Dia dan Haris sudah dijodohkan sejak beberapa tahun lalu.
Nirmala sedikit kaget mendengarnya. Keputusan itu sudah di buat antara dua keluarga. Tidak ada yang menolak antara Haris dan Ayu. Hanya saja dia seakan tidak memiliki kebebasan dalam memilih pasangan, meskipun Haris memang tidak lah buruk. Sangat bagus bahkan. Tidak ada gadia yang akan menolak haris mungkin. Seorang rupawan keluarga terpandang. Anak tunggal dari keluarga Wijaya dan dia memiliki segala yang orang lain impikan. Tapi Ayu sedikit ragu akan keputusan itu. Tapi juga tidak terlalu keberatan. Dalam hatinya dia masih sangat abu abu.
"Ayu kau sangat dekat dengan Dyah?"
"Tentu saja" jawab ayu, "hanya saja Ayahku meminta untuk tidak terlalu dekat dengannya"
"Kenapa?
"Tidak tau. Mungkin ada hubungannya dengan kabar burung itu"
Mungkin juga dia akan melarangnya terlalu dekat dengan ku, aku hanyalah orang asing tanpa status. Pikirannya mulai berputar.
Tapi Nirmala sedikit berbeda, dia mendapat pengakuan dan perlindungan dari dua keluarga besar, bahkan dari Tuan Budhi. yang bisa diartikan bahwa Nirmala bukanlah orang biasa. Sedangkan Dyah di anggapnya sebagai pelayan, atau orang dengan status rendah. tidak cocok bergaul dengan Putri keluarga besar.
Nirmala kesal dengan pengkastaan seperti itu.
Mereka berbincang panjang lebar, tertawa membahas yang tidak perlu. Tapi ayu terlihat sangat senang.
Dibalik pintu, Dyah mengintip dan mendengarkan mereka berbicara, namun tidak pernah masuk untuk bergabung. Matanya layu, dan lalu pergi.
---------
Beberapa kali Nirmala datang berkunjung, dan mereka semakin dekat,
Seperti biasa Nirmala datang membawakan ramuan herbal yang sudah di seduh.
Namum kali ini Nirmala merasa sedih. Ayu nampak sangat pucat, dia tidak sehat. Nirmala merasa heran apakah herbalnya tidak berkhasiat, atau Ayu terlalu sakit hingga tidak ada efek dari herbal yang setiap hari diminumnya.
Dengan wajah pucat itu Ayu masih bisa tersenyum. Dia merasa senang dengan kedatangan Nirmala.
Ujung pandangan Nirmala terpaku melihat sesuatu yang tidak asing. Sebuah buku terbuka lebar, salah satu halamannya bergambar sebuah benda. Giok berukir bulan dan matahari. Nirmala dengan penasaran melihat isi buku itu.
"Kau tertarik dengan itu?"
"Ini buku apa?"
"Entahlah. Itu hanya mitos. Lagipula aku tidak mengerti tulisannya."
Nirmala tau itu. Bahkan dia mengerti apa yang tertulis disana.
Dengan seksama dia baca satu persatu lembar buku itu, dibacanya dalam hati.