Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #26

#26 Siasat

Nirmala dan Bayu berteduh di sebuah pondok. Menghangatkan diri dan mengeringkan tubuh mereka yang basah diguyur hujan. Bayu mengeluarkan semua obat-obatan yang dia punya. Nirmala duduk di sebuah bangku mengeringkan badannya dengan handuk dan membersihkan darah di lengannya.

"Lepaskan pakaianmu."

"Ha?"

"Aku akan mengobati lukamu" Bayu menunjuk pinggang kirinya yang berdarah.

"Tidak, tidak perlu. Aku bisa sendiri"

"Aku adalah tabib kau ingat? tidak perlu khawatir"

"Bukan begitu tapi.." wajahnya yang pucat seketika memerah.

Bayu tersenyum geli melihat itu. "Aku mengerti perasaanmu. Kau perempuan. Tapi kau juga seorang pasienku. Tidak perlu malu. Aku tidak akan berpikir macam macam"

Tepat sekali, memang itu yang sedang dipikirkan Nirmala. Bayu seolah bisa membaca pikirannya. Tapi Bagaimanapun juga Nirmala memang perlu pengobatan. Bayu melihat luka di pinggang nirmala cukup besar.

"Separah ini kau tidak memberitahukan padaku?"

"Aku baik baik saja"

"Kau sudah sepucat mayat masih bilang baik baik saja? Dasar keras kepala"

"Terimakasih"

"Untuk pengobatan ini?"

"Untuk Segalanya"

"Berhenti Bicara seperti itu, kau seperti akan mati saja."

Nirmala tersenyum "Mulai saat ini panggil aku Rinnaya"

"Rinnaya? itu namamu?"

Rinnaya Mengangguk. "Nama Nirmala Terlalu Murni untuk dipakai seorang Bandit"

"Kau Bukan bagian dari mereka."

"Kenapa bicara begitu?"

"Entahlah. Hanya firasat. Boleh kutanya sesuatu?"

"Mn, tanya apa?"

"Benda berharga milikmu. Apa isinya?"

"Semua yang aku miliki, ah,, sakit, bisakah kau lebih lembut sedikit,?

"Mengapa aku hanya melihat sebuah batu tidak berharga?"

"Ha?"

Bayu mengeluarkan kantung kecil yang pernah Rinaya titipkan padanya dan menatap mata Rinaya lekat lekat. "Aku melihat isi nya. Aku tidak mengerti apa yang berharga dari sebuah batu."

"Bukankah sudah aku bilang untuk tidak membukanya?"

"Itu sudah terbuka sendiri. Aku yakin kau sendiri yang membukanya. Ketika terjebak di gua kulon. Iya kan?"

"....."

"Ada sesuatu yang aneh terjadi padaku, saat itulah aku tau bahwa seseorang telah melakukan sesuatu padaku"

"Apa Maksudmu?"

"Ketika kita berdua tejebak di gua Kulon, apa yang kau lakukan padaku?"

"A..apa yang aku lakukan?"

"Aku yakin ada hubungannya dengan batu ini. Rinnaya, kau selalu menjadi sosok yang misterius bagiku. Meskipun banyak hal kau terbuka padaku. Tapi aku selalu merasa kau itu misterius. Terlebih lagi jika disangkut pautkan dengan Giok Cahaya. Rinnaya, apakah giok itu ada padamu? Ataukah ada padaku? Atau sudah di tangan tuan Wilis?"

"...aku..."

"Rinnaya aku menyayangimu. Aku juga juga yakin kau menyayangiku. Terbukalah padaku. Karena aku tidak ingin merasa menyesal"

Rinnaya menunduk pasrah dan tersenyum "Kapan kau menyadari itu?"

"Tiga hari setelah penyerangan keluarga Wijaya"

Rinnaya teringat saat itu. Ketika Bayu terhuyung huyung dekat dengan Lembah Jiwa. Dia di kelilingi mahluk berbentuk anjing. Seakan ingin menerkamnya. Beberapa anak panah dilesatkannya untuk membantu Bayu. Saat itu Rinaya melihatnya dari atas tebing. Namun dia kehilangan jejaknya. Seakan Bayu lenyap di telan bumi.

"Tolong jangan marah padaku Bayu."

"...."

"Maafkan aku. Tanpa seijinmu aku melakukan sesuatu padamu. Saat itu aku ingin kau selamat. Lukamu sangat parah. Benda itu menembus jantungmu. Jika jantung berhenti. Maka kau akan mati. Aku tidak ingin itu terjadi. Laras memberikan Giok itu padaku dia berpesan untuk menggunakannya kepada orang yang paling berarti. Aku menggunakan itu untuk menyembuhkan lukamu."

"Karena itu lah selama aku tidak sadar dua minggu kau masih menunggu?"

Rinnaya menganguk "Aku ingin memastikan Giok itu benar benar bekerja. Aku menunggu hingga kau benar benar sadar. Tolong jangan marah padaku."

Bulir air mata mengalir di pipi Bayu. Bagaimana bisa dia marah ketika nyawanya terselamatkan. Jika bukan karena dia mungkin Bayu sudah mati.

"Apakah Giok itu benar benar berguna untukmu Bayu? Aku tidak bisa menarik perintah. Karena Giok itu sekarang milikmu. Hanya kau yang bisa melepasnya."

"Apa yang kau perintahkan padanya?"

"Lindungi tubuh ini, sembuhkan setiap luka, hingga orang ini yang melepasnya sendiri. Kini kau adalah miliknya. Patuhi perintahku hingga dia sendiri yang melepasmu"

Bayu memeluk Rinnaya dengan linangan air mata. "Aku bersyukur bertemu denganmu. Terimakasih."

Bayu melepas pelukannya dan menggenggam lengannya. Dengan heran Rinaya bertanya "Kau tidak marah kan?"

"Kau menyelamatkan aku bagaimana bisa aku marah? Situasi saat itu kau pun terluka parah tapi kau memilih menyelamatkan orang lain."

"Apakah Giok itu ada hubungannya dengan Serigala itu?"

Bayu tersenyum "Tidak ada. Jika bukan karena Giok itu mungkin mereka sudah menelanku"

Matahari bersinar cerah. Secerah senyum Rinnaya. Bayu masuk tanpa mengetuk pintu lagi. Seakan sudah tau apa yang sedang dilakukan Rinnaya. Jendela yang baru saja Rinnaya buka meniupkan helaian rambutnya yang tergerai rapi. Bayu tertegun melihatnya melirikan mata. Rinnaya terlihat sangat cantik. Bayu menyimpan nampan yang dibawanya. "O-obat untukmu. Minumlah sebelum pergi."

Rinaya melihat isi nampan itu. Herbal yang sudah di seduh, dan sepiring camilan. Seketika dia tersenyum senang "ooh, camilan!!" Tidak lama dia pun memakan camilan itu. Dan menghabiskan obatnya. Bayu duduk di kursi seberang mejanya. Dan tersenyum.

"Bayu. Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Entahlah. Yang pasti aku akan menjaga sisa keluargaku. Aku tidak ingin menjadi orang lemah."

"Aku jadi teringat satu hal. Kemarin itu... Apakah Tuan Wiriya baik baik saja? Dia bahkan ikut rapat bersama tuan Wilis seolah tidak pernah terjadi apapun pada keluarga mereka. Haris pun ikut bergabung disana. Apa ada yang aku lewatkan?"

"Keluarga Wilis memiliki kekuasaan hingga Ibukota. Sulit untuk menjatuhkannya. Kalaupun diadakan penyerangan, tetaplah kami yang akan disalahkan karena penentangan. Tapi sebaliknya, penyerangan terhadap dua keluarga merupakan hukuman bagi Mandalika."

"Bukankah itu sangat tidak adil. Apa tanggapan dari Istana Ibukota?."

"Tidak ada"

"Aneh sekali. Pemerintahan macam apa itu. Sepertinya ada perang besar disini pun mereka tidak akan bergerak."

"Kurasa itulah yang di selidiki tuan Budhi."

"Ha?"

Lihat selengkapnya