Brakk!!
Tuan Wilis dengan keras menggebrak meja. Merasa kesal dengan yang sudah dia dengar dari ketiga prajuritnya yang baru saja melapor.
"Setelah dia mempermalukan ku dalam perjamuan. Kini dia dengan terang terangan menentangku. Panggilkan Boriss!!"
Tidak lama Boris datang menghadapnya. Boris adalah keponakannya yang patuh. Ayahnya tewas dalam perang belasan tahun lalu. Kini dia sangat menghormati pamannya itu.
"Paman" dia menunduk hormat.
"Pergilah ke kediaman Wijaya. Beri mereka pelajaran atas penghinaan yang dilakukan anak angkatnya"
"Baik paman"
Perselisihan antara Wijaya dan Wilis semakin memanas. Tuan Wilis merasa bahwa Bayu tidak menghargainya. Menghalang halanginya berbuat sesuatu. Terutama mengenai Nirmala. Mereka memiliki sudut pandang yang jauh berbeda seperti dua ujung magnet yang saling bertabrakan.
Mendengar laporan dari prajurit itu bahwa Nirmala menjadi semakin kuat. Membuatnya berasumsi bahwa Nirmala menjadi Kuat karena memiliki Giok itu. Hingga Tuan Wilis semakin membulatkan tekad untuk mengambil giok itu.
Boris segera melakukan perintah dari Tuan Wilis. Mendatangi Keluarga Wijaya. Ditemani dengan satu pleton pasukannya. Memaksa masuk. Mendobrak Pintu. Memukuli penjaga dan pelayan. Menghancurkan barang barang. Semua orang dibuatnya panik.
Haris "Apa yang kau lakukan, datang tanpa sopan santun. Kau ingin mengebarkan bendera perang?"
Boris "Perang? Benar. Tapi kali ini Aku datang karena ingin memberi keluarga ini pelajaran."
Tuan Wijaya "Apa maksudmu?"
Boris "Tuan kau tidak tau putramu ada dimana?"
Tuan Wijaya "Maksudmu Bayu?"
Boris "Benar. Dia mehancurkan rencana kami untuk menangkap Nirmala. Dia bersekongkol dengan seorang pembunuh. Tentu tuan masih ingat dengan gadis pembunuh ini kan?"
Tuan Wijaya "Nirmala masih hidup?"
Boris "Sudah cukup basa basinya. Kali ini aku akan menahan diri. Sebaiknya tuan menghukumnya dengan keras, karena jika tidak. Aku juga mungkin tidak bisa menahan amarah paman ku"
Mereka pun pergi.
Haris mengerutkan dahinya "Kali ini apa lagi yang dia perbuat"
Tuan Wijaya "Jika dia pulang, beritau untuk langsung menemuiku"
Beberapa saat kemudian seorang utusan memberinya sepucuk surat. Dari Tuan Wiriya.
Dalam suratnya tertulis bahwa Tuan Wilis memang secara diam diam mengirim satu kelompok untuk mencari Nirmala. Dan Bayu mengikutinya. Tujuan dari pencarian itu tidak lain tidak bukan ialah untuk mencari Giok Cahaya.
Mendengar itu Tuan Wijaya geram. Jelas maksud tuan Wilis mencari giok itu secara diam diam untuk dirinya sendiri dan Bayu secara naluri melindungi temannya. Tidak ada yang salah dengan Bayu. Tuan Wilis memang sedikit keterlaluan.
Smentara itu di gunung Halimun, Nirmala masih terbaring di tempat tidurnya. Tama menemaninya di samping tempat tidur. Tama terlelap lelah menunggu Nirmala bangun.
Tama merasa bersalah karena melanggar aturan ketua, tidak boleh keluar melebihi pagar energi. Tama selalu melanggarnya, kali ini dia harus menerima hukumannya. Tapi apapun yang terjadi Tama tidak pernah menerima hukuman dari ketua. Itu membuat seisi kelompok menjadi iri, dan merasa tidak adil.
Nirmala perlahan membuka kan matanya, melihat Tama ada disampingnya, dia meletakan tangannya di atas kepala Tama, mengelusnya lembut. Perlahan Tama pun terbangun.
"Putri sudah bangun."
"Hmm. Knapa kamu tidur disini."
"Aku mencemaskanmu."
"Benarkah."
"Tentusaja. Kau hampir mati gara gara aku."
"Kau menyesal?"
"Hmm. Sedikit."
"Kenapa hanya sedikit"
"Maafkan aku."
"Hmm tidak apa apa, maaf aku tidak datang tepat waktu."
"Itu salahku."
Tama mulai mengalirkan air matanya. Dia menggenggam tangan Nirmala dan meletakannya di pipinya.
"Aku menyayangimu, aku tidak igin kau terluka lagi."
"Aku baik baik saja, hanya sedikit kelelahan."
"Lukamu sangat banyak."
"Ini tidak seberapa."
"Aku harus berterimakasih pada temanmu. aku belum sempat mengatakannya."
"Kenapa?"
"Saat kami datang kau tiba tiba pingsan. Ketua membawamu pulang segera, tidak membiarkan temanmu untuk ikut. Ketua memintanya untuk tidak kembali lagi."
Nirmala bangun dan berusaha duduk di tempat tidurnya.
"Ketua turun gunung?"
"Hmm."
"Apa dia memarahimu?"
"Tidak, dia bahkan tidak bicara padaku sma sekali."
"Aku akan bicara padanya."
"Tidak tidak. Untuk saat ini istirahat lah dulu. kau terluka sangat banyak."
"Baiklah, tapi kau berjanjilah jangan pergi kemanapun tanpa memberitahuku."
"Hmm. Baiklah."
Ketua datang dari balik pintu, seakan mendengar semua yang mereka bicarakan.
"Bukankah sudah seharusnya seperti itu sejak dulu."
"Aku menyesal." Tama menunduk seakan menyesali segalanya.
"Ketua."
"Tidak tidak, tidak perlu bangun. Tetaplah di tempat tidur."
"Ketua, tolong jangan marah padanya,"
"Kau lihat? Dia hampir mati karena mu. dan dia masih saja membelamu." Ketua berbicara keras kepada Tama. Membuat bocah itu semakin menangis.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang"
"Dia sudah menyesalinya ketua tolong maafkan dia."
"Hmmmh... Tama tolong panggilkan Jaka kemari. Kami harus membicarakan hal penting."
Tama mengangguk dan meninggalkan ruangan itu.
"Putri dengar, keadaan akan semakin rumit karena mereka telah mengetahui bahwa kau masih hidup. Mereka pasti akan terus mencarimu. Mulai sekarang, bisakah kau untuk tidak terlibat dengan mereka?"
"Ketua aku harus bagaimana lagi, aku tau ini akan semakin rumit, tapi jika aku terus berada disini, maka keluarga kita juga akan terancam. Aku tidak ingin kehilangan keluarga lagi."
"Kau tidak harus pergi. Kami akan melindungimu. Semua menyayangimu."
"Ketua, ditinggalkan seorang diri adalah hal paling menyakitkan. Anda tau itu. Aku hanya tidak ingin hal itu terjadi lagi. Melihat keluargaku mati tak bersisa ðŸ˜"
"...."
"Aku ingin semua yang ada disini tetap aman, sehingga aku bisa berkali kali mengunjungi kalian."
"Bagaimana dengan kami, bagaimana dengan Tama. Tidak kah kami memikirkan hal yang sama?"
"..."
"Kami tidak ingin melihat kau menderita di luar sana. Kami tidak ingin melihat kau mati tanpa perlindungan diluar sana."
"Lalu apa yang harus ku lakukan."
"Tetap lah disini."
Nirmala menghala nafas panjang. Dia bimbang dengan sesuatu yang harus dia putuskan.
"Ketua bisakah aku pergi ke kota, ada yang ingin aku cari."
"Mencari temanmu?"
"Mmm sebagian benar, tapi tujuanku kesana bukanlah itu. Aku ingin mencari informasi mengenai Giok Cahaya."
"Giok Cahaya...aku jadi teringat satu hal, saat aku menemukanmu bersama tuan muda itu, dia bertanya mengapa Giok itu tidak melindungimu. Karena seharusnya giok itu bersifat melindungi pemiliknya. Tapi aku tidak menjawabnya. Aku pun tersadar bahwa, sebenarnya kau tidak memiliki giok itu kan? Atau kau tidak membawanya, bahkan ketika setahun ini, kau sama sekali tidak membawa benda itu bersamamu. Apa aku Benar?
Mereka tidak tau itu kan? mereka masih mengira kau masih memilikinya."
"...."
"Putri mungkin sudah saatnya kau memberitahu mereka bahwa kau sama sekali tidak memilikinya, bukankah itu akan membuatmu aman?"
"Lalu kemana mereka akan mencari?
Mereka tau bahwa giok itu tidak bisa dimiliki siapapun didunia ini sebelum pemilik sebelumnya mati, atau sebelum waktu perintahnya habis.
Mereka hanya tau aku yang mengambilnya. Selain itu mereka tidak akan punya petunjuk, jikapun aku mengatakan itu pada mereka, mereka tidak akan percaya.
Mereka pasti akan terus mencariku.
Mereka juga tidak akan percaya jika aku berasal dari seribu tahun di masa depan. Semua adalah jalan buntu bagiku. Sampai aku mati dihadapan mereka, mereka tidak akan berhenti."
Suara ketukan terdengar. Jaka datang dari balik pintu.
"Ketua memanggilku?"