"Ranggana Bayu! Kau kah itu?" Ujar Haris masih seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bayu tidak menghiraukan itu. Dia masih meniup peluitnya. Memerintahkan Srigala srigalanya untuk menghabisi mangsa.
"Jawab aku!!" Teriak Haris dengan penuh emosi
Bayu terpaku mendengar itu. Bayu berhenti meniup peluitnya tapi Srigala itu tidak berhenti menyerang mangsanya. Bayu memutar kepalanya. Melihat siapa yang berteriak kepadanya. Dia tidak terlihat panik. Bahkan Bayu sangat tenang seakan tidak khawatir jika semua orang melihat ini. "Aku sedang sibuk. Aku harus membereskan ini semua."
Haris berlari mengayunkan pedangnya ke mahluk mahluk itu. Dengan kemarahan dia menghabisi mereka. Dia berniat mempercepat mengakhiri situasi yang rumit ini. Dhika pun kembali mengayunkan pedangnya.Tidak butuh waktu lama untuk membersihkan area itu Hingga semua selesai. Apalagi bantuan pun sudah tiba. Galih menyaksikan semua dari ujung jalan. Merasa tidak percaya dengan apa yang sedang dia lihat. Kebencian Kakaknya-Haris yang sangat terlihat olehnya, Tuan Tabib yang memanggil srigala dari alam lain, Dhika yang seolah sudah mengetahui itu, dan Seorang yang selalu dilindungi oleh kedua orang itu-Nirmala.
"Tunjukan Wajahmu. Singkirkan topeng itu." Teriak Haris ketika semua mahluk itu habis tak bersisa.
Bayu tersenyum pahit dan membuka topengnya.
Dylan yang menyaksikan itu akhirnya mengakhiri kebingungannya. Pantas saja Rinaya begitu dekat dengannya, salah satu temannya yang mahir dengan ilmu pengobatan juga seorang yang bersekutu dengan mahluk dari alam lain. Ranggana Bayu. Dylan tidak menyadari itu sebelumnya. Menurut rumor beredar bahkan Bayu lenyap tanpa tanda apapun. Ternyata dia berada di desa ini. Di depan matanya saat ini.
Rona wajah Haris semakin gelap menahan emosinya. Kebenciannya semakin memuncak terutama ketika dia menatap tajam Rinaya di hadapannya. Baginya, Rinaya adalah pengaruh buruk yang membuat Bayu semakin menjauhinya. "Kau tidak pernah berubah! Masih saja mengekor gadis bandit itu." Ujar Haris pada Bayu
"Kau kecewa?" Jawabnya tenang.
Suara tepukan terdengar dari arah lain diiringi tawa. Boris berjalan mendekat. "Pertunjukan yang hebat! Mengingatkanku pada satu peristiwa besar. Hahaha."
"Kau sangat menikmati itu rupanya." Balas Bayu dengan tenangnya.
Boris "Tentu saja. Terutama hari hari setelahnya, aku bahkan berpesta sehari semalam untuk merayakannya."
Rinaya bergumam "Brengsek" dia masih ingat hari hari setelah peristiwa itu. Dia bahkan tidak ingin mengingatnya sama sekali. Begitu juga dengan Bayu dan Dhika. Mereka bertiga sama sama mendapat luka yang tidak mudah disembuhkan.
Prajurit bawahan Boris datang mengelilingi mereka. Tidak ada celah sedikitpun. Dia seperti menunggu saat ini tiba. Menunggu hingga mahluk mahluk itu sirna, lalu dia melakukan aksinya. Memang orang yang sangat licik.
Boris "Melihat situasi saat ini. Sepertinya ini saat yang tepat untuk melanjutkan perbincangan kita sebelumnya." Boris menatap Rinaya lekat lekat. Lagi lagi, dia menyinggung untuk membahas soal giok cahaya.
Haris "Tuan Wilis. Kau tidak lihat aku masih punya urusan disini?"
"Sepertinya itu tidak perlu. Aku yakin urusanmu juga akan selesai bersamaan denganku. Mungkin kau juga akan menyadari beberapa hal. Amati saja pertunjukannya." Jawab Boris.
"Tangkap mereka!!" Teriak Boris pada prajuritnya.
Semua prajurit itu menyerang dan mencoba melumpuhkan mereka. Rinaya, Dylan, Bayu dan Dhika. Tidak ada pilihan lain. Mereka pun harus mencoba melawan. Semakin lama keluarga Wilis ini semakin semena mena. Semakin kejam. Semakin tidak berhati.
Dylan terluka, begitu juga dengan Rinaya. Dengan mudah keduanya di lumpuhkan. Tidak bisa bergerak. Dylan tertelungkup di tanah. Tangannya terkunci. Rinaya pun tak berdaya. Kini dia hanya perempuan lemah tanpa bakat apapun. Berapa kali pun mencoba dia tidak bisa mengeluarkan lagi kemampuannya.
Setelah memanggil sekutu gelapnya. Itu berakibat buruk terhadap fisiknya. Memanggil mahluk itu membutuhkan energi yang sangat banyak. Semua sudah terkuras habis. Bayu pun berhasil di kunci. Setelah mendapat pukulan dan sayatan pedang di beberapa bagian tubuhnya. Dia tidak bisa lagi melawan.
Dhika masih bisa melawan. Tapi teriakan Boris membuatnya terhenti dan menyerah. "Balapati Wiriya, kau sudah kehilangan sekutu." Seketika itu juga Dhika melihat keadaan sekeliling. Semua terlalu cepat. Pasukan Boris bergerak dengan sangat cepat. Mereka mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan perang saat dulu.
Pasukan Boris tidak menyerang Haris dan Galih sama sekali. Ada sesuatu diantara mereka. Sesuatu pasti telah terjadi. Dengan tatapan kebencian, Haris dan Galih menyaksikan drama itu di depan matanya.
Boris memegang Busur panah dan menarik pegasnya. Membidiknya ke arah Rinaya. "Kau harus segera bicara, aku tidak ingin membuang waktu."
Rinaya Melihat keadaan teman temannya. Dia merasa bersalah. Lagi lagi karena dia semua orang terdekatnya mendapat bahaya. "Semua tidak ada hubungannya dengan mereka, kumohon lepaskan mereka."
Boris mengalihkan Bidikannya kearah Bayu. "Jika aku membunuhnya apa kau masih akan tetap diam?"
Rinaya tau Boris bukan orang yang hanya bisa menggertak jika dia mengancam seperti itu. Maka dia akan melakukannya. Rinaya mulai panik. "Tidak. Tolong jangan lakukan itu." Dalam hati Boris senang karena tindakannya membuatnya semakin dekat dengan tujuannya.
Rinaya tau Bayu tidak bisa bertindak apapun lagi. Rinaya pun tau kini kondisi Bayu mungkin jauh lebih buruk dari sebelumnya. Jika Boris benar benar menembakan anak panah itu. Rinaya yakin Bayu mungkin tidak bisa menahannya.
Dhika "Kau bertindak terlalu jauh. Sejak awal dia tidak pernah memiliki itu."
Boris tersenyum "Aku tau dia yang mengambilnya. Dan aku tau dia pasti langsung menyembunyikannya. Atau dia langsung memberikannya pada orang lain. Katakan, atau aku melepaskan anak panah ini."
Rinaya menatap Bayu yang tidak berdaya. Dia tampak kesakitan. Dan tampak kelelahan. Rinaya juga tau dia sudah tidak memiliki Gioknya. Air matanya mengalir. Menatap mata sayu Bayu. Bayu bertanya tanya apa yang akan ia lakukan. Tapi dia mengerti ketika Rinaya menatap Haris di kejauhan. "Akan ku katakan" Jawab Rinaya.
Boris tersenyum.
"G giok itu ada pada ....- " kalimatnya terpotong seraya Bayu berteriak.
"Rinaya!!"Bayu berteriak dengan tetesan air mata di pipinya. Dia menggelengkan kepala. Dia tidak ingin Rinaya berbicara lagi tentang Giok itu. Bayu seakan sudah dapat menebak apa yang akan dikatakan Rinaya.
Rinaya membatu mendengar itu. Tidak. Kenapa kau seperti itu? Aku mengerti maksudmu tapi apa kau tidak mengerti perasaanku? Aku berada di sebuah tebing tinggi. Kemanapun aku melangkah aku tetap akan jatuh.
Dengan cepat Boris melepaskan anak panahnya ke arah Bayu. Semua orang mematung. Boris memang tidak pernah segan dengan ancamannya.
"Jangan!!" Teriak Rinaya menyaksikan itu.
Dengan cepat pula Dhika menghadang itu dengan pedangnya. Terlambat sedetik saja Bayu mungkin tidak akan bisa bernafas lagi. Semua yang menyaksikan merasakan debaran jantung yang hebat. Hampir saja.
Boris "Itu sangat menyentuh. Kisah cinta dan persahabatan kalian benar benar penuh haru." Boris menarik kembali pegas Busurnya. "Kali ini mungkin aku tidak akan meleset."
Rinaya "Tidak. Tidak. Kumohon jangan lakukan itu. Akan ku katakan padamu. Aku mohon lepaskan mereka semua. Urusanmu hanya denganku. Kumohon" Rinaya berontak dari kuncian dua orang prajurit di sampingnya. Semakin lama semakin histeris.
"Tidak. Jangan katakan apapun." Ujar Bayu dengan terbata bata.
Rinaya kembali menatap Bayu "Tidak apa apa Bayu, Semua akan baik baik saja setelah ini."
Boris "Aku masih menunggu"
Rinaya menatap Dylan yang masih terkunci di tempatnya. Sedikit tersenyum. Ada pesan di dalam senyum itu. Dylan sedikit mengerti. "Aku akan mengantarmu ke tempatnya. Tempat aku menyimpan benda itu." Jawab Rinaya
Bayu menganga mendengar itu. Jelas bukan apa yang dia duga selama ini. Air matanya semakin deras. Rinaya merencanakan sesuatu. Bayu menyadari itu. Tapi yang membuatnya sedih dan merasa bersalah adalah. Rinaya membahayakan dirinya untuk semua orang.
Rinaya "Aku akan mengantarmu. Kumohon lepaskanlah mereka."
Bayu "Tidak. Apa yang kau katakan? Tidak. Kau tidak boleh bersamanya. Dia akan membunuhmu."
Boris "Bukankah lebih mudah jika kau bilang itu lebih awal."
Air mata itu sudah menjadi anak sungai. Meski tidak semua orang mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi semua orangpun paham seberapa berharganya mereka untuk Rinaya.
"Bawa dia!!" Teriak Boris kepada prajurit bawahannya.