Tuan Wilis tertawa lebar mendengar keberhasilan Boris.
Boris yang dihadapannya pun ikut tersenyum.
Tuan wilis tidak henti memandangi Giok berukir itu. Pesona cantiknya membuatnya tidak ingin melepas nya meski hanya satu menit.
"Aku akan menghadiahkanmu sesuatu. Sebutkan apa yang kau inginkan dan aku akan mengabulkannya"
Boris senang dengan yang di dengarnya itu. "Aku, akan memikirkan itu terlebih dahulu paman. Terimakasih atas kebaikan paman."
"Tapi aku akan menugaskanmu satu hal lagi. Keluarga Wijaya dan Keluarga Wiriya, memiliki penerus yang selalu menyulitkanku. Aku ingin menghapus nama keluarga itu dari daftar negeri ini."
"Aku mengerti paman. Juga jika boleh. Aku ingin menghapus penjahat utama di negeri ini."
"Siapa itu?"
"Kelompok Halimun si Bandit Gunung"
"Lakukan sesukamu"
-----
Suasana goa kembali tenang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan ketika panik. Kini mereka harus membuat strategi baru. Nirmala sudah pada batas nya. Dia tidak bisa menembakan panahnya lagi. Dia terluka parah.
Dhika "Ada sedikit minyak tersisa di pembakaran obor. Kita bisa manfaatkan itu untuk membuat api lebih besar."
Tiga orang prajurit mengendap mendekati Bayu berkumpul. Nirmala bersender pada dinding berusaha menghemat tenaga untuk keluar dari sana.
Haris mendengarkan dengan seksama. Prajurit itu ikut berkumpul. Ikut mendengarkan rencana Dhika.
"Ijinkan kami membantu"
Dhika mengangguk. "Kumpulkan semua minyak di penerangan itu. Kita akan membuat sumber api. Begitu api menyambar kalian semua menyelam. Ada lubang besar di dinding bagian bawah kolam. Seharusnya ada jalur yang cukup besar untuk bisa kita lewati."
Mereka melakukan semua yang di instruksikan. Ini adalah pertaruhan kedua. Semua kemungkinan tidak ada yang menjamin mereka bisa tetap hidup.
Mereka yang tetap tinggal sudah pasti bertaruh nyawa dengan mahluk itu. Dan mereka yang pergi juga tidak menjamin bisa selamat. Mereka tidak tau apakah jalur bawah air itu panjang atau tidak. Jika mereka berhasil menyelam hingga ke ujung. Maka mereka selamat. Semua orang bergantung pada nasibnya masing masing. Tapi tidak ada cara lain. Terlalu lama di sana pun tidak ada yang bisa menentukan apakah akan selamat atau tidak.
Dhika dan Bayu melempar minyak minyak itu ke tengah kolam. Seketika mahluk itu muncul kembali. Minyak itu mulai bersatu dengan air. Bayu melemparkan obor ke mahluk itu. Seketika itu juga dia terbakar.
Bayu "Haris pergilah!"
Moster itu langsung muncul seketika dari permukaan air. Menggeliat mencambukan lidahnya kesembarang arah.
Bayu "Sudah kuduga, dia bukan mahluk yang hidup di air. Dia terjebak disana."
Dhika "Tau darimana?"
Bayu "Di atas." Bayu menunjuk ke arah sesuatu. Terukir simbol formasi. "Seseorang pasti membuatnya untuk suatu hal."
Mereka bertiga bersembunyi di balik pintu. Namun Mahluk itu memang sepertinya menyadari kehadiran mereka. Dia cambuk pintu batu itu hingga benar benar hancur.
Dia julurkan lidah cambuk itu ke dalam ruangan. Itu sangat panjang. Meliuk liuk ke segala arah. Mencari target yang entah dimana.
Mereka berlari. Menghindar sebisanya tapi dia benar benar sangat kuat.
Nirmala sudah semakin lemah "Kita harus mengalahkannya."
Bayu "Bagaimana?"
Nirmala "Bia punya kelemahan. Matanya atau mulutnya. Serang itu dengan energi penuh."
Dhika "Akan ku lakukan"
Bayu "Aku akan bantu"
Dhika memotong lidah cambuk itu. Dan berlari keluar. Itu sia sia. Lidah itu beregenerasi dengan cepat. Tapi memang bukan itu targetnya. Nirmala berlari perlahan mengamati dari jauh.
Dhika terlilit oleh lidah yang baru saja terbentuk. Bayu memusatkan energinya mengalirkannya kedalam pedang yang dia pegang. Dengan kosentrasi penuh. Begitu juga Dhika meski tergantung di atas. Dia terus berusaha sekuat tenaga.
Dhika memotong lidah itu. Dia terjun tepat ke arah matanya yang berputar putar. Dia arahkan pedangnya menusuk mata besar itu.
Bayu melemparkan pedangnya ke arah mulutnya Yang menganga merasakan sakit.
Dia menggeliat meliuk liuk. Perlahan menguap bagai air mendidih.
Nirmala membentuk busur panahnya lagi. Dan menembakannnya ke arah simbol Formasi di langit langit. Sesuatu terjadi, sama seperti mahluk di dalam ruangan. Mahluk ini pun mengalami hal yang sama. Dia seakan tersedot. Terangkat dari permukaan air. Dan masuk ke portal yang terbentuk di simbol formasi itu. Dia masih menggeliat.
Dhika berenang ketepian dan bergabung dengan Bayu. Melihat mahluk itu perlahan lenyap. Ujung Lidah cambuk mahluk itu keras seperti besi. Terpotong dan terlempar ke arah Dhika berdiri. Satu detik saja tidak menghindar akan sangat berbahaya. Namun Dia tidak siap. Bayu yang menyadari lebih dulu segera bergeser ke depan Dhika.
"Dhika awas!!!"
Berusaha menahannya dengan tangannya. Namun percuma saja. Lengannya tergores. Ujung lidah cambuk besi itu menembus tubuh Bayu.
Semua orang tertegun melihat itu terjadi begitu cepat. Nirmala berlari menghampiri. Bayu tergolek lemas. Darah mengucur kemana mana.
Amukan Mahluk itu menggetarkan tanah. Dinding dan langit langit ikut bergetar. Bebatuan mulai runtuh.
Nirmala "BBayu."
Dhika "Bayu apa yang kau lakukan. "
Nirmala "Kita harus cepat pergi dari sini"
Tapi melihat kondisi Bayu seperti ini. Dan Nirmala yang sudah tidak memiliki tenaga, mereka mulai putus asa.
Goa itu terus bergetar. Reruntuhan terus berjatuhan. Mereka kembali memasuki ruangan. Seketika bebatuan di ambang pintu pun berjatuhan. Mereka yang memapah bayu harus berpikir cepat dan berlari dengan cepat. Namun apa yang dipikirkan nirmala tidak lah sama.
Nirmala mendorong Dhika kuat kuat hingga mereka terpisah oleh reruntuhan di pintu itu.
Bayu bersama Nirmala tergeletak lemah kesakitan.
Dhika "Apa yang kau lakukan"
Nirmala "Dhika pergilah. Cepat. Sebelum jalurnya tertutup."
Dhika "Aku tidak akan meninggalkan kalian."
Nirmala "Kami hanya akan menghambatmu. Pergilah."
Dhika "Tidak. Tidak tidak akan pernah." Dhika menggali bebatuan itu berharap jalur mereka terbuka kembali.
Nirmala menangis "Dhika pergilah, kau adalah harapan kami satu satunya. Aku tidak ingin membiarkanmu terjebak bersama kami."
Dhika "Tidak. Kenapa kau lakukan itu padaku. Aku akan bersama kalian"