Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #30

#30 Lima Belas Tahun

"Datang tak di jemput. Pulang tak di antar.

Seperti Jelangkung saja. Kali ini siapa yang memanggilku datang?"

Rinaya menghela nafas pendek dan bergumam "Lima belas tahun?"

Gemericik air hujan bersahutan. Rinaya menjulurkan tangannya dari balik jendela. Merasakan titik titik air hujan yang sedingin es. Dalam tidurnya tadi seakan mengingatkannya akan semua hal yang di alaminya saat itu. Bulu matanya menurun. Raut wajahnya meredup. "Menyedihkan! Kenangan yang buruk. Kenapa aku harus kembali?"

Seseorang masuk dari balik pintu tanpa mengetuk. Tidak ada yang sangat tidak sopan kepadanya kecuali Ratih-sahabatnya. Lagipula itu kamar tidur perempuan. Itu membuat Rinaya terkejut dan sedikit marah. Tapi tidak lama ekspresi itu berubah drastis ketika melihat seseorang berdiri di ambang pintu. Begitu juga dengannya yang mematung seolah waktu sedang berhenti. Pradhika Wiriya sangat terlihat gagah dan berwibawa. Dia bukan lagi anak remaja yang di kelimuti kebimbangan. Sorot matanya semakin terlihat meyakinkan bahwa dia seorang yang berkarakter.

Rinaya turun dari ranjangnya berlari dan memeluk pria itu penuh Rindu. Dhika melingkarkan tangannya diantara tubuh mungil itu. Tersenyum penuh haru dan rasa syukur. "Selamat datang kembali!" ucapnya pelan.

Rinaya masih tenggelam di tubuh atletis itu. Masih melingkarkan tangannya erat. "Aku tidak percaya aku masih bisa hidup. Aku tidak percaya ternyata semua bukanlah mimpi. Aku tidak percaya bisa kembali bertemu denganmu lagi."

"Aku sudah berjanji" ujarnya pelan. Rinaya menengadahkan wajahnya menatap pria cantik itu "Janji?" Tapi Dhika tidak menjawab apapun. Hanya tersenyum tipis.

"Oh Kau sudah bangun" Dylan datang membawa nampan berisi makanan dan menaruhnya di meja. Dia duduk bergabung dengan yang lainnya.

"Aku baru akan membahas sesuatu yang penting dengannya. Bisakah kau tidak di sekitar sini dulu?" dengan sinis Rinaya menatap mata Dylan.

"Tidak bisa. Kau adalah Tahananku. Aku tidak akan membiarkanmu bersamanya. Kau mungkin akan kabur dengan dia?"

"Sejak kapan aku jadi tahananmu. Aku bahkan tidak melakukan kesalahan apapun!"

"Sekarang memang tidak. Tapi lima belas tahun lalu kau memang melakukan sesuatu."

Rinaya terdiam mendengar itu. Bagaimana dia tau tentang dirinya. "A- Apa maksudmu? Aku tidak mengerti!"

Dylan tersenyum pahit. "Setelah yang kau lakukan di depan semua orang. Kau kira tidak ada yang tau kau itu siapa?"

"Ha? Apa yang aku lakukan?"

"Memang kau sangat bodoh." Dylan membuang muka. Sebal.

Dhika menjawab itu dengan datar "Anak panahmu yang terpecah menjadi beberapa. Hingga saat ini belum ada yang bisa melakukan itu."

Rinaya memutar matanya. "...... aaaaaa... benarkah?"

"Balapati! Apa kita tidak salah orang? Dia lebih bodoh dari cerita orang orang."

"Tidak. Memang dia orangnya." lagi lagi menjawab dengan nada datar.

"Hmm...Apa yang dikatakan orang-orang tentangku?"

Dhika "Jangan dengarkan cerita orang. Mereka tidak tau apa yang sebenarnya terjadi."

"Ya. Baiklah. Lagipula aku sudah terbiasa dengan omongan orang. Eh, Ini kue apa? Enak sekali." salah satu kebiasaan Rinaya yang sangat di ingat oleh Dhika.

Rinaya "Kenapa menatapku seperti itu. Kalau kau mau ambil saja."

Dylan "Siapa yang -"

Dhika "Sudah sudah. Tidak perlu bertengkar. Kau bilang akan membahas sesuatu yang penting denganku. Ada apa?"

"oh" Rinaya minum teh yang tersedia di meja. Menelan semua makanan di mulutnya. "Bayu ada dimana?"

"....." Dhika hanya diam tidak menjawab itu. Begitu pula dengan Dylan.

Rinaya "Apa yang terjadi padanya? aku mendengar sesuatu yang buruk tentangnya. Aku tidak percaya. Jadi aku ingin tanyakan langsung padamu." Wajahnya memuram tertunduk. "Apa dia benar benar sudah meninggal?"

Dhika "Tidak ada Jasad. Tidak ada Kehidupan. Dia lenyap seperti halnya dirimu."

Rinaya "Setelah terjatuh dari tebing. Aku bangun di ranjang rumah sakit. Dokter bilang aku mengalami koma selama beberapa bulan. Setelah itu aku harus pemulihan enam bulan kedepan karena aku kengalami sedikit kelumpuhan. Siapa sangka aku bisa kembali lagi kesini. Tapi..... Bayu ..... Rasa rasanya tidak mungkin."

Dhika "Apa yang kau pikirkan?"

Rinaya "Ketika dia hilang memasuki lembah Jiwa aku sangat yakin dia baik baik saja. Jika tidak ada jasad,... mungkin saja dia masih hidup."

Dhika "Semua orang menyaksikannya. Dia lenyap bersama Serigala serigala itu."

Rinaya menahan nafas seakan ingin menahan kata kata di tenggorokannya. "Aku akan mencarinya."

Dylan "Kenapa harus mencarinya?"

Rinaya "Sebelum itu. Aku ingin bertanya. Kira kira siapa yang memanggilku datang kesini?"

Dylan "Apa ada hubungannya dengan itu?"

Rinaya "Mungkin saja. Jangan banyak bertanya jawab saja pertanyaanku."

"....."

Rinaya "Aku dengar seorang Patih Sedang menyelidiki kasus di Bintuni. Disana aku pertama kali muncul. Haha. Kurasa mereka akan mencari aku secepatnya."

Lihat selengkapnya