Matahari tepat di atas kepala. Sangat terik mencubit siapapun yang merasakan sinarnya. Rinaya mengibaskan tangannya berharap angin berhembus menghilangkan peluh. "Balapati, aku tidak ingat ada desa sebesar ini di dekat Desa Sunyi.."
"Ini desa yang berkembang pesat. Desa ini terabaikan karena masyarakat takut dengan mitos yang terjadi di desa sunyi. Tapi karena desa sunyi sudah mulai aman, desa sekitarnyapun memiliki pengaruh."
"Ahh aku lelah. Kita istirahat sebentar ya." Rinaya duduk di kursi sebuah penjual makanan pinggir jalan.
Seorang pelayan datang menghampiri. "Mau pesan sesuatu den?"
"Ada es teh manis?"
Pelayan itu menjawab dengan kebingungan "Teh manis ada. Tapi tidak punya es."
Rinaya tertawa kaku "oh. Heheh pesan minuman yang menyegarkan. Apapun boleh."
"Baik den"
"Kau tunggulah disini. Aku akan berkeliling." Dhika pergi meninggalkannya setelah meninggalkan sekantung uang di atas meja.
"Den silahkan." Pelayan itu menaruh segelas minuman di atas meja.
"Eeh eh. Mang. Tunggu sebentar. Boleh tanya sesuatu? Duduk mang. Duduk."
"Tanya apa den?"
"Mang, saya baru pertama kali kesini. Mencari orang. Tapi gak ada yang tau dimana dia. Malah banyak kabar mitos dimana mana. Mang tau kenapa ada kabar seperti itu?"
"Banyak kabar den. Yang di maksud kabar yang mana?"
"Iya banyak kabar. Saya jadi bingung ada kabar apa saja. Yang mang tau. Ada kabar apa saja?"
Dia menrungut kebingungan ingin berkata apa. Jelas Rinaya sedang mencari informasi. Tapi jika seperti ini pun mungkin informasi yang dia dapatkan akan sangat umum. Dia berusaha untuk mencari info yang di maksud secara detail.
"Oh. Mang tau, katanya pernah ada kejadian di desa sebelah?"
"Iya tau. Iya."
"Katanya orang dulu pernah mati. Sekarang terlihat lagi disana. Itu kabar apa ya?"
"Oh yang itu. Kan dulu pernah ada yang ambil Batu pusaka dari sana. Kabarnya orangnya sudah meninggal. Tapi kemarin ada ribut ribut katanya ada yang liat dia dateng lagi."
"Dia siapa mang?"
"Den jangan ribut lagi ya. Takut dia malah datang. Katanya Dia punya anjing jelemaan den."
"Memang kalau kita ribut dia bisa datang?"
"Eh. pasti si aden mah ga percaya. Pernah sebulan lalu. Anak anak lagi main di sungai. Katanya lagi bahas orang itu. Eh itu anjing jadi-jadian beneran datang. Anak anak sampe lari ketakutan."
"Sungai mana? Anak siapa?"
Dia menunjuk ke satu arah. "Sebelah sana. Deket desa sebelah. Tuh tuh. Salah satu anak yang waktu itu liat." Dia menunjuk seorang anak sedang berlari membawa sebuah bola rotan.
"Oh. Seremmm. Mang hati hati ya. Jangan sampe mereka maen kejauhan."
"Iya den. Mereka sudah di peringatkan. Semua."
"Terus mang, ada cerita apa lagi?"
"Hmm. Sebelum kabar itu muncul. Akhir akhir ini teh sering ada orang hilang. Gak balik lagi sampe sekarang."
"Orang ilang? Anak anak? Dewasa?"
"Kadang anak anak kadang dewasa?"
"Suda di cari? Sudah lapor pemerintah?"
"Sudah. Sampe sekarang belum ada info sedikitpun. Aden juga hati hati."
***
Rinaya berjalan menyusuri arah yang di tunjukan pelayan tadi. Terlihat anak anak sedang bermain main. Saling mengejar satu sama lain. Rinaya mencari anak yang tadi di tunjukan pedagang itu. Jalanan sangat Ramai. Banyak orang berlalu lalang. Terkadang Rinaya kesulitan mencari anak anak yang dimaksud. Tampak seseorang berjalan berlawanan arah. Jarak masih jauh. Rinaya melihatnya mencurigakan. Memakai tudung. Menyembunyikan dirinya. Gelagatnya pun mencurigakan. Melirik kesana kemari seperti khawatir dia diikuti atau semacamnya. Semakin lama semakin mendekat. Rinaya tak henti menatapnya hingga mendekat beberapa meter. Terasa tidak asing baginya. Semakin lama semakin jelas. Dan semakin dekat. Hingga beberapa detik mata mereka beradu pandang. Rinaya ingat dengan tatapan itu. Dia sangat mengenalnya. Tapi dia terus berlari seakan dia tidak mengenal Rinaya.
Pembuluh darah Rinaya seakan bergejolak. Matanya memanas. Nafasnya kian tak beraturan.
"B- Ba-Bayu?" Rinaya memanggilnya pelan ketika lewat satu meter darinya.
Dia terhenti sejenak. Lalu berlari. Sontak Rinaya mengejarnya. Gelagatnya seakan mengiyakan bahwa dia adalah Bayu. Dia berlari dengan cepat. Kaki kaki Rinaya tidak bisa mengejarnya cepat. Brukk!! Seseorang menabraknya hingga terjatuh. Dia tidak menghiraukan itu. Tapi Bayu sudah tidak terlihat lagi. Dia beralih pandang pada seseorang yang menabraknya. Dia berlari menjauh. Saat itu juga dia memeriksa barang bawaannya. "Sial. Pencuri!!!!" Rinaya berlari mengejarnya berkali kali meneriakinya sebagai pencuri. Pencuri itu sangat lincah berlari kesana kemari. Melewati jalan jalan kecil. Hingga akhirnya dia terhenti di sebuah jalan buntu. "Kemana dia? Aku bisa dimarahi lagi." Sebelumnya karena memberi uang terlalu banyak Dhika marah padanya. Kali ini dia menghilangkan sekantung uang. Mungkin dia bisa mati di tangan Sang Balapati. Tentu saja itu hanya ungkapan. Bagaimanapun Dhika pasti marah kepadanya. Apalagi dia telah mengiyakan tidak akan berkeliaran sendirian.
Dengan putus asa dia berjalan kembali. Khawatir Dhika mencarinya. Dhika pasti mencarinya. Tapi.... "Ini dimana?"
Pemukiman kumuh berjejer rumah rumah kosong tanpa penghuni. Firasat buruk mulai dia rasakan. Apalagi dia mendengar banyak kasus orang hilang. Langkahnya kian lama kian cepat. Semakin lama semakin panik. Seseorang seperti sedang mengawasinya. Hingga dia di hadang beberapa orang dewasa. Bertubuh besar dan kekar. Hal seperti itu paling tidak di sukai perempuan sepertinya. "Permisi"
Rinaya mencoba melewatinya secara baik baik. Seketika mereka menangkapnya. Menutupi kepalanya dengan kain. Menyumpal mulutnya. Mengikat tangan dan kakinya.
Sementara itu Pradhika Wiriya melihat kursi kosong di kedai yang tadi dia tinggalkan. Dia bertanya kepada pelayan. Dan lalu pergi mencarinya. Dia menggigit bibirnya kesal. Rinaya selalu berkeliaran sendiri. Meski sudah di peringatkan dia tetap melakukan nya sesuka hati. Tapi kali ini Dhika benar benar merasa cemas. Pasalnya dia juga mendengar kabar banyaknya orang hilang. Dia khawatir Rinaya menjadi salah satu korbannya. Dia menelusuri jejaknya berharap sesuatu benar benar tidak terjadi padanya. Dia melihat seorang di ujung jalan. Dia mengenali orang itu. Baru saja berpisah beberapa hari lalu. Kini mereka di pertemukan lagi. Dia Berbincang dengan anak anak yang ada disana. Berbicara serius lalu bercanda lagi. Dia menoleh padanya. "Balapati? Kau juga disini?"
"Kenapa kau disini?" Dhika menghampiri.
"Menyelidiki kasus." Balasnya enteng.
"Kasus sebelumnya bagaimana?"
"Mengenai Nirmala? Aku punya rencana sendiri. Kasus itu sepenuhnya aku yang urus. Oh. Kemana dia?"
Dhika menggelengkan kepala menurunkan pandangannya.
"Balapati. Sedang ada kasus besar disini. Dia- tidak mungkin jadi korban kan?"
"Kuharap begitu." Jawabnya lemas
"Ayo kita cari."
***