Seorang remaja - murid Balapati Wiriya mengetuk pintu kamar Rinaya. Membawa nampan berisi makanan. Dengan senang Rinaya mempersilahkan nya masuk dan duduk. "Kau muridnya Dhika. Ayo makan bersamaku!"
Dia mengibaskan tangannya "Ah tidak. tidak perlu. Ini semua untuk Nona."
"Aih. Jangan panggil aku begitu. Namaku Rinaya. Kau, Siapa namamu?"
"Panggil saja Danu"
"Baiklah. Danu. Ayo makan bareng."
"Terimakasih tawarannya. Emm kalau boleh tanya, Nona ini ada hubungan apa dengan Balapati Wiriya?"
"Aku?. Hmm. Teman lama."
"Hmm. Sepertinya Nona adalah orang penting. Karena tidak biasanya beliau meminta kami untuk melayani semua kebutuhan seseorang. Bahkan dia meminta kami melindungi Nona apapun yang terjadi."
"Benarkah? kau tidak perlu pedulikan aku. Aku baik baik saja. Aku tidak perlu penjagaan. itu berlebihan."
"Tapi melihat situasi tempo hari sepertinya Nona sedang dalam bahaya."
Rinaya berhenti mengunyah makanannya. Lalu menyimpan sendok yang tadi dia pakai. Lalu menatap Danu dengan tajam "Apa kau sedang mencari informasi tentang aku?"
Danu mengibaskan kedua tangannya. "Ah. Tidak tidak Nona. Bukan itu maksudku."
"Lalu apa? Kau tidak takut aku beritahu ini kepada Dhika?"
Danu kembali tersenyum. "Nona sepertinya sudah sangat dekat dengan Balapati Wiriya. Bahkan Nona memanggilnya dengan nama kecilnya."
"Bicara apa kamu. Aku tidak mengerti." Rinaya kembali memakan makanannya.
"Aku sudah bersama Balapati sejak kecil. Jadi aku tahu banyak tentang beliau. Tapi selama lima belas tahun ini aku tidak pernah melihat dia seperti ini."
"Seperti apa?"
"Dia miliku - kata kata itu tidak pernah dia ucapkan kepada siapapun. Juga...Dia tidak pernah tersenyum setulus itu. Juga... dia tidak pernah se khawatir itu. Bahkan dia tidak tidak pernah bersusah payah menangkap seorang pencuri untuk diadili. Dia tidak pernah peduli sesuatu yang bukan urusannya."
"Dia seperti itu? Terdengar seperti orang lain. Aku bahkan baru mendengar ini darimu. Apa dia baik baik saja??"
"Apa dia tidak seperti itu sebelumnya?".
"Tentu saja tidak begitu. Mendengar ini darimu kurasa ada sesuatu yang membuat dia berubah." Rinaya lekat lekat memikirkan itu. Pasti banyak hal terjadi setelah perang itu. Mungkin salah satunya bisa membuat kepribadian Dhika pun berubah. "Eh Danu. Tempo hari, apa kau melihat orang yang melemparkan jarum sumpit padaku?"
Danu menggelengkan kepalanya "Aku tidak melihat siapapun. Begitu juga yang lainnya."
"Apa Mungkin Dhika tau?"
"Entahlah. Sepertinya juga tidak."
"Hmm. Eh Danu. Temani aku berkeliling ya. Aku sudah bilang padanya tidak akan keluyuran sendirian."
Danu mengangguk. "Mau pergi kemana?"
"Hanya jalan jalan saja sekitar sini. Terakhir kali aku pergi sendirian aku hampir saja di tebas bocah Wijaya itu."
"Bocah Wijaya?"
"Mn. Galih. Adiknya Haris."
"Ah Nona sebaiknya jangan mencoba berurusan dengan nya. Mereka agak sulit dihadapi."
"Aku tidak takut." Rinaya beranjak dari kursinya. "Ayo"
"Eh! Sekarang?"
"Memangnya kalan lagi..."
***
Rinaya berjalan menyusuri Pusat Perbelanjaan. Sangat terlihat ramai. Banyak pedagang di sepanjang jalan. Danu mengikuti dari belakang. "Nona ingin membeli sesuatu?"
Tidak heran dia bertanya seperti itu. Melihat tingkah Rinaya yang seakan sedang mencari sesuatu untuk di beli. "Ha? Tidak sama sekali. Aku hanya tertarik untuk melihatnya" Dia sesekali berhenti di sebuah lapak penjual aksesoris. Memilah beberapa barang dan melihatnya dengan sangat teliti. Lalu menaruhnya kembali di tempatnya semula "Lagipula aku tidak punya uang sama sekali."
"Beritau saya jika Nona ingin membeli sesuatu. Saya yang akan membayarnya."
"Ha? Itu tidak perlu."
"Sungguh. Tidak apa apa. Lagipula ini sudah perintah dari Balapati Wiriya."
"Itu tidak perlu. Itu sangat berlebihan." Tiba tiba saja di seberang jalan dia melihat gerobak penjual minuman. Matanya langsung berbinar melihat itu. Penasaran dengan rasanya. Minuman itu terlihat sangat menyegarkan. Seakan melambaikan tangan untuk di beli. Sangat menggoda. "Kalau begitu tolong belikan aku minuman itu."
Danu mengangguk "Baik. Tunggulah disini."
Sambil menunggu Rinaya melihat lihat beberapa barang dagangan di sana. Tiba tiba terdengar seperti ada yang memanggilnya. 'Nirmala'
Dia menoleh kemanapun mencari sumber suara itu. Suara itu tiba tiba muncul tiba tiba hilang seiring dengan riuhnya pusat perbelanjaan disana. Suasana ramai itu tidak menenggelamkan suara panggilannya. 'Nirmala'
Dia masih terus mencari. Dia langkahkan kakinya. Sedikit berlari. Mengikuti suara itu.
'Nirmala'
'hahaha'
'Aku disini'
"Siapa itu??"
'Hahah kau tersesat lagi?'