Seorang prajurit menyambut kedatangan Balapati Wiriya. Mereka menaruh Hormat padanya. Rinaya terkesima melihat perlakuan yang di terimanya. Benar benar seorang yang penting. Dylan hanya memutar pandangannya kesana kemari. Tingkahnya pun tidak mencerminkan dia seorang yang penting.
"Balapati. Silahkan masuk. Semua sedang menunggu Anda." Seorang penjaga mengantar mereka ke sebuah ruangan.
"Balapati. Maaf merepotkan anda. Saya Wardi. Kepala bagian inspeksi penyelidik Istana. Ada hal yang perlu saya tanyakan."
Dhika hanya mengangguk tanpa bicara. Bahkan seorang kepala penyelidik pun memasang hormat padanya.
Wardi "Apakah dia...?" Dia menunjuk kepada Rinaya.
"Benar" Jawab Dhika secara singkat. "Silahkan langsung ke intinya."
Tanpa basa basi. Dhika ingin ini berakhir sangat cepat. Terlalu lama bersama orang luar terlalu berbahaya.
"Kami menemukan barang barang ini ketika menyelidiki kasus di Bintuni. Ada beberapa barang yang menarik perhatian."Dia memegang sebuah id Card dan menunjukannya kepada semua orang. "Orang dalam Gambar ini apakah benar anda?" Dia Bertanya pada Rinaya.
Rinaya mengangguk.
"Semua barang ini milik anda?" Tanya dia lagi. Rinaya pun mengangguk lagi.
"Lalu ini" Dia memperlihatkan buku kecil bertuliskan huruf alfabet. Dan ada sebuah gambar di halaman itu. "Gambar apa ini? Bisakah kau menjelaskannya?"
Rinaya menatap Dhika. Dhika mengangguk mengiyakan untuk di jawab .
Rinaya "Aku tidak tau apa itu. Aku mendapat sebuah mimpi. Dan aku segera menggambar itu."
"Mimpi? Seperti apa?"
"Aku juga tidak mengerti. Itu seperti sangat penting. Semua orang menginginkan itu."
"Saat ini kau tidak memiliki benda ini?"
"Tidak."
"Darimana kamu berasal. Mengapa kamu bisa menulis dengan huruf ini. Siapa kau sebenarnya."
Dhika dengan segera memotong dan menjawab pertanyaan itu. "Dia muridku. Aku yang mengajarinya semua huruf itu."
"Benarkah? Bagaimana anda bisa tau huruf ini Balapati?"
"Aku mempelajarinya sejak lebih dari lima belas tahun lalu."
Seorang bawahan berbisik kepada Wardi lalu dia melanjutkan kalimatnya. "Jadi rumor tentang Balapati Wiriya itu benar? Reputasi Anda memang sangat baik. Saya akan tanya beberapa hal lagi. Kau. Siapa namamu?" Dia menatap tajam Rinaya.
"Rinaya"
"Bisa kau jelaskan benda benda apa ini?" Dia menunjukan barang barang yang berada di atas meja. Mereka pasti tidak menemukan sesuatu yang lain yang bisa di jadikan informasi. Tentu saja. Mereka juga pasti baru pertama kali melihat benda benda modern itu.
"Tentu saja Tuan. Tapi setelah ini. Bisakah saya mengambil semua barang barang itu?"
Wardi hanya tersenyum tanpa mengiayakan.
"Baiklah." Rinaya mendekati meja dan mulai satu persatu menjelaskannya. Menunjuknya dengan tangan lalu bicara. "Ini Adalah sebuah tas. Kurasa Anda juga sudah tau itu. Lalu ini sebuah alat tulis. Pensil. Dan ini adalah sebuah buku. Lalu ini kotak obat ku. Dan ini Benda keberuntunganku. Lalu ini tanda pengenalku. Dan ini Dompetku. Semua benda ini tidak akan berguna untuk anda Tuan."
"Kenapa begitu."
"Aku selalu membawa semua ini karena aku sedang melakukan perawatan. Obat obatku. Aku harus meminumnya dengan rutin. Jika tidak mungkin aku akan semakin gila. Dan beberapa benda ini...." Dia menunjuk sekotak elektronik terdiri dari powerbank. Dan headset yang tadi dia sebut sebagai benda keberuntungan. "Ini juga untuk perawatanku. Kalau ini. Pensil dan buku catatan. Anda boleh memilikinya jika mau. Itu hanya sarana belajarku ketika bersama Balapati. Aku harus segera mencatatnya jika tidak kau tau kan bagaimana Balapati marah. Sangat menakutkan"
Ujung mata Dhika menatapnya dengan tajam sangat menakutkan. Itu bukan kebohogan memang terkadang dia bisa menangkao kemarahan dari sang Balapati meskipun raut wajah yang dia tunjukan tidak berbeda jauh dari biasanya.
"Lalu kenapa kau menyembunyikan semua barang ini."
Dhika menjawab dengan segera begitu mendengar itu. Dia tau Rinaya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. "Dia kabur saat aku menghukumnya. Dia sembunyikan itu karena aku akan langsung mengenalinya jika dia memakai itu." Raut wajah lega terpancar dari Rinaya.
"Kesalahan apa yang dia lakukan hingga berani untuk kabur."
"Itu pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Yang jelas dia melakukan kesalahan besar karena itu lah dia bersama ku sekarang."
"Memangnya apa yang bisa seorang perempuan lakukan. Membunuh orang?"
Dylan tersenyum mendengar itu. Rinaya melototinya karenanya.
Terlalu meremehkan orang. Gumamnya dalam hati.
Dylan tau kata 'membunuh' memang cocok untuk Rinaya. Dalam hati Dylan tertawa dengan kebodohan petugas ini. Dia bisa dikelabui dengan mudah. Dia tidak tau bahwa Rinaya adalah Putri bandit yang kejam.
Dhika "Karena itu lah Saya tidak bisa mengatakanya. Dia seorang perempuan."
Wardi berjalan bolak balik seperti seorang interogator. Sesekali menunjuk nunjuk Rinaya. Mencurigainya. Tapi kalimat dari Balapati bisa dia terima.
"Satu hal lagi. Kenapa kau berpakaian laki laki?"
Rinaya "Apa Anda sangat Bodoh?" Seketika itu pula Dylan menepak kepalanya. "Aww. Kenapa kau memukulku."