Bayu duduk di tempat yang sama seperti sebelumnya. Kedua kakinya bertumpangan di atas kursi yang lain. Satu tangannya menopang kepalanya. Terlihat santai dan bermalas malasan. Memang dia dulu selalu seperti itu.
Dia makan camilan satu persatu. Kadang melemparkan potongan kecil ke mulutnya.
"Bayu" Nirmala berdiri di ambang pintu.
"Masuklah" Bayu menjawab dengan nada santainya. Nirmala merindukan sikapnya yang seperti itu.
"Bayu. Maaf aku tadi....."
Bayu merapikan duduknya menurunkan kakinya. Dan menatap Nirmala. "Tidak Nirmala. Seharusnya aku yang minta maaf. Aku salah. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Kau pasti punya alasan sendiri. Maafkan aku."
Nirmala terharu mendengar itu. "Aku tau kau juga punya alasan sendiri. Karena itu lah aku kembali. Aku tidak ingin berselisih denganmu. Apapun itu Bayu, kita bicarakan semua baik baik."
Bayu mengangguk pelan.
Mereka bertiga duduk di samping meja yang sama. Kali ini camilan di atas meja itu begitu menggiurkan. Wangi nya seolah merayu Nirmala. Tentu saja dia tidak akan tahan dengan wangi yang enak itu. Beberapa menit lagi mungkin mulutnya akan di penuhi dengan makanan.
Dhika "Jadi, apa yang harus kita bicarakan?"
Bayu "Banyak hal. Banyak yang masih misteri. Banyak yang akan menjadi misteri"
Nirmala "Aku mendapat informasi bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang."
Dhika "Perang? Melawan siapa?"
Nirmala menggelengkan kepala. "Awalnya aku tidak mengerti tapi setelah pembicaraan dengan ketua saat itu....."
Bayu "Tanah kita tidak aman."
Dhika "..."
Bayu "Ancaman kita bukan hanya dengan tentara Mongol ataupun Mataram. Tapi juga dengan bangsa kita sendiri."
Nirmala "Mahluk itu Dhika."
Dhika "...."
Nirmala "Mungkin kau pernah dengan kota mati di perbatasan Sunda - Mataram"
Dhika "Aku pernah dengar itu"
Nirmala "Kota mati itu bukan karena wabah. Tapi mahluk itu."
Dhika "Tapi bagaimana bisa? Bukankah ..... Tunggu, ini bukan kali pertama mahluk itu muncul?"
Nirmala mengangguk.
Bayu "Nirmala menurutmu apa informasi itu akan terjadi?"
Nirmala "Sejauh aku hidup di sini, info yang aku dapat dari 'mereka' tidak pernah salah."
"Itu akan terjadi lagi, dan lebih mengerikan. Kau harus pergi. Disini bukan tempatmu"
Bayu "Dia bicara begitu? Siapa dia?"
Nirmala "Tidak tau. Dia muncul lalu menghilang lagi"
Dhika "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Eh Bayu, aku ingin tanya. Aku yakin masih ada informasi lain yang ingin kau ketahui tapi kenapa kau tidak terus menanyai ketua saat itu?" Tanya Nirmala
Bayu menjawab "Setelah mendengar beberapa informasi. Aku kira ada orang lain yang mungkin mengetahui lebih detail. Coba kau pikir. Itu sudah terjadi tiga puluh lima tahun lalu. Jika melihat usia nya saat ini. Ku yakin dia masih muda. Juga paman Budhi. Jika kita hitung kebelakang, paman Budhi mungkin berusia 10/12 tahun. Mungkin Ketua itu sekitar 15/16 tahun. Masih sangat muda."
"Itu masuk akal. Jika di usia itu. Mungkin dia bukan prajurit khusus. Tapi semacam pemuda pembela. Atau sukarelawan." Sambung Nirmala.
Bayu "Menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Nirmala "Jika dugaan ku benar. Ini ada hubungan nya dengan yang saat ini terjadi. Aku khawatir jika...." Nirmala terhenti dan sejenak melamun. "Dhika bisakah kau mencari informasi?"
Dhika "....."
Nirmala "Aku yakin kau bisa melakukannya lebih baik daripada kami."
Dhika mengangguk.
Nirmala "Cari informasi mengenai peristiwa itu. Jumlah korban, jumlah selamat, gejala wabah. Asal muasal. Pokonya yang berhubungan dengan mahluk ini. Yang berhubungan dengan desa itu. Semuanya."
"Mn" Dhika mengangguk mengiyakan.
Bayu "Bagaimana denganku?"
Nirmala "Kau juga mencari informasi yang sama. Terserah padamu dengan cara apa. Aku yakin kau punya cara sendiri."