Semalam adalah hal yang mengerikan yang Bayu dan Haris alami. Haris termenung terduduk di atas tempat tidurnya. Memeluk kedua kakinya. Air matanya sudah mengering. Matanya sayu. Wajahnya pucat. Dia tampak berantakan. Suara gaduh di luar penginapan tak membuatnya bergeming.
"Bisakah kau membantuku" Haris bicara tanpa mengubah ekspresi datarnya. "Bunuh aku. Aku tidak ingin hidup lagi."
"Haris jangan bicara begitu. Kita cari cara merebut kembali rumah kita."
"Aku tidak ingin pulang. Tidak ada siapapun lagi disana."
"Ingatlah, masih ada Galih. Dia akan sendiri jika kau tidak ada."
Raut wajahnya melunak "Galih,, anak yang malang. Dia tidak bisa menerima lagi kasih sayang dari orang tuanya."
"Tabahlah. Demi adikmu. Kita bertiga harus bisa bertahan."
"Aku akan menemuinya sebelum mereka."
Haris berlari. Keluar dari penginapan. Bayu mengikuti dari belakang. Berlari dan mengendap menghindari prajurit yang sedang berlalu lalang mencari mereka.
Prajurit itu terlalu banyak. Beberapa orang mengenali mereka. Mereka menghadangnya. Mengelilinginya. Mereka mungkin tidak akan bisa lolos.
"Haris..... Lari lah jika ada kesempatan. Jangan sampai mereka mengalahkan kita."
"Aku tidak akan menyerah. Aku akan kembali dan membalas mereka semua"
"Kalau begitu aku akan menahan mereka. Aku akan menyusul nanti."
"Baiklah"
Prajurit itu menyerang. Enam lawan dua. Dan mereka bersenjata sedangkan Haris dan Bayu hanya mengandalkan tangan kosong.
Begitu celah terbuka. Bayu berteriak "Haris lari!!" Seketika itu Haris berlari. Dengan sekuat tenaga. Tidak ada lagi tangis tidak ada lagi putus asa. Yang ada hanyalah kebencian untuk membalas dendam.
Haris percaya Bayu akan baik baik saja. Setidaknya Bayu juga menunjukan hal yang sama. Meski sebenarnya luka di tubuh Bayu masih sangat menyakitkan.
Bayu masih di sana. Berlutut. Beberapa orang tergeletak. Beberapa menghunuskan senjatanya. Bayu sudah tidak berdaya. Darah mengalir lagi dari mulutnya. Lukanya pasti terbuka lagi. Bayu sudah di ambang batasnya. Dewi Fortuna maaih bersama nya. Anak panah melesat menembus tubuh prajurit prajurit itu. Bayu tersenyum.
Dia paksakan tubuhnya bangkit. Dan pergi meninggalkan mayat mayat itu. Terhuyung huyung setengah sadar. Tangan kanannya memegangi luka di dadanya. Luka itu kembali berdarah. Dia berlaridan terus berlari. Entah kemana diapun setengah sadar. Terdengar suara berisik di pikirannya. Seakan menuntunnya untuk mendekat.
Beberapa prajurit kembali mencari nya. Mencari jejaknya. Tetesan darah Bayu menjadi jejak yang mudah untuk di ikuti.
-----
Empat bulan berlalu. Haris dan Galih masih aman di desa tempat tinggal neneknya. Selama itu juga Haris berlatih untuk menjadi lebih kuat lagi. Semangat untuk membalas dendam masih belum surut. Namun dia sedikit Khawatir Bayu masih belum juga terdengar kabar apapun. Tidak ada kabar bahwa Boris menangkapnya. Tidak ada kabar juga jika Bayu sudah mati. Bayu seperti lenyap entah kemana.
Boris juga menyerang kediaman Wiriya. Tapi semua orang tau keluarga Wiriya terkenal dengan beladirinya. Dan kekuatannya. Tidak sedikit anggota di bawah pendidikannya menjadi seorang yang hebat. Keluarga Wiriya pun berperan di pemerintahan pusat. Tidak banyak yang bisa di lakukan Boris. Meski dengan serangan mendadak. Keluarga Wiriya masih bisa Bertahan.
Tuan Wiriya semakin Geram dengan tidakan semena mena dari keluarga Wilis. Sebagai Mandalika dia tidak dapat mengendalikan sikap. Malah menyalahgunakan kekuasaannya. Namun memang kekuasaan dan perannya dipemerintahan pusat pun membuatnya tidak bisa di turunkan.
Sunda utara sedang sangat genting. Kabar itu sudah sampai ke Istana pusat namun tidak banyak yang mereka lakukan. Entah alasan apa. Bahkan tidak ada satupun wakil dari Istana pusat yang menyelidiki ini lebih lanjut.
Sunda Utara harus berjuang sendiri.
Suatu malam sekelompok kelelawar berterbangan. Menjatuhkan sesuatu di pemukiman penduduk. Sesuatu yang mungkin akan berbahaya bagi nyawa penduduk Sunda Utara.
Kelelawar kelelawar itu membawa mahluk mahluk bayangan dalam bentuk kecil. Mahluk itu pasti membelah diri sangat banyak. Tapi sekecil apapun mahluk itu tetaplah berbahaya. Terutama jika dia merasuki tubuh manusia.
Beberapa jam sebelum kelelawar itu menjatuhkannya, Keluarga Wiriya menerima secarik informasi. Di tembakan dengan sebuah anak panah entah darimana datangnya. Saat itu Tuan Wiriya tengah memimpin rapat dengan anggota keluarga lainnya mengenai kekejaman Mandalika Wilis. Anak Panah itu menembus dinding bambu dan tepat mendarat di atas meja rapat. Membuat semua orang terkaget.
Tidak ada yang mengerti isi pesan itu, namun Dhika bisa membacanya. Dia tau itu informasi dari siapa. Dan dia mempercayainya. Sebuah informasi mengenai akan adanya kelelawar yang menjatuhkan mahluk parasit itu. Hingga menghimbau untuk para penduduk untuk tidak meninggalkan rumah mereka. Sementara tuan Wiriya Menugaskan beberapa muridnya untuk berjaga jika informasi itu ternyata benar.
Malam menjelang. Dan informasi itu benar adanya. Murid murid pondok Wiriya memanglah sangat hebat. Mereka bisa mengendalikan situasi dengan cepat. Mereka bisa dengan mudah menggunakan energi spiritual nya untuk membunuh mahluk parasit itu. Untunglah ada informasi itu. Jika tidak. Mungkin wilayah itu sudah dibanjiri dengan mayat.
Berbeda dengan Mandalika Wilis. Dia bahkan berpendapat bahwa itu adalah di sengaja. Boris menuding Nirmala adalah sumber dari kekacauan itu. Dan Tuan Wilis justru mempercayainya.
Kabar bahwa Nirmala masih hidup membuat keluarga Wilis dirundung rasa benci. Kepercayaannya terhadap sumpah dari Giok Cahaya membuatnya selalu menutup mata. "Giok Cahaya tidak akan berfungsi jika pemiliknya tidak dengan sukarela memberikannya. Atau tidak akan berfungsi jika pemilik sebelumnya mati." Nirmala memang tidak menyerahkan itu dengan kerelaannya. Jadi, Satu satunya yang keluarga Wilis inginkan adalah kematian Nirmala. Sehingga kekuatan Giok itu bisa dia pergunakan.
Keluarga Wilis akan melakukan apapun untuk membuat kematian Nirmala menjadi nyata. Bahkan dia menyebarkan gosip bahwa semua kekacauan itu ialah ulah dari Nirmala. Sunda Utara semakin percaya dengan gosip beredar. Bagaimanapun Mandalika setempat pun mempercayai itu.
-----
Pradhika Wiriya termenung berdiri menatap air terjun di tengah jembatan kayu. Dia menunggu seseorang. Wajahnya kini terlihat lebih redup.
Seorang perempuan bertudung memghampirinya "Ikuti aku"
Dhika mengenali suara itu. Tanpa pikir panjang dia mengikuti langkahnya pergi. Dia menuntunnya jauh dari keramaian. Memasuki hutan.
Di sebuah tebing berbatu mereka berbicara.
"Mengapa sangat sulit untukku bertemu denganmu?"
"Dhika, semua menjadi makin rumit sekarang. Aku merasa selalu gundah. Seakan hal besar akan terjadi segera."
"Informasi itu darimu?
"Aku mengirim informasi yang sama sejam sebelumnya ke istana Mandalika. Tidak ada respon sedikitpun."
"Nirmala, bagaimana kau tau hal itu?"
"Kami selalu mengawasi sekitar gunung. Keanehan apapun kami bisa tau. Hanya saja untuk masalah ini kurasa ini sangat rumit."
"Ada apa?"