Kenangan Seribu Tahun

Xiao Aily
Chapter #39

#39 Kejutan

Danu dan Rinaya disibukan dengan bermain panahan. Sesekali Rinaya meminta Danu menemaninya berlatih pedang. Tentu hanya dengan menggunakan pedang kayu saja. Danu dengan senang hati menuruti semua maunya hingga matahari condong ke barat.

"Kau sangat hebat. Benar benar murid Balapati Wiriya."

"Nona. Kurasa kau lebih hebat."

"Haha apa kata kata itu juga kau belajar darinya?"

"Tidak. Itu hanya dariku saja."

Seseorang berlari dari ujung jalan. Tergesa dan terengah seakan dikejar sesuatu yang sangat mengerikan. "Danu. Sesuatu terjadi di desa." Dia berteriak masih dalam pelariannya.

"Tio. Kenapa tergesa seperti itu. Terjadi apa?" tanya Danu Heran.

Tio "Aku diminta Balapati untuk memintamu mengantar temannya kesana dan melihat keadaan."

Rinaya "Ada apa?"

Tio "Sesuai arahan, kami memeriksa semua sumur. Kami menemukan sesuatu di dalamnya. Sebaiknya kalian langsung lihat saja kesana."

Belum selesai dia bicara Rinaya sudah berlari menuju tempat yang di maksud meninggalkan mereka berdua.

Tio "Danu apa dia sepenting itu untuk Balapati? Dia terlihat sama saja seperti kita."

"Kita tidak akan pernah tau apa yang Balapati pikirkan. Sudah lah. Ayo kesana." Jawab Danu

***

Pradhika Wiriya tengah bersama warga mengelilingi sebuah sumur. Tergeletak mayat terbujur kaku. Dengan ciri ciri yang tidak asing baginya. Haris pun menyaksikan itu. Begitu pula dengan tuan Baskara Wiriya. Dhika meniliknya lebih teliti. Mayat itu sudah tidak utuh. Terlihat sangat mengerikan. Bahkan berbau busuk menyengat disekitarnya. Tak lama Haris pergi dari sana. Tidak ingin melihatnya lagi. Hal mengerikan itu semua mungkin sudah menduganya.

"Ayo kita bicara kan dengan yang lain." Ujar tuan Baskara.

Tapi Dhika masih disana. Seseorang menembus kerumunan. "Permisi permisi. Tolong beri jalan."

Dhika mengenal suara itu. Rinaya.

"Apa yang terjadi. Balapati?" Tanya Rinaya setelah melihat sesuatu terbaring di sana.

"Seperti dugaanmu. Ada sesuatu di dalam sumur."

Bau menyengat itu masih mengitari mayat. Rinaya memperhatikannya. Kulit hitam. Mata merah. Ciri itu masih terlihat darinya. Meski beberapa bagian tubuh sudah menghilang darinya.

"Dhika, Ciri ciri ini.....??" Rinaya menatap Dhika yang mematung disana.

"Aku berharap semua dugaanmu kali ini adalah salah." Matanya bergetar. Dia menyadari sesuatu. Hal hal yang dia temui selama ini. Dan beberapa teori yang Rinaya pernah ucapkan membuatnya semakin yakin pada satu dugaan. Seseorang sedang membuka sebuah lubang yang telah terkubur berkali kali.

"Aku pun berharap begitu...." balas Rinaya

Danu baru saja tiba bersama Tio. Seketika Danu termenung melihat sesuatu yang mengerikan itu. Dia hanya diam tidak berani untuk bertanya.

"Aku akan membahas ini dengan yang lainnya. Danu, tetaplah temani dia."

Danu mengangguk. Keningnya masih berlipat. "Nona, apa yang terjadi?" Dia berbisik. Rinaya tidak menjawab itu. Dia masih memutar mata mencari sesuatu yang mungkin saja dia lewatkan.

Sebuah ember kayu berisi air sumur yang keruh. Dia mendekatinya melihat ember itu lekat lekat. Sesuatu masih berenang renang diantaranya. "Danu, kau sudah mempelajari ilmu kebatinan?"

Danu mengangguk "Sudah."

Rinaya "Kau bisa mengalirkan energimu di tanganmu?"

Danu mengangguk lagi. "Tentu saja bisa "

Tio "Pertanyaan macam itu. Tentu kami bisa melakukannya. Itu ilmu dasar yang harus di pelajari sejak awal masuk padepokan." Sistim pembelajaran di padepokan Wiriya ternyata sudah menerapkan hal itu sejak dini. Tidak heran orang orang padepokan ini menjadi orang orang yang hebat. Apalagi Dhika tau betul sejarah mengapa ilmu itu harus di pelajari.

"Danu, Berikan tanganmu" seru Rinaya.

Dia ambil ember itu dan menuangkannya ke tangan danu yang membentuk mangkuk. "Eeeeuuuhhhh....Apa aku harus melakukan ini."

Rinaya hanya terus mengamati air itu. "Cobalah alirkan energimu untuk air ini."

Danu melakukan semua perintahnya. Perlahan air keruh itu sedikit berubah warna. Belatung belatung hitam yang benerangpun kian lama kian menghilang. Melebur bersama air lalu lenyap. 

Tio "Loh... Apa yang terjadi dengan airnya. Kenapa bisa seperti itu?" Dengan heran Tio menatap Rinaya yang masih seperti memikirkan sesuatu. Rinaya tidak menjawab itu.

Rinaya "Tio. Aku berikan tugas padamu. Anggap saja ini tugas dari balapati. Jadi kau harus melakukannya."

Tio "Ha??"

Rinaya "Periksa semua sumur di desa ini. Lakukan hal seperti tadi. Lihat apakah ada perbedaan atau tidak. Ya!!. Ku serahkan padamu." Dengan segera dan tanpa penjelasan. Rinaya pun pergi meninggalkan tempat itu.

Tio "heh kau mau kemana? Aku tidak mau melakukan itu. Itu sangat menjijikan." Dia berteriak seraya Rinaya berlari meninggalkan tempat itu

Danu "Tio. Sebaiknya ikuti saja perintahnya. Kurasa balapati mempercayainya karena itu." Tentu saja. Mereka pun melihatnya. Tanpa waktu lama Rinaya bisa menemukan sesuatu hal yang mungkin tidak di ketahui orang lain. Danu pun pergi menyusul Rinaya.

Rinaya berjalan cepat menuju lereng gunung. Dimana mata air mengalir. Meski cukup jauh. Dia harus kesana dan memastikan sendiri. Danu masih mengikuti dari belakang. "Nona. Apa yang kita cari disini?" Danu bertanya sesaat setelah sampai. Tapi Rinaya seperti tidak mendengar itu. Dia memutar kepalanya kesegala arah mencari sesuatu yang mungkin mencurigakan.

"Danu, apa kau melihat sesuatu yang aneh disini?" Tanya Rinaya masih menoleh kesana kemari.

"Tidak. Disini sangat bersih. Bahkan semut pun tidak terlihat."

"Ya, itu hal aneh menurutku."

Terlihat sesuatu berwarna kuning. Hanya sedikit saja. Sebuah kertas tertindih sebuah batu cukup besar. Rinaya penasaran dengan itu. Dia angkat batu itu. Sesuatu tertulis dalam kertas. Dia tidak mengenalinya. Tidak bisa membacanya. "Danu. Lihat ini. Kau tau tulisan apa ini?"

"Ini semacam kertas mantra. Tapi aku tidak tau apa isi mantra nya. Aku baru pertama kali melihatnya"

"Kertas mantra?" Rinaya terpikir beberapa hal. Dia pernah melihat yang mirip dengan ini. Seperti sesuatu yang menempel di pohon keramat. Dan salah satu yang pernah dibawa Bayu. "Bayu??"

Rinaya segera berlari kembali ke balai desa. Dengan cepat dia masuk ke ruang perawatan. Hanya ada pasien dan satu perawat yang mondar mandir dengan sibuknya. 

Rinaya menghampiri salah satu pasien yang sedang tidur.

Danu "eemm.. sebenarnya apa yang sedang ada cari, Nona?"

Rinaya membuka lengan baju pasien itu. Memastikan sesuatu. Beberapa benjolan terlihat. Seperti terkena penyakit kulit. Dia juga memeriksa badannya, leher dan membuka matanya. Warna matanya tidak terlihat sehat. Memang wajar tapi sesuatu itu terasa aneh bagi Rinaya. Air mata pasien pun tidak sebening biasanya. Seharusnya itu tidak terpengaruh. Ini benar benar hal aneh. Rinaya semakin yakin dengan dugaannya.

"Danu, alirkan energimu ke pasien ini. Aku ingin lihat reaksinya."

Danu melakukan sesuai perintahnya. Memegang lengan pasien dan mengalirkan energi itu. Perlahan energi itu seperti merambat ke lengan pasien. Rinaya terus memperhatikan dengans eksama. Sesuatu terjadi. Bejolan di lengan pasien itu perlahan mengecil. Tapi tetap tidak hilang. 

Rinaya berdiri dan memanggil seorang perawat. "Ah. Teteh, permisi."

Seorang perawat menoleh. Dia sedang menyuapi pasien lain. "Iya tuan?"

"Bisa saya minta tolong? Saya mau pinjam catatan kesehatan pasien. Mengenai gejala. Tanda fisik dan lain lain."

"Maaf tuan itu tidak di ijinkan untuk orang luar."

"Tapi ini perintah dari tuan tabib dan balapati. Mereka pasti sedang menungguku untuk catatan itu."

Danu mengerutkan keningnya. Dia tau Rinaya berbohong. Balapati tidak meminta itu. Dan tuan tabib. Bahkan dia belum menemuinya lagi. Tapi Danu hanya diam.

"Baik tuan. Saya ambilkan dulu."

"Eh teh. Rinaya menarik lengan perawat itu. Dapurnya di sebelah mana? Saya mau periksa makanan dan air yang dipakai."

Lihat selengkapnya